Waspada! Jual Beli Uang Koin Tak Senilai Secara Online
Kemajuan era globalisasi saat ini memang memudahkan masyarakat untuk melakukan aktivitas secara online, termasuk transaksi jual beli. Dikutip dari kompas.com, Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara pengguna aplikasi marketplace terbesar di dunia. Bahkan jika dijumlahkan dari 18 top marketplace di Indonesia jumlah pengunjung per bulannya mencapai lebih dari 500 juta pengguna. Tentu saja hal ini dimanfaatkan sejumlah masyarakat untuk mencari pendapatan.
Berbagai produk dan barang diperjualbelikan dalam aplikasi jual beli online. Ada beberapa macam barang antik, termasuk uang kuno. Namun, belum lama ini ada yang sedikit berbeda, uang koin Rp.500,- dijual di sejumlah marketplace dengan harga kisaran Rp. 5.000,- hingga Rp. 200.000,-. Seperti yang kita tahu, uang koin Rp. 500,- dengan gambar melati cetakan tahun 2000 ini masih berlaku sebagai alat tukar resmi di Indonesia. Lalu, bagaimana hukum jual belinya dalam pandangan Islam?
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Aturan yang bersumber pada wahyu Allah swt.. Tidak ada hal sekecil apa pun yang tidak diatur di dalamnya. Dimana hukum suatu benda adalah mubah (boleh) selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. Sementara hukum asal perbuatan manusia dikembalikan kepada hukum syara’, artinya mengikuti syariat dan terikat dengan syariat. Jadi, dengan demikian seorang Muslim tidak boleh melakukan suatu perbuatan kecuali setelah mengetahui hukum atas perbuatan tersebut, yang bersumber dari seruan Allah swt.
Jika kita gali dari fakta di atas, jumhur ulama berpendapat jual beli mata uang yang masih berlaku sebagai alat tukar statusnya dihukumi sebagaimana emas dan perak yang digunakan sebagai mata uang atau alat tukar pada masa Rasulullah saw..
Hukum jual beli mata uang adalah mubah selama memenuhi syarat-syarat sesuai syariat. Jika jual beli mata uang sejenis (rupiah dengan rupiah) maka ada dua syarat. Yang pertama, harus ada kesamaan kuantitas yaitu harus sama nilainya. Syarat kedua, harus ada serah terima dalam satu majelis akad, artinya harus kontan dan tidak boleh ada penundaan serah terima.
Dalilnya, Rasulullah saw. bersabda:
“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus semisal dengan semisal, sama dengan sama (beratnya/takarannya), dan dari tangan ke tangan (kontan). Maka jika berbeda jenis-jenisnya, juallah sesuka kamu asalkan dari tangan ke tangan (kontan).” (HR Muslim; At-Tirmidzi; Abu Dawud).
Meskipun Hadits di atas menjelaskan pertukaran emas dan perak, namun status hukumnya sama dengan mata uang yang berlaku saat ini. Bisa disimpulkan transaksi pertukaran atau jual beli mata uang boleh selama memenuhi syarat-syaratnya yakni harus sama nilainya dan harus dilakukan kontan. Jika tidak, hukumnya haram. Dengan kata lain, transaksi yang sedang viral yakni jual beli uang koin Rp. 500,- dengan harga di atasnya hukumnya haram karena nilainya tidak sama. Kelebihan nilai yang didapat penjual tidak diragukan lagi adalah riba yang hukumnya haram.
Rasulullah saw. Bersabda:
“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama dengan sama (sama beratnya/takarannya) dan dari tangan ke tangan (kontan). Maka barang siapa menambah atau minta tambah, maka dia telah berbuat riba, yang mengambil dan yang memberi dalam jual beli ini sama saja (dosanya).” (HR. Muslim)
Berbeda jika benda yang dulunya mata uang, namun saat ini sudah tidak berlaku dan masyarakat sudah tidak menerimanya sebagai alat tular. Maka, uang tersebut termasuk uang antik atau uang kuno jadi boleh diperjualbelikan meskipun dengan nilai yang lebih besar. Misal, uang kuno Rp. 10,- dijual dengan harga Rp. 10.000,- atau lebih.
Dari fakta yang sedang terjadi, maka sudah seharusnya kita semua menghindarkan diri dari semua jenis riba, termasuk riba dalam penukaran/jual beli uang yang tidak senilai ini.
Sudah saatnya umat Islam menghapuskan riba dalam segala bentuknya dan memberi pemahaman kepada masyarakat. Sebab jika tidak, Allah swt. melalui Rasulullah saw. telah memperingatkan dengan tegas, bahwa suatu negeri yang bergelimang riba akan mendapat azab Allah swt.
Rasulullah saw. bersabda :
“Jika telah merajalela zina dan riba di suatu negeri, maka sungguh mereka telah menghalalkan diri mereka untuk menerima azab dari Allah swt..” (HR. Al-Hakim)
Sampai kapankah kita terus menerus akan menderita karena banyaknya aktivitas yang dimurkai oleh Allah swt..
“Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, niscaya ia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.” (HR. Muslim) .Wallahu A’lam Bish Shawab.
Komentar