Pejabat Amanah Tidak Bergaya Hidup Mewah

Besarnya kekayaan pejabat di lingkungan Ditjen pajak kembali menjadi sorotan, hal ini mencuat pasca warganet menyoroti gaya hidup mewah keluarga Ditjen pajak yang dianggap janggal.

 

Menyikapi perilaku para oknum yang telah merugikan negara dan rakyat, praktik korupsi dan kasus suap yang kerap melibatkan para oknum pegawai pajak bak parasit, sekalipun sudah ada yang tertangkap dan diberi hukuman. Namun para mafia pajak ini seolah tidak bisa hilang, bahkan terkesan makin banyak dan makin lihai.

 

Di sisi lain, institusi ini sedang gencar meningkatkan pendapatan pajak dan mensosialisasikan pentingnya peranan uang pajak dalam pembangunan, namun para oknum ini justru menunjukkan fakta sebaliknya. Tentunya fakta ini juga semakin menguak bobroknya sistem pajak dalam negara kapitalisme.

 

Kapitalisme Penyebabnya

 

Dalam sistem kapitalisme, pajak merupakan bagian dari kebijakan fiskal, pajak dapat membantu kestabilan ekonomi dan bisnis, karena mampu menyesuaikan pengeluaran negara dengan pendapatan yang diterima dari pajak. Karena itu pajak senantiasa digunakan sebagai dana segar bagi negara kapitalisme untuk menutupi defisit anggaran. Inilah alasan mengapa masyarakat terus-menerus dibebani pajak.

 

Kepemimpinan kapitalisme juga menyuburkan praktik korupsi di semua lembaganya, ini memang sebuah keniscayaan, sebab akidah kapitalisme yang bertumpu pada asas sekulerisme, yakni paham yang memisahkan agama dari kehidupan membuat manusia menjadi mudah berkhianat atau tidak amanah.

 

Sekulerisme tidak mengenal pahala dan dosa ataupun halal dan haram, akhirnya amal manusia hanya bertumpu pada kepentingan manusia itu sendiri yaitu materi, para koruptor tidak merasa berdosa ketika menyalahgunakan kekuasaan untuk memperkaya diri, sedangkan penegak hukum sering menjadi partner para koruptor agar sanksi yang diberikan bisa di ringankan. Alhasil praktik korupsi semakin hari semakin marak.

 

Solusi Islam

 

Sangat berbeda dengan sistem Islam, ketika mengurus urusan rakyat sistem yang berdiri di atas asas akidah Islam, hal ini membuat semua urusan rakyat dan tata negara harus sesuai dengan syariat Islam, termasuk mekanisme pajak dan mengurus para koruptor dalam Islam.

 

Pajak dikenal dengan istilah dharibah, Syeikh Abdul Qodim Zhalum dalam kitabnya Al amwal halaman 129 mendefinisikan dharibah adalah sebagai harta yang diwajibkan Allah ta’ala kepada kaum muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka dalam kondisi ketika tidak ada harta di Baitul Mal kaum muslimin.

 

Untuk membiayainya, Syeikh Takiyudin dalam kitabnya Muqaddimah Islam menjelaskan, bahwa pajak bukanlah sumber tetap pendapatan Baitul Mal atau kas negara. Pendapatan ini bersifat insidental, ketika kondisi kas negara kosong dan pajak hanya dibebankan kepada kaum Muslimin.

 

Adapun kaum Muslimin yang wajib membayar pajak dalam kondisi Baitul Mal kekurangan atau kosong adalah mereka yang memiliki kelebihan harta, kelebihan ini dihitung dari sisa harta kekayaan individu muslim setelah mereka mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarganya.

 

Jadi terlihat sangat jelas perbedaan pajak dalam Islam dengan pajak dalam kapitalisme, Konsep ini tentu akan membawa pada kesejahteraan rakyat, karena mereka tidak dibebani oleh pungutan dari negara. Sedangkan untuk menangani kasus korupsi, Islam memiliki mekanisme khusus untuk mengurusnya.

 

Dalam Islam, untuk membuktikan kasus dugaan korupsi tidak bertele-tele, karena pembuktiannya dengan cara pembuktian terbalik atas kekayaan pejabat, hal ini yang dilakukan oleh para Khalifah.

 

Salah satu diantaranya adalah Khalifah Umar bin Khattab, Ibnu Abdul rabbih dalam kitab Al ikhfarid Juz 1 halaman 46 hingga 47 menjelaskan, jika Khalifah Umar bin Khattab mendapati kekayaan seorang Wali atau Amil atau kepala negara bertambah secara tidak wajar, beliau meminta pejabat tersebut menjelaskan asal usul harta tambahan tak wajar tersebut, jika penjelasannya tidak memuaskan maka kelebihannya disita atau dibagi dua, separuhnya diserahkan ke Baitul Mal.

 

Hal ini pernah beliau lakukan kepada Abu Hurairah, Utbah bin Abu Sufyan juga Amru bin al- Ash. Khalifah Umar juga pernah menyuruh mujashi bin Mas’ud membuang gorden rumahnya. Ibnu Sya’ban meriwayatkan bahwa Khalifah Umar pernah menyuruh Mujashi bin Mas’ud untuk melakukan suatu tugas setelah itu sampai berita kepada Khalifah bahwa istrinya memperbarui rumahnya.

 

Umar kemudian menulis surat kepada Mujashi yang berisi : dari hamba Allah, Amirul Mukminin kepadamu Mujashi bin Mas’ud, semoga keselamatan selalu terlimpah kepada kamu. Adapun setelah sampai berita kepadaku, bahwa Khodiroh istrimu memperbarui rumah, jika suratku ini sampai maka janganlah kamu meletakkannya sebelum kamu merusak gorden-gordennya. Sambil memegang surat dia mengatakan kepada kaumnya, bangkitlah kalian, Mujashi pergi ke arah pintu rumahnya dan bertemu dengan istrinya yang kemudian bertanya, apa yang menimpamu? Mujashi kemudian menjawab, kamu telah menyebabkan aku dimarahi. Istrinya kemudian pergi dan berkata kepada orang-orang, masuklah kalian ke dalam rumahku, ambillah gorden-gorden kemudian hancurkanlah. Mereka mengambil gorden- gorden rumah dan melemparkannya ke tanah.

 

Surat Khalifah Umar sendiri masih berada di tangan Mujashi, apa yang salah dari istri Mujashi sebenarnya tidak ada, dia memakai harta halal untuk membeli gorden dan gorden itu dipasang di rumahnya sendiri sehingga secara hukum memang mubah dan boleh dilakukan, Namin pesan yang ingin disampaikan oleh Khalifah Umar adalah seorang pejabat janganlah bergaya hidup mewah dan berlebih-lebihan selama masih didapati rakyatnya, banyak yang kekurangan.

 

Konsep pembuktian terbalik dan perintah kesederhanaan bagi pejabat ini membuat negara mudah menindak kasus korupsi di kalangan pejabatnya, di sisi lain sistem Islam memilih pegawainya berdasarkan ketakwaan, kapabilitas dan profesionalitas.

 

Kriteria ini menjadikan pejabat negara adalah orang-orang yang amanah dan bukan orang yang gemar hidup mewah, mereka juga akan menjauhkan diri dari berbagai perbuatan curang sebagai buah keimanan kuat terhadap adanya penghisaban di hari akhir.

 

Alhasil urusan rakyat akan ditangani oleh orang-orang yang tepat, demikianlah solusi yang ditawarkan Islam untuk menyelesaikan carut marut kondisi saat ini.

Artikel Lainnya

Korupsi Bak Penyakit Akut, Sembuhkan Dengan Solusi Komprehensif

Kasus korupsi bak penyakit akut yang seolah tak memiliki penawar. Faktanya, jelajah korupsi di negeri ini kian membumbung tinggi, bukan hanya laki-laki, perempuan pun ikut aktif dalam kasus tersebut. Berbagai strategi telah dilakukan, mulai dari studi banding, mendirikan lembaga antikorupsi, hingga merumuskan regulasi yang bersifat preventif dan penetapan sanksi bagi para koruptor. Nihil, strategi dan regulasi yang dilakukan sedikitpun tidak memberikan dampak mengguritanya kasus korupsi.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *