Korupsi Beruntun, KPK Terpapar Tanpa Ampun
Menkopolhukam Mahfud MD memastikan temuan pungli di rutan KPK mencapai Rp 4 miliar terus diproses secara hukum. Ia mengungkap pihak-pihak yang terlibat pun siap dipidana. Menurut Mahfud, temuan pungli di KPK sangat ironis. Tapi, urusan pungli memang tak mengenal lembaga mana pun, dan bisa terjadi di mana saja.
Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengungkapkan temuan dugaan pungli tersebut. Dalam kurun waktu Desember 2021 hingga Maret 2022, nilainya mencapai Rp 4 miliar. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkap dugaan pungli di Rutan Cabang Merah Putih yang berlokasi di kawasan Kuningan, Jaksel, diduga telah terjadi lama. Namun, baru saat ini terungkap.
Diduga pungli tersebut terkait perbuatan suap, gratifikasi dan pemerasan kepada tahanan KPK untuk mendapatkan keringanan dan penggunaan alat komunikasi. KPK masih mendalami temuan tersebut dalam proses penyelidikan. Begitu juga Dewas KPK yang menindaklanjutinya dengan pengusutan etik (kumparan.com, 25/6/2023).
Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut, ada dua unsur pelanggaran yang dapat diselidiki lebih lanjut, yakni dugaan pelanggaran etik dan unsur tindak pidana. “Ini sudah merupakan tindak pidana, melanggar Pasal 12 huruf c, UU 31 tahun 1999 jo UU 20 tahun 2021. Selanjutnya tentunya dewan pengawas juga akan memeriksa masalah etiknya,” ujar Tumpak (tirto.id, 24/6/2023).
Ironis, korupsi terjadi di lembaga anti korupsi, pemberantasan korupsi hanya ilusi
Sungguh prestasi yang memalukan, ibarat macam ompong, KPK sebuah lembaga bentukan pemerintah guna menyelesaikan persoalan korupsi dan yang telah memandulkan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) ternyata tidak terhindar dari paparan korupsi. Kala Kejaksaan dan Kepolisian saat itu dianggap tidak efektif memberantas tindak pidana korupsi. Bagaimana rakyat bisa mempercayai lembaga anti rasu’ah ini bisa jujur dan profesional? Sama seperti menurunnya kepercayaan pemerintah terhadap lembaga keamanan, kepolisian yang menghadirkan fakta spektakuler tahun lalu, peristiwa pembunuhan sadis polisi kepada polisi, Fredi Sambo.
Peristiwa ini membuat musnah harapan pemberantasan korupsi dengan tuntas. Kasus ini menguatkan bukti pemberantasan korupsi dalam sistem hidup sekuler mustahil terwujud. Tak ada rasa malu bahkan bersalah dari para pejabat negeri ini, seolah mengatakan pada rakyat hari ini saya esok pasti ada yang lain yang mengenakan rompi oranye sebagai pesakitan korupsi uang negara.
Sekulerisme, atau ide memisahkan agama dari negara inilah penyebabnya. Sebab, secara meyakinkan apabila yang diterapkan adalah selain Islam, hukum sangat mudah jadi permainan. Tak ada campur tangan Tuhan, meskipun yang memberikan rizki adalah Allah swt dan para pejabat kita kebanyakan beragama Islam. Artinya, pemuja kebebasan mengatakan bolehlah kalian di sudut rumah percaya akan keberadaan Allah, namun ketika urusan berinteraksi dengan manusia lainnya adalah berasal dari kejeniusan manusia semata.
Nauzubillah min dzalik, itulah pemikiran sesat terutama ketika digabungkan dengan sistem politik demokrasi yang mendukung kebebasan manusia sepenuh hati. Demokrasi tak hanya mengenai proses pemilihan pemimpin sebagaimana yang dikampanyekan hari ini, melainkan lebih mendasar lagi adalah dengan apa pemimpin itu memimpin dunia. Naasnya, ini yang tidak disadari oleh rakyat dan elit politik hari ini,sehingga setiap pemilihan pemimpin selalu kecewa karena tak sesuai janji dan janji itu harus dinikmati sepanjang 5 tahun kepemimpinannya.
Pemimpin yang terpilih dalam sistem demokrasi nyata-nyata hanya regulator kebijakan, dimana kebijakan itu hanya untuk mempermudah pihak asing menguasai tanah kita. Penyalahgunaan wewenang di tubuh KPK ini buktinya, sebab jelas, para tersangkanya adalah orang- orang penting yang mampu mempengaruhi kebijakan penguasa. Hingga hari pembentukan KPK, dibentuk pada masa pemerintahan Presiden Megawati pada 27 Desember 2002 hingga hari ini tak mampu benar-benar membersihkan tindak korupsi malah di tubuh KPK sendiri ada penyalahgunaan wewenang.
Korupsi di KPK menunjukkan lemahnya integritas pegawai karena menghalalkan cara demi mendapatkan harta dunia. Selain karena lemahnya iman buah penerapan sekularisme. Hal ini juga terjadi karena hukum tidak tegas dan tidak membuat jera.
Islam: Mengatur dengan Sederhana, Mudah dan Jelas
Ciri khas sistem pemerintahan demokrasi adalah dengan menggembungnya sebuah lembaga untuk menangani satu kasus. Semisal KPK ini, padahal sudah ada kepolisian, kejaksaan, BPK dan lainnya, hanya karena diklaim membangun kemandirian maka KPK ada, pemborosan ini tak lebih hanya jalan mendapatkan keuntungan materi bagi lembaga yang bersangkutan sekaligus yang berisi orang-orang pesanan.
Karena mengampu banyak kepentingan pihak-pihak berkuasa hingga pada praktiknya samasekali tak menyentuh persoalan dasar, yaitu jaminan rasa aman rakyat atas tindak korupsi pejabatnya sekaligus membudayanya mental maling para pemangku kekuasaan itu. Jelas, demokrasi sekuler tak bisa diharapkan bisa mewujudkan keadilan dan rasa aman.
Fix, hanya Islam yang memiliki mekanisme jitu untuk memberantas korupsi dengan tiga pilar tegaknya aturan. Pertama, kedaulatan (pembuat hukum) ada pada as-Syari yaitu Allah SWT. Kedua, kekuasaan ada di tangan rakyat dan ketiga kepemimpinan hanya ada pada satu orang yaitu Khalifah. Dialah yang paling berkewajiban menerapkan syariat agar rakyat mudah dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Bagi setiap Muslim, apapun aktifitasnya akan selalu berkaitan dengan bentuk ibadah ( ketundundukan) kepada Penciptanya.
Islam menetapkan Negara memiliki peran penting dalam mewujudkan sistem hukum dan sanksi yang tegas dan menjerakan, juga dalam mencetak individu yang berkepribadian islam. Maka, pendidikan menjadi fokus negara, setiap individu rakyat akan dijamin kemudahan akses pendidikan baik di kota maupun di daerah pinggiran, semua berada dalam satu kurikulum dan sarana prasarananya dipenuhi oleh negara dengan kualitas terbaik. Di sisi lain, negara juga akan menjamin kebutuhan komunal lainnya seperti kesehatan dan keamanan.
Negara akan membuka lowongan pekerjaan, agar setiap kepala keluarga atau lelaki baligh mampu bekerja sesuai dengan minat dan kemampuannya sehingga bisa memberikan nafkah kepada keluarga yang ditanggungnya. Negara mensupport dari sisi subsidi, permodalan, pelatihan, tanah, kendaraan dan lain sebagainya. Jika tidak mampu karena sakit dan lemah maka negara akan menyantuninnya, semua pendanaan berasal dari Baitulmal.
Ketika rakyat sejahtera korupsi akan menghilang, ditambah dengan penguasa yang bertakwa, melayani rakyat demi ibadah bukan memperkaya diri sendiri. Demikian pula dengan sistem hukum dan sanksinya yang tegas, tentu korupsi dan kriminal lainnya tak mendapatkan panggung. Namun semua ini hanya bisa diterapkan jika Islam menjadi pedoman dalam kehidupan. Wallahu a’lam bish showab.
Komentar