Maraknya Kekerasan dan Kenakalan Anak, Dimana Peran Negara?
Oleh : Ummu Nabil
Kapolsek Pesanggrahan, Komisaris Polisi Nazirwan mengatakan, jajarannya berhasil mengamankan 6 orang remaja yang diduga merupakan pelaku tawuran di kawasan Jalan Bintaro Permai Raya, Jakarta Selatan. Enam remaja tersebut diamankan pada Sabtu, 22 Oktober 2022 sekitar pukul 03.00. Pada saat diamankan, ke-enam remaja tersebut membawa beberapa senjata tajam berbagai jenis.
Bagai telur di ujung tanduk. Begitulah kiranya menggambarkan keadaan anak-anak Indonesia saat ini. Berbagai persoalan telah menimpa anak-anak dan menyebabkan masa depan mereka berada dalam situasi yang mengkhawatirkan.
Hari Anak Nasional masih dinodai dengan berita maraknya kasus kekerasan oleh anak dan terhadap anak. Seperti yang telah dihimpun dari sistem pelaporan online yang dikembangkan oleh Provinsi Jawa Timur mencatat, hingga Bulan Juli, jumlah kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jatim mencapai hampir 700 kasus. Sementara pada tahun sebelumnya telah tercatat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mencapai 900 kasus.
Secara nasional, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat sebanyak 3.928 kasus perlakuan kekerasan terhadap anak di Indonesia kisaran usia 13 sampai 17 tahun terhitung dari bulan Januari hingga Juni. Kekerasan pada anak tersebut, menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, meliputi kekerasan seksual, fisik maupun emosional. Namun, hampir 55 persen ialah kekerasan seksual.
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait menilai ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak. Sebanyak 52 persen di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual.
Banyaknya orang tua yang kehilangan pekerjaan sebagai dampak pandemi tahun lalu memberikan pengaruh pada pola asuh mereka kepada anak. Tentu saja hal ini membawa keprihatinan terhadap nasib masa depan anak-anak Indonesia. Tingginya kasus kekerasan yang terjadi menjadi indikasi bahwa anak-anak belum mendapatkan perlindungan yang seharusnya menjadi jaminan bagi kesehatan tumbuh kembangnya baik fisik maupun jiwa.
Berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya adalah dengan melakukan peringatan Hari Anak Nasional yang dimaknai sebagai kepedulian seluruh bangsa Indonesia terhadap perlindungan anak Indonesia agar tumbuh dan berkembang secara optimal, dengan mendorong keluarga Indonesia menjadi lembaga pertama dan utama dalam memberikan perlindungan kepada anak.
Namun cita-cita mulia ini masih menjadi impian yang belum dirasakan nyata oleh seluruh anak Indonesia. Mereka masih dilanda berbagai bentuk kekerasan yang bisa memupuskan harapan meraih masa depan yang cemerlang. Hal ini jelas sangat memprihatinkan.
Akar Masalah
Berbagai persoalan yang menimpa anak Indonesia saat ini semestinya dicari akar masalahnya. Hal ini penting sebab kekerasan oleh anak dan pada anak akan menyebabkan trauma mendalam pada mereka. Bahkan sering terjadi, mereka yang pada masa kecilnya pernah merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan, saat tumbuh dewasa berpotensi menjadi pelaku kriminalitas. Itulah sebabnya banyak pelaku kejahatan yang terobsesi dari pengalaman masa kanak-kanaknya yang penuh dengan kekerasan.
Padahal anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Apa yang bisa kita harapkan dari generasi yang jiwanya mengalami kegoncangan untuk dapat memajukan negara yang akan diwariskan kepada mereka? Jelas menjadi hal yang mustahil untuk diwujudkan.
Banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan anak dan terjadi pada anak sebenarnya menunjukkan adanya kerusakan pada masyarakat. Masyarakat yang saat ini diatur dengan sistem kapitalisme sekuler tak lagi menjadikan aturan agama dalam kehidupan. Kehidupan sekuler menguasai mereka hingga suasana keimanan terhapus dari perbuatan yang mereka lakukan. Akibatnya nuraninya tak lagi tersentuh untuk menghentikan dirinya dari mengerjakan berbagai kekerasan.
Beban hidup masyarakat semakin bertambah akibat berbagai regulasi dan pengaturan negara yang minim kepedulian kepada rakyat. Kenaikan tarif BPJS, tarif listrik, harga BBM yang tak kunjung turun, tarikan Tapera dan masih banyak lagi contohnya. Hal ini semakin membuat sesak kondisi ekonomi rakyat dan dapat memicu peningkatan stres pada banyak orang tua. Tanpa pemahaman yang benar, akhirnya banyak orang tua yang melampiaskan berbagai tekanan tersebut pada anak-anaknya. Apalagi anak-anak adalah kelompok yang relatif lemah dan rentan untuk mengalami kekerasan karena tak mampu melawan.
Belum lagi dengan bebasnya konten-konten kekerasan dan pornografi yang mudah diakses siapa saja, termasuk anak-anak. Ini juga merupakan buah dari penerapan kapitalisme yang menjadikan aspek manfaat sebagai standar segala sesuatu. Bagi para kapitalis, pornografi adalah bisnis menguntungkan yang akan mangalirkan banyak keuntungan ke dalam pundi-pundi mereka. Wajar bila keberadaannya dipertahankan bahkan diberi ruang yang luas untuk berkembang.
Kebebasan berperilaku juga menghantarkan pada tumbuh suburnya kekerasan dan kenakalan pada anak. Demikianlah, jelas biang kerok maraknya kekerasan oleh anak dan pada anak dipelopori oleh kapitalisme sekuler. Sistem hidup buatan manusia ini meniscayakan kerusakan yang semakin parah di semua aspek. Karena penerapan aturannya yang tidak sesuai fitrah inilah perlindungan terhadap anak seolah menjadi mimpi yang sulit untuk diraih.
Islam Melindungi Anak
Sangat berbeda dengan kapitalisme, Islam memandang anak adalah bagian dari masyarakat yang harus dipenuhi segala haknya secara utuh. Sebab Islam memandang negara adalah pengatur urusan seluruh rakyat termasuk anak-anak. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Imam/pemimpin adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Penyelesaian kasus kekerasan anak dan pada anak akan tuntas dengan sistem Islam. Negara sebagai penerap aturan Islam pada rakyat akan menghilangkan berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kekerasan terhdap anak.
Negara wajib memastikan berbagai aktivitas maupun hal-hal yang dapat memicu terjadinya kekerasan anak dan pada anak tidak ada, termasuk keberadaan konten pornografi, baik yang membuat, memanfaatkan maupun yang menyebarkannya. Di sisi lain, pembinaan terhadap umat akan terus menerus dilakukan untuk menciptakan suasana kerohanian di dalamnya. Sehingga akan terwujud masyarakat yang memiliki perasaan Islam yang tinggi dan memiliki kepedulian terhadap sesama serta senantiasa menjadikan halal haram sebagai standar dalam melakukan setiap perbuatan.
Negara harus memastikan juga keluarga-keluarga dapat menjalankan interaksi dan pola asuh yang kondusif sesuai dengan syariat Islam bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Sehingga anak akan mendapatkan jaminan kasih sayang, tercukupi segala kebutuhan jasmani dan rohaninya dan tumbuh menjadi sosok yang mengerti adab Islam.
Tak ketinggalan penerapan sanksi yang tegas harus ditegakkan. Sebab sanksi yang diberlakukan ini turut menjamin penjagaan terhadap harta, jiwa dan kehormatan setiap individu masyarakat, termasuk anak-anak. Sanksi ini bukan hanya berfungsi sebagai hukuman bagi para pelanggar syariat, namun juga menimbulkan efek jera bagi siapapun, sehingga tak ada seorangpun yang tertarik untuk melakukan hal yang serupa di masa datang.
Begitulah Islam memberikan perlindungan hakiki kepada anak. Dengan penerapan Islam, perlindungan terhadap anak bukanlah mimpi yang sulit untuk diwujudkan. Bahkan anak-anak akan merasakan keamanan dan kesejahteraan yang sesungguhnya saat mereka hidup di bawah naungannya.
Dengan sistem pendidikan Islam, mereka akan tumbuh menjadi sosok berkepribadian Islam tinggi dan mulia. Menjadi penyebar risalah mulia serta menjadi penegak peradaban yang akan disegani di seluruh dunia. Wallahu a’lam
Komentar