Memerangi Islamofobia dengan Dialog, Omong Kosong Apalagi?
Koordinator baru Uni Eropa (EU), Marion Lalisse, mengatakan memiliki rencana konkret untuk memerangi Islamofobia ( memerangi kebencian anti-Muslim). Lalisse yang dilantik pada 2 Februari lalu mengadakan konferensi pers di Brussels serta menjawab pertanyaan dari para wartawan (riaupos.jawapos.com, 15/7/2023)
Lalisse mengatakan, komunitas Muslim di Eropa adalah minoritas agama yang terbesar, dengan jumlah, persentase, dan asal yang beragam di antara negara-negara anggota EU. Namun, poin utamanya adalah komunitas Muslim di EU merupakan bagian integral dari masyarakat kita. Maka dia mengusulkan penyusunan dokumen dengan memetakan fenomena kebencian terhadap Muslim.
Saat ditanya mengenai rencana konkret untuk memerangi Islamofobia, merujuk pada kejadian pembakaran Al-Qur’an di Swedia, dia mengatakan bahwa pihaknya pertama-tama akan membuat kebijakan untuk memerangi kebencian anti-Muslim di berbagai sektor, seperti pendidikan, keamanan, migrasi, dan banyak bidang pekerjaan. “Kami akan menjaga dialog dengan berbagai institusi, masyarakat sipil, pelaku, warga negara dan organisasi internasional. Kami akan menerapkan kebijakan berbasis bukti dan meningkatkan kesadaran dan meningkatkan kesadaran di antara warga dan institusi tentang fenomena Islamofobia,” paparnya.
Islamofobia Hilang dengan Dialog, Omong Kosong Apalagi ini?
Meskipun Marion mengatakan Islam sebagai minoritas terbesar dengan jumlah, presentase, asal yang beragam dan bagian dari integral masyarakat pada faktanya tidak benar-benar demikian. Islam tetap dipandang aneh dan berbahaya. Lantas, dialog yang seperti apa yang bakal bisa menyelesaikan Islamofobia?
Islamofobia secara harfiah adalah phobia yang dapat diartikan sebagai ‘ketakutan’ yang tidak logis terhadap suatu obyek. Islamofobia dapat dimaknai secara sederhana sebagai ketakutan yang tidak logis terhadap Islam. Dengan kata lain, islamofobia adalah masalah Islam. Islamofobia faktanya tak sekadar ketakutan tidak logis, namun ini adalah pergerakan. Dan pergerakan ini sangat masif, berawal dari peristiwa runtuhnya menara kembar gedung WTC (World Trade Center) di Wahsington, AS tanggal 11 September 2001.
Amerika dengan lantang menuduh kelompok militan Al Qaeda pelakunya, mereka membajak pesawat jet penumpang pertama Boeing-767. Yang kemudian ditabrakkan ke bagian utara WTC yang terletak di pusat kota New York. Korban berjatuhan, beberapa penelitian sesudahnya menunjukkan peristiwa memilukan. Ini hanyalah rekayasa Amerika agar dunia teralihkan dari Islam. Bahkan Bush membagi dunia menjadi dua, pengikut Amerika yang berarti bersama-sama perangi teroris ( baca: Islam) atau menjadi musuh Amerika karena membela yang salah. Stick and Carrot inilah yang kemudian mendunia.
Kaum Muslim dipaksa ragu dengan agamanya sendiri dengan mengkampanyekan Islam moderat. Islam yang lebih “toleransi” kepada agama lain, Islam yang tak ada jihad dan khilafah. Padahal, keduanya hanyalah kedok bagi Amerika yang di sisi lain menggempurkan perang di negeri-negeri kaum Muslim dengan tujuan, mengeksploitasi sumber daya alamnya. Menindas pemilik sejati kekayaan alamnya dan menyuntikkan budaya kebebasan tanpa batas kepada generasinya.
Dialog semacam apa yang bisa menghentikan Islamofobia? Inilah yang hari ini terjadi sebagaimana difirmankan Allah SWT yang artinya, ” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS ali-Imran: 118).
Boleh dipastikan, wacana dialog dengan berbagai institusi internasional akan membawa pada jalan buntu. Sebab, ini sama saja menghampiri kematian, sebab mayoritas negara dunia ini adalah musuh bagi Islam. Mereka bersembunyi di balik topeng berbagai organisasi internasional padahal aslinya mereka bergerak secara terorganisir menghilangkan bahkan menghambat datangnya kemenangan Islam yang secara hakiki.
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Kita tak mungkin mengandalkan pemimpin Muslim di negeri-negeri Muslim, secara dhahir (jelas) agama mereka memang Islam tapi mereka lembek, tak punya kekuatan hukum sehingga hanya mampu mengecam dan mengutuk. Padahal, betapa besar potensi negeri-negeri Muslim jika disatukan , tentulah kafir barat akan bertekuk lutut di hadapan Islam, dan mereka tahu itu. Islamofobia adalah kekuatan ideologi kapitalisme yang harus dilawan dengan ideologi juga yaitu Islam.
Paling tidak, yang bisa kita hadapi adalah terus mengkaji Islam Kafah. Sebab, akan kita temui banyak kendala, aral dan rintangan untuk mengembalikan kehidupan Islam. Namun bagi Allah tidak ada yang tidak mungkin, jika Allah menghendakiNya.
Kita terus berupaya untuk mencerdaskan umat dengan terus menerus menggambarkan kehidupan umat Islam dibawah syariat. Sebab, tak ada lagi yang lain guna menghadapi Islamofobia selain sistem atau negara. Sebab, islamofobia adalah program sekaligus gerakan yang memantau segala gerak rakyat indodesia terutama Islam. Jangan sampai Islam mendapatkan panggungnya kembali. Sembari meminta pertolongan Allah SWT, agar janjiNya segera terwujud.
Allah SWT berfirman yang artinya,” Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai.” ( QS an-Nur:55). Wallahu a’lam bish showab.
Komentar