Multaqa Ulama al Qur’an Nusantara , Harapan Umat

Kementerian Agama (Kemenag) telah menggelar Multaqa Ulama Al Quran Nusantara, yakni ajang pertemuan para ulama Al Quran yang berlangsung di Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, pada 15-17 November 2022 yang lalu.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, M. Ali RamdhaniIa mengatakan peran ulama Al Quran sangat penting dalam mendorong terciptanya harmonisasi umat manusia di dunia. Al Quran memiliki nilai-nilai luhur yang dijadikan sebagai penuntun hidup oleh pemeluknya.“Oleh karenanya, agar umat tetap terpelihara harmonisasinya dalam mengimplementasikan nilai-nilai luhur tersebut, jalan dialog atau multaqa menjadi cara untuk saling memahami harus dikedepankan,” katanya.

M Ali Ramdhani menambahkan bahwa multaqa ini bertujuan untuk memfasilitasi berbagai gagasan berkaitan dengan Al Quran. Hasil dari multaqa ini akan ditindaklanjuti dengan berbagai kesepakatan, rekomendasi kebijakan, kerja sama, dan aksi lainnya.

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, Waryono mengatakan bahwa Kemenag telah melibatkan banyak ulama Al Quran dalam multaqa ini. Mereka berasal dari kalangan pesantren, perguruan tinggi, lembaga pendidikan Al Quran, dan lembaga lainnya.

“Kami sengaja mengundang berbagai elemen ulama Al Quran, baik dalam maupun luar negeri, tentunya untuk memperkaya dan memperkokoh pemahaman tentang situasi terkini, khususnya berkaitan dengan Al Quran.”

Dan Multaqa ulama Nusantara ini menghasilkan enam rekomendasi salah satunya adalah pengarusutamaan wasathiyah Islam. Multaqa ini mengangkat tema “Pesan Wasathiyah Ulama Al-Qur’an Nusantara”. Para peserta berdiskusi dalam beberapa sessi panel. Malam puncak panel menghadirkan tiga narasumber, yaitu: Prof Dr. Said Agil Husin Al-Munawwar, dan KH. Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. Sementara Prof Dr. M. Quraish Shihab menyampaikan materinya secara daring.

Harapannya Multaqa Ulama Melahirkan Solusi Shahih

Di tengah kesulitan yang mendera rakyat, agenda kemenag yaitu Multaqa ( pertemuan) para ulama ditanggapi positif oleh rakyat. Ada harapan terwujudnya ketentraman melalui penerapan Alquran sebagai sumber hukum menggantikan sumber hukum hari ini. Berkumpulnya para ulama, orang-orang yang paham agama dan memiliki dedikasi tinggi untuk keilmuan Islam tentunya akan sangat dibutuhkan kontribusinya bagi umat dan masa depan umat yang lebih baik.

Lebih jauh lagi mampu menjadi jembatan yang akan mewujudkan Islam sebagai Rahmat bagi seluruh alam. Namun sepertinya, sebagaimana kebijakan terdahulunya, harapan akan pupus sebelum berkembang. Mengingat moderasi beragama atau yang mereka sebut dengan wasathiyah yang diaruskan oleh negara dan juga tatanan global yang justru hari ini disuarakan. Dikampanyekan seolah baik, padahal hanya hanyalah hasil dari sesat berpikir.

Bak jauh api dari panggang, jelas tak akan menemukan titik temu, pada akhirnya pertemuan para ulama ini pun hanya jadi wacana hambar dan tak lebih dari sekadar pertemuan silahturahmi. Padahal persoalan yang menjerat umat sudah sedemikian parah. Berawal dari ketidaksejateraan dampak diterapkannya ekonomi kapitalis, kesenjangan antara miskin dan kaya sangat lebar, yang kaya tak henti-hentinya menunjukkan kekayaannya, yang miskin tak henti-hentinya bermimpi hingga depresi memiliki gaya hidup yang sama.

Akhirnya segala cara ditempuh, tak penting lagi halal haram, pendidikan yang semestinya bisa menjadi tameng, justru dikerdilkan hanya untuk memperoleh nilai materi, semestinya disinilah urgensitas kehadiran kurikulum yang berlandaskan akidah itu dibutuhkan . Bukan menambah kegaduhan dengan memberi stigma negatif kepada Islam dan mengobral islam nusantara, moderasi beragama dan lain sebagainya yang jelas tak memiliki akar dalam Islam yang dibawa Rasulullah Saw.

Islam Tidak Perlu direvisi

Maka, bisakah dimasukkan logika, bahwa pertemuan para ulama dalam Multaqa ulama ini akan sukses mengangkat persoalan umat? Jawabannya tentu tidak samasekali! Yang ada umat justru semakin jauh dari gambaran Islam yang shahih. Islam tak perlu direvisi bahkan diberi embel-embel penyebutan yang juga bukan berasal dari Islam. Pemaksaan kehendak ini sesungguhnya lahir dari kelemahan proses berpikir benar. Dan akan fatal akibatnya jika para ulama, yang notabene simpul umat membawanya dan mengkampanyekan ke tengah-tengah umat. Hal ini akan menciptakan polarisasi.

Ulama dalam Islam kedudukannya sangat dihormati, tercatat banyak dari pemimpin Islam, Khalifah yang dekat dengan ulama dan senantiasa para ulama itu mengawal setiap kebijakan yang diambil oleh para khalifah, tentu berdasar keilmuannya, ketawaduannya dan keikhlasannya. Ulama sepanjang sejarah Islam selalu berada di garda terdepan mencerdaskan umat, bermuhasabah kepada penguasa dan senantiasa menjadi rujukan umat.

Alangkah sayangnya jika keistimewaan itu justru kabur hanya untuk kepentingan duniawi. Hanya dalam bingkai negara Khilafah lah Multaqa ini akan memberi dampak positif terhadap kehidupan , membangun masyarakat yang makin bertakwa dan membawa rahmat bagi sesama. Sebab segala sesuatu yang berhubungan dengan jabatan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah, terlebih ketika rakyat menjadi sengsara karena tidak adanya penerapan hukum syara. Wallahu a’ lam bish showab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *