Kebakaran Depo BBM dan Hunian Layak dalam Islam
Kebakaran Depo BBM dan Hunian Layak dalam Islam
Pada hari Jumat 3 Maret malam terjadi kebakaran hebat di depo Pertamina Plumpang di jalan Tanah Merah Bawah Kelurahan Rawa Badak Selatan Kecamatan Koja Jakarta Utara, api pertama muncul pada pukul 20.00 Waktu Indonesia Barat berasal dari ledakan pipa bahan bakar minyak di area Depo.
Kepala seksi Ups Damkar Jakarta Utara Abdul Wahid, menjelaskan bahwa berdasarkan informasi awal yang didapatkan pipa yang dialiri oleh BBM itu meledak akibat tersambar petir, kebakaran hebat ini melalap pemukiman warga di sekitarnya.
menurut Data sementara dari Koramil 01 Koja hingga Minggu 5 Maret 2023, korban meninggal berjumlah 19 orang, korban luka-luka berjumlah 49 orang, yang terdiri dari 46 dewasa dan 3 orang anak-anak, sebanyak 37 korban dirawat di rumah sakit dengan luka bakar hingga 95%, sedangkan sisanya luka bakar ringan dan menjalani rawat jalan.
Banyaknya korban jiwa akibat ledakan ini tentu menimbulkan rasa prihatin, kawasan Depo yang seharusnya steril dari pemukiman warga justru terisi dengan rumah-rumah warga yang dibiarkan terus berkembang dan dilegalisasi dengan pembentukan RT, RW dan pemberian KTP, padahal menurut pengamat tata kelola Universitas Trisakti Jakarta Yayat Supriatna, kawasan Depo Plumpang dibangun pada tahun 1974 ketika itu kawasan Jakarta tidak sepadat dan seramai sekarang, Yayat juga mempertanyakan siapa yang memberikan rekomendasi pemukiman penduduk di wilayah yang seharusnya tidak menjadi tempat hunian warga.
Dari musibah ini publik bisa mengamati bahwa ada kesalahan tata kelola kependudukan, tak hanya itu, peristiwa kebakaran Plumpang juga menunjukkan abainya negara terhadap keselamatan rakyat, bahaya yang mengancam keselamatan rakyat nyata-nyata diabaikan oleh negara.
Kejadian kebakaran di Depok Plumpang bukan pertama kalinya terjadi, kejadian serupa pernah terjadi pada tahun 2009 tepatnya pada minggu 18 Januari pukul 21 WIB, kebakaran itu melanda Depo 24 Pertamina Plumpang yang menampung 5000 KM BBM jenis premium.
Meski pernah terjadi peristiwa yang sama, namun tidak ada upaya tegas untuk menangani kasus ini. Bahkan faktanya pemukiman semakin meluas, hal tersebut memang lumrah terjadi dalam tata kelola sebuah negara yang menerapkan sistem kapitalisme.
Ulah Kapitalisme
Kapitalisme membuat negara berlepas tangan dari tugasnya sebagai penjamin kebutuhan rakyat, rakyat harus berupaya sendiri memenuhi sandang, pangan dan papan yang semakin lama tidak terjangkau.
Di kawasan kota besar termasuk di wilayah ibukota, warga berekonomi rendah kesulitan mendapatkan hunian yang layak dan aman, hal ini dikarenakan tata kelola negara kapitalisme hanya mengedepankan keuntungan materi semata, bukan keselamatan warga.
Lahan-lahan yang memang layak dijadikan pemukiman warga banyak dikuasai oleh para kapital properti, mereka membangun apartemen maupun hunian layak tinggal sebagai ajang bisnis, jelas hunian tersebut hanya bisa dijangkau oleh kalangan tertentu, sementara bagi warga yang tidak mampu agar tetap bisa bertahan hidup, mereka terpaksa tinggal di tempat-tempat tidak layak seperti di bawah kolong jembatan atau tempat-tempat yang tidak aman seperti tinggal begitu dekat dengan depo Pertamina.
Inilah gambaran tata kelola kota dalam sistem kapitalisme, yang minim dalam mengutamakan keselamatan rakyat.
Solusi Islam
Sangat berbeda dengan sistem Islam dalam mengurus kebutuhan rakyat, syari’at menetapkan bahwa keberadaan negara adalah sebagai khadimatul umat atau pelayan umat, negara tidak mengambil keuntungan sedikitpun, semata-mata menjalankan perintah Allah SWT dalam mengemban amanah.
Rasulullah saw bersabda “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyatnya,” Hadits Riwayat Bukhari Muslim.
Selain itu keberadaan negara dalam Islam juga sebagai institusi praktis yang mewujudkan maqosidu syariah, karenanya keselamatan warganya menjadi hal utama yang diperhatikan.
Maka ketika sistem Islam mengatur tata wilayah termasuk wilayah pemukiman, tidak akan lepas dari prinsip-prinsip tersebut.
Rancangan tata ruang wilayah negara Islam akan diformulasikan berdasarkan aspek kemaslahatan, dari sisi sains sistem Islam akan memerintahkan para ahli untuk memetakan beberapa jenis lahan-lahan subur yang akan dijadikan lahan pertanian maupun perkebunan, lahan yang kurang subur akan digunakan sebagai kawasan pemukiman dan industri.
Islam juga mengatur agar wilayah pemukiman warga dan industri ada area buffer, sebagai batas area penjaga antara pemukiman warga dan industri.
Sistem Islam juga akan menetapkan sanksi bagi yang melanggar ketentuan tersebut, sehingga dari konsep ini Islam mampu meminimalisir kejadian seperti di depo Pertamina Plumpang.
Salah satu bukti kehebatan tata kelola Islam adalah kawasan tata kelola di wilayah Cordoba Solmes Flick dalam bukunya Islamic in Christian Spain in the Early middle Ages, menguraikan area kota Cordoba terbagi menjadi tiga bagian yakni pusat kota, pinggir kota dan luar kota.
Pusat kota adalah tempat untuk kantor-kantor pemerintahan dan masjid pusat, tujuannya agar masyarakat mudah menjangkau dan mengurus keperluannya di tengah kota, terkonsentrasi sentra-sentra perdagangan seperti pasar perhiasan, kerajinan, toko buku, rempah-rempah, parfum dan masih banyak lagi di pasar perniagaan, kegiatan sosial juga berlangsung di ruas jalan tertentu atau pelataran.
Area pinggir kota adalah area permukiman-permukiman, ini dibangun dengan sistem blok yang terdiri dari 8 sampai 10 rumah mirip seperti cluster perumahan modern, jalan-jalan permukiman juga dibangun mengikuti kontur alam untuk memudahkan sistem drainase.
Tata kota adalah wujud fisik ketika sebuah negara taat kepada syariat penjaga nyawa manusia dan penjamin urusan masyarakat, sebuah sistem tata kota yang tidak akan bisa diwujudkan oleh sistem kapitalisme.
Komentar