Diabetes Pada Anak Meningkat, Negara Gagal Melindungi Generasi

Oleh: Khadijah An Najm 

Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Muhammad Faizi, SpA (K) mengatakan, prevalensi kasus diabetes pada anak meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023. Jumlah tersebut dibandingkan dengan jumlah diabetesi anak tahun 2010. 

 

IDAI mencatat, ada 1.645 anak dengan diabetes melitus yang tersebar di 13 kota di Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Semarang, Yogakarta, Solo, Denpasar, Palembang, Padang, Medan, Makassar, dan Manado.

 

Menurut data IDAI, kasus diabetes pada anak terbanyak ada di Jakarta dan Surabaya. Kasus diabetes lebih banyak ditemukan pada anak perempuan (59,3 persen) dibandingkan pada anak laki-laki. (Liputan 6,03/02/2023)

 

Efek konsumsi makanan tidak sehat

Peningkatan jumlah penderita Diabetes pada anak hingga 70 kali lipat disinyalir efek dari konsumsi makanan yang tidak sehat. Banyak jenis makanan dan jajanan anak yang beredar di pasar dengan kadar karbohidrat tinggi, berpemanis dan minyak . Disadari atau tidak beredarnya makanan tidak sehat ini adalah faktor utama ditambah lagi pola hidup tidak sehat, kurang gerak dan kurang tidur. Apalagi ketika anak doyan gadget otomatis anak geraknya kurang banyak duduk fokus nonton gadget.

 

Menjamurnya makanan dan minuman berpemanis telah menjadi faktor utama peningkatan resiko diabetes pada anak. Apalagi jenis jajanan ini murah dan mudah dijangkau. Bahkan beredar bebas ditengah kehidupan kita baik di desa maupun di kota, makanan ini tidak bisa dihindari jika orang tua tidak mengawasi pola konsumsi anak. Wajar saja jika setiap hari anak banyak mengkonsumsi makan ini meski resiko diabetes tinggi.

 

Ada dua hal yang menjadi faktor tingginya konsumsi makanan berpemanis. Pertama, tingginya kemiskinan. Kemiskinan memang telah memaksa rakyat makan seadanya dan apa adanya tanpa memikirkan kandungan gizi dan bahaya. Apalagi banyak orang tua yang tidak faham tentang makanan yang sehat karena kurangnya literasi kesehatan. Kemiskinan ini menambah besarnya kesalahan dalam pola makan. Benar, bahwa makanan berprotein, buah atau sayuran kaya serat merupakan makanan yang sehat bagi tubuh. Akan tetapi makanan sehat ini harganya jauh lebih mahal dan sulit dijangkau. Sementara makan berpemanis tersedia dimana saja dengan harga murah meriah. Bahkan setiap warung dan toko pasti menyediakan dan menjamur dimana-mana.

Tingginya kemiskinan ini juga menjadikan para pemodal dalam hal ini industri menggunakan bahan yang terjangkau dan murah dalam olahan makan meski berbahaya. Sebut saja pemanis buatan, pewarna, pengawet dan perisa rasa. Banyak para pedagang menggunakan bahan yang sebenarnya berbahaya. Akan tetapi karena keterbatasan modal dan persaingan yang berat akhirnya menggunakan bahan murah meski berbahaya.

Kedua, keserakahan manusia. Ini merupakan faktor yang sangat besar efeknya. Sistem kapitalis telah menghalalkan segala cara demi meraup keuntungan. Para pelaku industri demi meraih untung yang besar rela memproduksi berbagai jenis makanan dan minuman secara besar-besaran dan gila-gilaan tanpa memikirkan nasib konsumen yang akan mengkonsumsi produknya. Mereka hanya sibuk memikirkan untung dan menggencarkan promosi dan memperluas pemasaran. Sementara rakyat yang tidak tahu banyak hal menjadi korban produk berbahaya.

Negara Abai

Ini adalah kesalahan terbesar negara dan pemimpin dalam sistem demokrasi. Negara abai terhadap keselamatan dan kesehatan rakyat. Negara dengan berbagai regulasi yang dibuat ternyata faktanya belum mampu melindungi rakyat. Buktinya makanan dan minuman tidak sehat tetap beredar bebas dan luas. Masyarakat dibiarkan memilih sendiri. Ini menunjukkan negara sebenarnya tidak mau tahu dan tidak peduli dengan kesehatan rakyat. Negara tetap membiarkan menjamurnya industri makanan dan minuman berpemanis dan berbahaya.

Padahal seharusnya sebagai pemimpin, negara harus memastikan makanan dan minuman yang beredar semua halal dan Tayyib. Karena hal ini berhubungan dengan masa depan generasi. Berhubungan dengan anak-anak umat yang kelak akan melanjutkan estafet kepemimpinan negara. Jika anak-anak sejak kecil sudah sakit-sakitan, kepada siapa keluarga menitipkan pesan perjuangan Islam, kepada siapa umat menitipkan estafet dakwah dan pengembanan risalah Islam.

Sungguh Islam telah menjelaskan bahwa pemimpin itu hakikatnya pengembala sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
Imam yang diangkat untuk memimpin manusia itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)(HR. Bukhari).

Hadits ini menunjukkan bahwa perlindungan yang diberikan pemimpin kepada rakyat seharusnya totalitas. Tidak ada pengembala yang akan membiarkan gembalaannya lapar, sakit, sekarat dan dalam bahaya. Setiap pengembala pasti mengawasi gembalaannya supaya tidak diterkam binatang buas, memastikan semuanya sehat dan dapat asupan makanan dan gizi yang cukup.

Solusi Islam

Hanya dalam sistem Islam negara benar-benar hadir dan menunaikan perannya dengan benar. Pemimpin yang sadar bahwa abai terhadap rakyat akan berakhir sesal di akhirat. Pemimpin yang sadar bahwa amanah kepemimpinan di tangannya menuntut dia untuk menunaikan semua hak warganya individu per individu. Menjaga rakyat dari kemiskinan, kerusakan dan bahaya.

Dalam sistem Islam negera akan mengawasi peredaran pangan di tengah masyarakat. Negara memastikan semua pangan yang beredar harus halal dan thayyib. Negara islam memberikan jaminan perlindungan atas terpenuhinya kebutuhan makanan yang halal dan thaayyib bagi rakyatnya.

Khatimah

Sudah saatnya umat manusia sadar bahwa perlindungan yang diberikan sistem sekuler kapitalisme dalam hal makanan dan minuman jauh panggang dari api. Sistem ini tidak mampu menyelesaikan persoalan umat. Yang ada justru menambah derita umat. Hanya dengan sistem Islam umat mampu selamat dan terlindungi sepenuhnya.

Wallahu ‘alam

Artikel Lainnya

RUU Kesehatan dan Ancaman Liberalisasi Kesehatan

RUU kesehatan saat ini sedang pada tahap pembahasan antara DPR RI dengan pemerintah. Meskipun Kementerian Kesehatan mengusulkan tambahan pasar yang berkaitan dengan perlindungan hukum untuk dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya, akan tetapi dalam rancangan undang-undang kesehatan masih ada persoalan serius di dalamnya. Melalui RUU ini pemerintah akan mempermudah dokter asing maupun dokter diaspora untuk beroperasi di dalam negeri.

Katadata.co.id. Aturan ini tertuang dalam draft revisi undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Draft tersebut mengatur mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan asing yang dapat beroperasi dalam negeri dengan syarat yang diatur pada pasal 233 dan pasal 234.

Namun hal tersebut tidak menjadi pilihan, hal ini wajar terjadi sebab kesehatan dalam perspektif negara yang menerapkan sistem kapitalis sekuler adalah jasa yang harus dikomersialkan. Negara akan berhitung untung rugi ketika membuat kebijakan untuk menjamin berlangsungan komersialisasi.

Berbeda dengan sistem peraturan dalam Islam, kehadiran penguasa atau khalifah itu sebagai pelaksana syariah secara Kaffah yaitu untuk menjamin pelayanan kesehatan terbaik bagi seluruh warga negaranya baik muslim ataupun non muslim, kaya ataupun miskin. Sebab dalam pandangan Islam kesehatan adalah kebutuhan pokok publik yang menjadi tanggung jawab negara bukan jasa untuk dikomersialkan.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda yang artinya “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (Hadits Riwayat Bukhari). Sehingga apapun alasannya tidak dibenarkan dalam negara Khilafah ada program yang bertujuan mengkomersialisasi Pelayanan Kesehatan, baik dalam bentuk investasi atau menarik bayaran kepada rakyat untuk mendapatkan untung sebagai pelayan rakyat.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *