Quo Vadis Generasi Muda?

Salah satu grup K-pop asal Korea Blackpink, baru saja menggelar konser di stadion utama Gelora Bung Karno (GBK) di Jakarta pada akhir pekan lalu, tepatnya tanggal 11 hingga 12 Maret 2023. Konser tersebut merupakan bagian dari Blackpink World Tour Burn Pink yang dimulai di KSPO Dome Olympic Park Korea Selatan, pada 15 hingga 16 Oktober 2022 dan berlanjut ke berbagai negara (detik.com, 2/3/2023).

 

Tidak tanggung-tanggung, untuk bisa menonton langsung konser ini, seseorang harus merogoh kocek hingga jutaan rupiah. Diketahui harga tiket konser Blackpink di GBK dibandrol mulai dari Rp. 1.350.000 hingga Rp. 3.800.000, bahkan beberapa dari netizen di sosial media menceritakan bahwa jumlah pengeluaran untuk menonton konser K-pop ini tembus 5 juta rupiah hingga 9 juta rupiah. Jika biaya akomodasi diperhitungkan, ini belum termasuk merchandise yang biasa dibawa penonton saat konser berupa Blackpink Official Lightstick yang terbilang mahal, harganya saja mencapai Rp. 850.000. Meski harga tiket mahal, faktanya tiket laris manis (CNBCIndonesia.com, 12/3/2023).

 

Sandiaga Uno menyebutkan melalui akun Instagram resminya @sannyono pada 11 Maret 2023, bahwa jumlah penonton konser Blackpink di GBK sekitar 70.000 penonton. Luar biasanya lagi, dalam rangka menjaga keamanan konser k-pop ini, kepolisian daerah Metro Jaya sampai mengerahkan 1022 personil . Ribuan personil tersebut merupakan gabungan dari berbagai unsur yang terdiri dari 932 personil Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Pusat, 30 personil Tentara Nasional Indonesia (TNI) serta 60 personil dari pemerintah daerah (Pemda). aparat keamanan juga membuat sejumlah rekayasa untuk menghindari kemacetan lalu lintas, tidak bisa dipungkiri bahwa konser Blackpink difasilitasi dengan luar biasa oleh penguasa.

 

Kapitalisme Biangnya

 

Ini adalah fakta miris, sebab di tengah persoalan bobroknya generasi dalam segala aspeknya, negara justru memfasilitasi konser yang berakar dari budaya luar dan berpotensi menambah kerusakan generasi.

 

Sungguh berbeda sikap penguasa, terhadap berbagai kebaikan yang ditampilkan pemuda seperti kegiatan membaca Alquran di sepanjang Malioboro, kegiatan rohis dan sejenisnya, penguasa justru memberi citra negatif dengan cap teroris yang disematkan pada aktivis Rohis. Dan makin miris lagi, bahwa di tengah kemiskinan ekstrem yang melanda sebagian besar masyarakat negeri ini, sebagian anak muda dengan mudah mengeluarkan uang jutaan rupiah hanya untuk hiburan.

 

Sungguh nampak wajah negara tanpa visi yang jelas terhadap generasi, nyata juga dampak sekularisme kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem ini telah meletakkan kenikmatan jasadiah dan materi menjadi sumber kebahagiaan manusia, alhasil lahir generasi hedon yang malas berpikir, individualistik dan juga jauh dari pemahaman agama, bahkan sistem politik.

 

Sistem ini meniscayakan para pemilik modal di bidang entertainment diberi ruang, untuk meraup keuntungan besar dari bisnis hiburan. Sementara penguasa makin salah meletakkan prioritas dan makin dikuasai oleh hedonisme.

 

Solusi Islam

 

Berbeda dengan Islam, sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki visi yang jelas atas generasi, sebagai pembangun peradaban Islam yang mulia. Islam mewajibkan negara menerapkan Islam secara kaffah dalam seluruh bidang kehidupan, sehingga kepribadian Islam pun akan terwujud dalam negara.

 

Kemunculan generasi berkepribadian Islam, harus melalui proses pendidikan yang baik. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan islam, yang bertujuan untuk mencetak generasi bertakwa, bukan hanya menguasai banyak ilmu dan pintar berteori, namun pengetahuan yang dimilikinya akan membangun pemahaman yang tercermin dalam amalnya, keimanan menjadi pondasi perbuatannya.

 

Dalam kitab Isus al Ta’liim Al manhaji disebutkan tujuan pendidikan yakni pertama, membentuk kepribadian Islam bagi peserta didik. Kedua, membekali peserta didik dengan ilmu-ilmu keislaman atau sakofah islamiyah dan yang ketiga, membekali peserta didik dengan ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kehidupan seperti sains dan teknologi. Jadi fungsi strategis pendidikan, tak hanya mentransfer berbagai pengetahuan seperti sains dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia, lebih dari itu pendidikan adalah instrumen pembentuk peradaban dan pandangan hidup suatu bangsa atau umat.

 

Selain itu dalam bingkai keluarga, negara akan menyiapkan para orang tua dan kaum muslimin untuk menyelamatkan para pemuda dari ideologi sesat dan rusak seperti sekularisme kapitalisme, sekaligus mencetak mereka agar cerdas dan bermental pejuang.  Sebab orang tua memiliki kewajiban atas pendidikan anak dalam keluarga, mereka harus menanamkan akidah Islam yang kukuh, sehingga mudah memahami bahwa seluruh amalnya akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat, para orang tua juga harus membimbing para pemuda untuk membangun habit atau kebiasaan Islami sejak awal.

 

Menaati Allah SWT dan meninggalkan kemaksiatan, para pemuda didorong agar giat beribadah, berbakti pada orang tua, rajin menuntut ilmu dan mengerjakan berbagai amal saleh. Inilah pemuda yang dicintai Allah SWT, sebagaimana sabda rasulullah saw “Ada tujuh golongan, yang Allah naungi dalam naungan-Nya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, pemuda yang tumbuh dalam ibadah pada Allah SWT’ ( HR. al-Bhukhari).

 

Tak hanya itu, para pemuda juga harus didorong memiliki kepedulian terhadap kondisi umat serta menjadikan mereka pengemban dakwah yang akan memperjuangkan tegaknya agama Allah SWT, bukan pemuda yang egois hanya memikirkan amalan pribadi dan tidak peduli pada nasib umat, karena itu nyatalah bahwa pemuda berkepribadian Islam pembangun peradaban mulia hanya akan lahir dalam sistem Islam.

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *