Perjuangan Meraih Kemuliaan dengan Islam
Presiden Joko Widodo menyampaikan ucapan selamat Hari Pahlawan melalui unggahan akun twitter resminya @jokowi pada Kamis, 10 November 2022, dalam unggahannya tersebut presiden mengingatkanmasyarakat tentang pengorbanan para pahlawan untuk Indonesia. “Pengorbanan para pejuang yang bertaruh nyawa untuk tegak dan berdirinya Republik Indonesia yang kita cintai ini takkan sia-sia,”tulisnya. “Generasi penerus para pahlawan akan tetap setia menjaga kemerdekaan, mengisinya dengan pembangunan dan melanjutkan negara ini menuju kemajuan. Selamat Hari Pahlawan,”lanjutnya.
Pada hari itu juga sekolah-sekolah dari TK hingga SMA mengadakan kegiatan upacara, dan para siwa diwajibkan menggunakan pakaian pejuang. Tanpa penjelasan pasti pejuang yang bagaimana, sebab kalau menilik dari fakta pakaian pejuang pada zamannya, pakaian mereka seadanya. kalaulah ada foto mereka di pencarian gogle mereka tidak dalam pose berjuang, juga dengan pakaian seadanya yang umum digunakan pada masanya. Alhasil, yang tampak adalah rancu, sebagian menggunakan pakaian adat, sebagian lagi menggunakan pakaian profesi. Pejuang nafkah dan kehidupan mungkin yang lebih tepat.
Ucapan yang disampaikan dari tahun ke tahun juga terkesan klise, generasi penerus bangsa akan meneruskan perjuangan pahlawan kemerdekaan dengan mengisi kemerdekan dan selanjutnya. Pertanyaannya, apakah kita sudah benar-benar mewujudkan keinginann para pejuang yang hari ini kita sebut pahlawan kemerdekaan? saat peringatan hari kemerdekaan kita juga tak lebih jauh dari upacara dan menggunakan pakaian adat, juga dengan isi pidato yang sama. Jika hanya berisi slogan-slogan tanpa suntikan pemahaman arah perjuangan yang benar akankah kita sampai pada makna kemerdekaan yang hakiki?
Semua tentu sudah mahfum, bahwa para pejuang kemerdekaan mempertaruhkan nyawa kala itu hanya dengan satu tujuan yaitu kemerdekaan, bebas dari penjajahan, tidak menjadi budak asing yang secara keji mengelsploitasi kekayaan alam negeri ini hingga turut campur dalam urusan dalam negeri pemerintahannya. Ada kata-kata yang sangat heroik dari Bung Tomo saat perang melawan Belanda di Surabaya,”Andaikata tidak ada kalimat takbir, entah dengan cara apa saya dapat mengobarkan perlawanan?”. Hal ini karena perang harus bergolak, sebab Belanda ingin kembali menguasai Indonesia dengan membonceng tentara Inggris. Mereka memanfaatkan kekosongan pemerintahan karena peralihan dari Kaisar Jepang dan Jendral Doughlas McArthur yang mewakili pihak sekutu dan yang menurut mereka seharusnya Indonesia diserahkan kepada tentara Amerika untuk memulihakan keadaan.
Sebagai negeri dengan mayoritas penduduknya muslim telah membuktikan kesanggupannya melawan penjajah yang sangat lama di negeri ini. Maka jihad fi sabilillah digaungkan kembali. Harus! dan para ulamalah kompor semangat terbesar hari itu. Para santri mendominasi pemuda yang kemudian berkumpul menyambut seruan jihad tersebut. 10 November , robeklah bendera Belanda di atas Hotel Oranje, keluar ultimatum Inggris yang akan membumi hanguskan Surabaya jika para pejuang ini tidak menyerah. Ultimatum ini menyusul tewasnya Brigjen. A.W.S Mallaby. Dan takbir Bung Tomolah yang makin memanaskan semangat perjuangan, dengan target awal pengepungan Surabaya selama 10 hari berlanjut menjadi 100 hari.
Jelas, tak cukup kita hanya bernostalgia dengan upacara dan penggunaan pakaian adat dan lain sebagainya, ini hanyalah dipermukaan yang tak akan bisa menyentuh ke dalam benak generasi akan essensi sebuah perjuangan. Apa yang terjadi di Surabaya sesungguhnya adalah pertempuran dua idiologi yaitu Kafir dan Islam, penjajahan dan kemerdekaan hakiki.Yang semuanya hari ini justru dipelesetkan jauh sekali, justru generasi hari ini sedemikian takut memegang teguh Islam karean terlanjur digambarkan buruk dan merugikan secara serampangan dan tanpa bukti yang valid.
Sampai kapan harus terus menerus memberikan pepesan kosong kepada generasi, apalagi senyatanya kita belum benar-benar merdeka. Sumber daya alam kita dalam cengkeraman asing, para pemimpinnya abai, setiap kebijakan tidak satupun pro rakyat. Bahkan secara ceroboh terus menerus membangun hubungan dengan asing atau kafir baik dengan alasan ekonomi maupun toleransi beragama. Problematika utama umat bukan di situ, namun penjajahan inilah yang harus dihapuskan. Sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945 dimana penjajahan harus dihapuskan. Penjajahan hari ini memang bukan dalam bentuk angkat senjata sebagaiamana yang dilawan oleh pahlawan kemerdekaan namun dampaknya lebih mengerikan. penjajahan hari ini berupa pemikiran yang bertentangan dengan syariat Islam sehingga menghasilkan kerjasama-kerjasama batil yang menyengsarakan rakyat.
Tak akan hapus penjajahan tanpa Islam, begitupun tak ada kemuliaan sebagaimana dalam Islam, maka tidak ada jalan lain kecuali kita berjuang bersama Islam dan dengan menggunakan Islam. Allah swt berfirman yang artinya,”Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, jangan ikuti langkah-langkah setan. Sungguh ia musuh yang nyata bagimu.” (Qs Al-Baqarah:208).
Islam mengajarkan bahwa pahlawan adalah orang yang cerdas, menebar optimisme di tengah masyarakat yang dilingkupi kebodohan. Di saat banyak orang terbawa arus dan tak berani mengadakan perubahan, mereka yang mampu membuat keputusan yang berdampak dunia akhirat. Yang meneladani sifat Fathanah (cerdas) nya Rasulullah yaitu dengan kecerdasannya menjadi agen perubahan dan dengan iklas karena ittiba (meneladani) Rasulullah. Bagaimana Islam memiliki Imam Al-Ghazali, Umar bin Abdul Aziz, Muhammad al- Fatih, Shalahuddin al- Ayyubi dan lainnya. Hidup mereka hanya untuk Islam, sebab mereka sadar hanya dengan Islam mereka mulia dan tak lekang oleh zaman.
Mengisi kemerdekaan tak cukup dengan pembangunan fisik atau infrastrukturnya, namun juga manusianya. Agar benar-benar menjadi pribadi yang unggul dimana fikiran dan nafsunya dilandasi dengan akidah Islam. Sehingga akan mampu membawa negara tak hanya maju namun juga menjadi pioneer peradaban mulia di dunia. Wallahu a’lam bish showab.
Masyaallah