Senarai Rindu Berhaji di Masa Kejayaan Islam
“Lihatlah! Zubaidah istri/permaisuri Harun ar-Rasyid adalah perempuan ulama yang hafal al-Qur’an, aktiif dalam dunia sastra dan seni. Dinding kamar-kamarnya dihiasi dengan kaligrafi berisi puisi-puisi indah” (Perempuan Ulama di Atas Panggung Sejarah, hal 125)
_________________________
Gonjang-ganjing biaya penyelenggaraan ibadah haji 2023 yang diusulkan naik menjadi Rp69 juta, belum menemukan titik temu. Apalagi pada saat yang sama Arab Saudi justru menurunkan biaya asuransi umrah dan haji tahun 2023 ini sebesar 73%. Di tengah persoalan ekonomi yang mendera bangsa ini, kenaikan tersebut menjadikan masyarakat menduga adanya kapitalisasi dana haji.
Sungguh ironis, di negeri dengan mayoritas muslim ini, perkara ibadah haji masih belum mendapat kemudahan. Antrian yang panjang mengular, serta aturan yang berubah-ubah, hingga yang terbaru kenaikan biaya haji. Bisnis transportasi, perhotelan, akomodasi, makanan dan sebagainya, menjadikan tarif membengkak. Hal ini diakibatkan rantai kepentingan kapitalis yang berkelindan dalam urusan haji, demikian disampaikan Direktur Indonesia Justice Monitor, Ustaz Agung Wisnuwardana.
Pada masa kolonialisme Hindia Belanda, kaum muslim pun sulit menunaikan ibadah haji. Pemerintah Hindia Belanda kala itu menaikkan tarif biaya haji sebagai salah satu cara menekan semangat masyarakat yang akan menunaikan ibadah pada rukun Islam yang terakhir. Sebab pemikiran baru yang dibawa para haji sepulangnya dari Makkah berpotensi memicu perlawanan. Pemerintah Belanda takut, bibit-bibit perjuangan umat tumbuh subur sekembalinya para haji ke tanah air.
Bahkan gelar haji disematkan di depan nama seseorang, untuk memudahkan pengontrolan. Ordonansi haji menjadi hal baru yang diterapkan Snouck Hurgronje yang membuka pintu haji seluas-luasnya. Dalam pandangan Snouck, jumlah haji yang banyak tidak lagi menarik perhatian masyarakat. Tidak lagi terlihat istimewa. Hingga masyarakat pun tak ingin terlibat dalam semangat perjuangan yang dibawa para haji. Reverse logic atau logika terbalik. Dia berasumsi haji yang sedikit mampu mempengaruhi masyarakat untuk memberontak.
Sungguh berbeda pengaturan ibadah haji di masa kejayaan Islam. Negara menjamin takwa, dan memudahkan urusan rakyat dalam menjalankan ibadah haji. Tidak boleh ada komersialisasi haji di dalam Islam. Pejabat khusus yang cakap dan bertakwa, akan diserahi tugas mengurusi haji. Dahulu Abu Bakar Ash Shidiq menjadi Amirul Haj di masa pemerintahan Rasulullah saw. Sedangkan Umar bin Khaththab menjadi Amirul Haj di masa Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq.
Tak terkira sumbangsih Islam kepada para tamu Allah SWT. Dahulu Zubaidah binti Ja’far adalah istri Khalifah Harun ar Rasyid pada masa Abbasiyah yang membangun tempat perisitirahatan bagi jemaah haji. Infrastruktur yang luar biasa bagusnya menunjukkan kedermawanan seorang istri negarawan. Saluran air dibangun melintasi gunung yang bebatuan terjal serta bukit pasir. Di sepanjang jalan dibangun 27 rest area atau tempat istirahat. Jarak rest area satu dengan yang lain, 50 km.
Dengan biaya fantastis, ia mengeluarkan biaya sebesar 1.500.000 dinar. Saluran yang panjang dari Kufah di Irak, Rafha yang berbatasan dengan Saudi, terus ke Fida, ar Rabdzah dan berakhir di Madinah. Ada marka jalan sebagai penunjuk arah, bendungan, menara dan penerangan untuk membantu musafir. Pemerintah Arab Saudi mendaftarkan Darb Zubaidah sebagai Situs Warisan Dunia kepada UNESCO pada tahun 2015. Para Khalifah juga mengangkat para wali yang bertanggungjawab atas perbaikan dan pengembangan jalur ini.
Bukan hanya Zubaidah, Khalifah as-Saffah di tahun 134 H atau 751 M, pun meletakkan batu penanda jarak dari Kufah ke Makkah. Sedangkan Khalifah al-Mansur membangun benteng dan tempat penyimpanan air di sejumlah titik, di sepanjang jalan. Khalifah Al-Mahdi membangun istana-istana di jalur Makkah. Sementara Khalifah Harun ar-Rasyid membangun tempat penyimpanan air, sumur, benteng di sepanjang jalur, dan menambah fasilitas untuk melayani jamaah haji dan musafir.
Hingga kekhilafahan berakhir, proyek infrastruktur yang dibangun Sultan Abdul Hamid II pada tahun 1900 adalah Hijaz railway. Jalur kereta api Hejaz dibangun untuk memudahkan bagi jemaah haji saat menuju Mekkah. Yang sebelumnya dengan mengendarai unta, bisa menghabiskan perjalanan berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan. Dengan kereta dapat ditempuh dalam waktu singkat, yakni 40 hari saja.
Sungguh berbeda perlakuan khalifah pada masyarakat daulah. Berbagai kemudahan akan diberikan, sebagai tanggung jawab pemimpin kepada rakyatnya.
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Maka kembali pada Islam adalah solusi hakiki terhadap berbagai kerumitan yang ada pada pengelolaan haji. Allahummanshurnaa bil Islam.
Komentar