2023: Menebas Resolusi Setan Dengan Iman
Tahun sudah berganti, memasuki 2023 banyak resolusi yang diucapkan baik oleh individu masyarakat, publik figur maupun para pejabat negeri ini. Dari mulai resolusi yang sepele hingga cetar membahana. Namun tahukah anda, sejak zaman Nabi Adam, setan, salah satu makluk ciptaan Allah juga telah membuat resolusi? Lebih dahsyat karena batas waktu pencapaiannya hingga sangkalala ditiupkan alias hingga zaman diakhiri oleh Allah.
Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam Qur’an surat Al Isra: 61-64, terdapat sebuah percakapan antara setan dengan Allah, dimulai dari perintah Allah kepada seluruh makluk ciptaanNya termasuk malaikat dan setan untuk menyembah Adam. Ini adalah penyembahan penghormatan, bukan peribadahan, sebab sebagai hamba tetaplah hanya Allah SWT yang patut disembah.
Setan dengan congkak menolak perintah itu, apa latar belakangnya? Karena ia diciptakan dari api sedang Adam dari tanah liat, setan merasa lebih mulia dibanding Adam. Bertanyalah setan,”Apakah aku harus bersujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?”, berlanjut dengan pertanyaan berikut yang tak kalah sombongnya, “Terangkanlah kepadaku, inikah yang lebih Engkau muliakan daripada aku? Sekiranya Engkau memberi waktu kepadaku sampai hari Kiamat, pasti akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil.”
Inilah tipu daya setan yang pertama, secara fakta ia tak memiliki kekuasaan untuk mengubah apapun, terbukti ia meminta sejumlah waktu untuk menggoda Adam dan anak keturunannya. Artinya lagi, dia tidak memiliki kekuasaan hakiki untuk melakukan apapun kecuali seizin Allah, namun ia tetap berlaku sombong. Menolak kebenaran dan menganggap diri sendiri lebih mulia.
Jika kita padankan dengan hari ini, sangat banyak manusia yang memiliki sifat dan perilaku mirip setan. Mereka sibuk mencari celah orang lain, baik yang sudah mengkaji Islam maupun belum, namun mereka lupa bahwa diri sendiri masih banyak kekurangannya. Kembali pada percakapan setan dan Allah SWT, pada ayat 63, Allah memberikan izin dengan berfirman,”Pergilah, tetapi barang siapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sungguh, neraka Jahanamlah balasanmu semua, sebagai pembalasan yang cukup.”
Mengapa Allah SWT mengizinkan setan melakukan tipu daya dan segala makar? Apakah Allah penyuka keburukan? Tentu ini bertentangan dengan apa yang disampaikan sahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda, “Tatkala Allah menciptakan para makhluk, Dia menulis dalam kitab-Nya, yang kitab itu terletak di sisi-Nya di atas ‘Arsy, “Sesungguhnya rahmat-Ku lebih mengalahkan kemurkaan-Ku.” (HR. Bukhari no. 6855 dan Muslim no. 2751).
Artinya, izin Allah Saw tetaplah menggambarkan betapa Allah sangat besar Rahmatnya. Pernah tidak kita sadar bahwa sesuatu itu berharga ketika kita kehilangan, sakit dan mengalami ketidak beruntungan? Begitulah, ketika kita larut dalam kemaksiatan, terlena dan semakin jauh, ketika kemudian kita dikembalikan baik oleh kemukzizatan maupun peristiwa yang menyentuh nurani, kita akan sadar betapa besar yang kita miliki, yaitu iman, Rahmat dan kasih sayang Allah.
Artinya lagi, taat dan durhaka, menjadi baik atau menjadi buruk itu pilihan. Ranah yang bisa dikuasai manusia, itulah mengapa manusia diberi akal supaya dengannya mampu membedakan. Jadi, jika seseorang buruk perilakunya, maksiat sepanjang waktu, belum tentu akan demikian hingga wafat, bisa jadi suatu saat ia berubah menjadi baik karena ia memilih untuk baik. Allah dengan adil berfirman, bagi siapapun yang memilih mengikuti setan, nerakalah balasannya. Ditutup dengan kalimat dan itu cukup. Bukankah dahsyat akibat kalau kita memilih mengikuti setan? Kalau slogan jamu tradisional saja bisa bilang,” Orang pintar minumnya..” apalagi kita Muslim, tentu akan berkata, “ Orang beriman pilihnya Islam”.
Jika sekarang banyak orang jahat, itu lain permasalah, bahasannya akan lebih kompleks, akan membutuhkan waktu satu kali dua jam dalam sepekan, alias ngaji Islam Kaffah dulu baru paham.
Ayat 64, Allah memberikan berbagai cara yang bisa ditempuh setan dalam memperdaya anak Adam, dengan suara ( nyanyian, lagi, tari), boleh mengerahkan pasukan yang berkuda atau berjalan kaki, bersekutu dalam harta dan anak-anak Bani Adam, bahkan boleh memberi janji kepada anak Adam dengan ditutup firman Allah,” Padahal setan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka”. Mirip janji para capres dan cawapres bukan? atau calon anggota legislatif yang wara wiri wajahnya di baliho besar baik jalan utama maupun jalan pedesaan, dengan senyum sumringah menebar janji. Setelah terpilih, janji itu hilang bak tersapu angin, Maha Benar Allah dengan segala firmanNya.
Ayat-ayat di atas, adalah resolusi setan yang tak lekang oleh zaman. Berapa banyak manusia yang ketika diberitahu tentang kebenaran dalam Islam meremehkan? Ketika diminta menutup aurat bergeming bahkan menuduh yang menasehati aliran garis keras? Berapa banyak yang diminta mencampakkan sistem sekuler mengatakan anda tak tahu politik dan lainnya? Bukankah mereka tergoda dengan bujuk rayu setan yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik jika mengikuti mereka?
Padahal, wabah dan bencana bergantian menimpa kita, lebih parah adalah penyakit sosial yang kemudian melemahkan generasi. Generasi yang lebay, alay, gampang depresi, miskin visi dan misi hidup yang hakiki. Boleh dikata, kita dikepung pemikiran sekuler dari berbagai sisi, pendidikan ,ekonomi, sosial dan lain sebagainya, sehingga memandang Islam sedemikian buruk, hanya sebagai pengatur ibadah ritual bukan pedoman hidup.
Mungkin pernah mendengar kalimat, “ maunya mati diurus dengan Islam namun mengapa saat hidup mati-matian menolak Islam?”. Ya, ironi! Saat hidup, saat nafas masih dikandung badan, saat banyak kesempatan untuk mengumpulkan bekal akhirat justru kita tenggelam dalam kubangan dosa dan sibuk mengikuti apa kata setan. Semestinya, jika kita telah membaca dan memahami QS Al Isra : 61-64 ini bersegera mengubah arah pandang dalam kehidupan, bahkan tak muluk-muluk jika menjadikan kesadaran untuk kembali kepada Islam Kaffah sebagai resolusi termutakhir kita.
2023: Menebas Resolusi Setan Dengan Iman. Ya, di ayat 65 Allah SWT menegaskan, bahwa Hamba Allah sajalah yang bisa lolos dari godaan setan, ia masuk dalam golongan yang disebut Allah di ayat 62 yaitu hanya sebagian kecil saja. Yang disebut hamba Allah sudah pasti adalah setiap orang yang mengiklankan dirinya untuk dimiliki dan dikuasai ( menjadi hamba) oleh Allah. Artinya, baik pemikiran maupun nafsiyahnya ( emosinya) distandarkan pada syariat Allah. Halal haram menjadi tolok ukur perbuatannya.
Resolusi terhebat yang harus dimiliki oleh setiap muslim yang mukmin. Menjadi hamba Allah, yang tak gentar dengan berbagai hambatan, baik dari diri sendiri maupun lingkungan, yang tatapan matanya jauh ke surga tempat pemberhentian terakhir yang abadi. Mengubah kehidupan menjadi sesuai syariat dan mencabut sistem kufur, menjadikan hanya Allah SWT satu-satunya yang patut disembah, bukan kekuatan lain, apalagi sekulerisme.
Dan ini butuh perjuangan, sifat keimanan naik dan turun, iman pun tak tumbuh sendirinya bak jamur di musim penghujan, namun harus selalu dibingkai dalam bentuk pembinaan yang terus menerus dengan tsaqofah Islam. Agar semakin matang, menghujam di relung hati dan mampu mengawal setiap perilaku kita hingga kelak ruh kita harus berpisah dari jasad. Wallahu a’ lam bish showab.
Komentar