Kemiskinan Pemicu Perdagangan Manusia Dalam Sistem Kapitalisme
Kemiskinan Pemicu Perdagangan Manusia Dalam Sistem Kapitalisme
Dilansir dari ANTARA, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan perlunya upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), ketika ia memimpin pertemuan Bali Process di Adelaide, Australia, pada Jumat (10/2). Bahwa adanya isu tindak pidana perdagangan orang semakin kompleks dengan meningkatnya jumlah irregular migrant. Mengacu pada data Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), yang memperkirakan 10,9 juta orang di Asia Pasifik terancam terusir tahun ini akibat berbagai faktor, mulai dari konflik, perubahan iklim, hingga kesulitan ekonomi.
Pelaku kejahatan tindak pidana perdagangan orang juga kian canggih, dengan menggunakan teknologi untuk melakukan aksi mereka, sehingga semakin sulit untuk diidentifikasi. Para korban, terkhusus perempuan, semakin rentan mengalami tindak kekerasan. menurut Retno, Bali Process harus mampu beradaptasi terhadap tantangan yang kian berkembang, dengan itu memperkuat upaya pencegahan TPPO dan memerangi penyalahgunaan teknologi.
Retno juga mengatakan, bahwa dunia usaha harus berperan mengatasi tindak pidana perdagangan manusia termasuk kerja paksa dalam kegiatan usaha dan rantai pasok mereka. Berdasarkan data dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), setiap hari terdapat 27,6 juta orang menjadi korban kerja paksa. Mayoritas dari kasus tersebut bermula dari buruknya prosedur rekrutmen termasuk yang dilakukan melalui TPPO.
Perdagangan manusia atau lebih sering dikenal dengan sebutan human trafficking memang tidak ada pernah ada kata usai. Faktor kemiskinan digadang-gadang menjadi penyebab utama kasus ini. Indonesia sendiri sebagai negara berkembang selalu menghadapi masalah ini, baik perdagangan manusia di dalam negeri maupun luar negeri. Apalagi dengan kondisi ekonomi buruk yang senantiasa menghantui masyarakat kecil, hal ini semakin membuka peluang bagi para pelaku human trafficking.
Faktor kemiskinan dan ekonomi yang menjadi latar belakang para korban terjebak dalam masalah human trafficking. Di balik itu semua, akar problematika terbesar berada pada sistem kapitalisme demokrasi yang diadopsi oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Kapitalisme seolah merestui perdagangan manusia, terkhusus perempuan yang banyak menjadi korban bahkan dominan. Perempuan dipandang layaknya komoditas bernilai tinggi yang bisa dieksploitasi baik secara sukarela maupun terpaksa.
Human trafficking atau perdagangan manusia bukan saja illegal seperti kasus yang telah disebutkan sebelumnya, yang dianggap legal saja seperti pengiriman TKW ke luar negeri pun mampu menyumbang devisa sangat besar bagi perekonomian bangsa ini. Perempuan lebih banyak dikirim ke luar negeri untuk menjadi pekerja migran Indonesia karena pekerja perempuan bisa dibayar murah namun ketekunan dan hasil kerja mereka bisa lebih baik dari laki-laki.
Ironi, negara yang memiliki sumber daya alam luar biasa melimpah, sedangkan masyarakat harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa negara ini menggadaikan kekayaannya untuk asing bukan untuk menyejahterakan warganya yang miskin tanpa adanya kesejahteraan. Bukan hanya sumber daya alam saja yang dijual, diri mereka pun secara ‘terpaksa dijual’ ke luar negeri atau ke orang asing demi mendapatkan kebutuhan hidupnya. Inilah kekejian human trafficking di sistem kapitalisme liberal, yang syarat dengan kebebasan.
Islam Menghapus Human Trafficking Dan Kemiskinan
Islam telah mengharamkan jual beli manusia, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: Allah Azza wa Jalla berfirman: “Tiga golongan yang Aku akan menjadi musuh mereka di hari Kiamat; pertama: seorang yang bersumpah atas nama-Ku lalu ia tidak menepatinya, kedua: seseorang yang menjual manusia merdeka dan memakan hasil penjualannya.”
Sebagai seorang muslim yang meyakini Islam sebagai agama yang benar dan hidup di negara yang mayoritas muslim, kita seharusnya tidak kebingungan di dalam mencari solusi problematika kehidupan. Oleh karena Islam merupakan agama yang paripurna dan menyeluruh. Secara konsep dan sejarah, Islam mampu menjadi problem solver dalam segala aspek dalam kehidupan.
Termasuk di dalamnya mencegah dan mengatasi terjadinya human trafficking atau penjualan manusia dimana Islam memiliki seperangkat aturan yang lengkap dengan solusi yang efektif untuk memutus mata rantai trafficking. Dengan mekanismenya adalah sebagai berikut:
Pertama, sistem ekonomi Islam yang diterapkan dalam menjalani perekonomian yang menyejahterakan rakyatnya. Penerapan sistem ekonomi Islam ini akan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Sumber daya alam yang melimpah tidak boleh dieksploitasi dan dimiliki segelintir orang, sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme. Namun, SDA wajib dikelola oleh negara, yang hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk fasilitas pendidikan, keamanan, kesehatan dan lain sebagainya. Bukan hal mustahil jika pelayanan kesehatan dan pendidikan diberikan secara cuma-cuma karena penerapan sistem ekonomi Islam mengkondisikan demikian.
Kedua, tatanan Islam menjamin setiap perempuan tidak menjadi korban eksploitasi dan perdagangan orang melalui dua hukum; yakni hukum nafkah perempuan dalam tanggungan wali, serta hukum keharaman bagi perempuan memanfaatkan aspek feminitas dalam bidang pekerjaan. Keberadaan negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang seluasnya, terutama bagi laki-laki, sebab Islam mendudukkan mereka sebagai pencari nafkah. Dengan cara seperti ini, diharapkan segala kebutuhan para perempuan akan terpenuhi, tanpa harus bersusah payah bekerja.
Ketiga, peradilan negara hadir untuk memberi hak gugat bagi perempuan atas nafkah, menghukum semua pihak yang wajib memberi nafkah bagi para perempuan, serta menutup celah semua lapangan kerja yang memanfaatkan dan mengeksploitasi sisi feminitas perempuan.
Keempat, negara Islam akan memberi hukuman yang tegas dan memberikan efek jera bagi siapa pun pelaku human trafficking, tanpa pandang bulu. Termasuk dalam propaganda di tengah-tengah masyarakat tentang betapa seriusnya tugas negara dalam menumpas kejahatan tersebut. Sehingga orang akan berpikir ulang ribuan kali, sebelum memutuskan untuk melakukan kejahatan.
Solusi atas masalah human trafficking dan kemiskinan menurut pandangan Islam. Solusi tersebut berdasar atas aqidah Islam, bukan hanya berhenti di tataran konsep atau teoritis semata, namun bisa diaplikasikan dalam seluruh aspek kehidupan secara menyeluruh.
Wallahu’alam bishowwab.
Oleh : Eni Yani
Komentar