Pujaan Hati

Pujaan Hati

Pujaan hati…
Apa kabarmu…
Kuharap kau baik-baik saja…

Naila menulis lirik lagu yang ia sukai. Gadis usia 17 tahun itu memang sedang dilanda virus merah jambu. Karena baru saja ada teman sekelasnya yang menyatakan cinta padanya.

Memiliki pacar memang hal yang lumrah untuk remaja saat ini. Naila pun ingin merasakannya. Meski demikian, ia bertekad akan menjaga dirinya agar tidak sampai terjerumus kepada zina seperti yang dilakukan sebagian remaja.

Sejak menerima “tembakan” dari Agus, hari-hari Naila serasa berbunga-bunga. Agus tak pernah lepas dari pikirannya. Ia bahkan tak lepas dari gawainya ketika ia ada di rumah.

Perubahan sikap Naila nampaknya disadari oleh ibunya. Ibu Naila yang penasaran lantas menanyakan kepada teman-teman dan juga kepada wali kelas Naila.

Benar saja. Sejak Naila menjadi “bucin”, ia jarang berkumpul dengan teman untuk belajar bersama. Bahkan prestasi Naila juga menurun. Ibunya yang sedih melihat kondisi anaknya segera mengambil keputusan.

“Naila, mulai hari ini hp kamu ibu ambil. Semua keperluan yang butuh hp, kamu bilang ke ibu,” ungkap ibu.

Naila yang tak terima berteriak dan marah kepada ibunya. Ia lantas masuk ke kamarnya. Ketika ia masuk kamar, ia melihat ada sebuah buku dan surat cinta untuknya di atas kasurnya.

Naila berpikir itu dari Agus, pujaan hatinya. Namun ia salah. Surat cinta dan buku itu pemberian dari ayahnya yang kini bekerja di pulang seberang.

Surat itu berisi harapan sang ayah agar Naila menjadi bidadari surga yang diimpikan banyak orang. Buku yang ayah kirim juga ditujukan untuk Naila. Berharap Naila paham akan tujuan hidupnya.

Awalnya, Naila enggan membaca buku yang diberikan ayah. Namun, rasa rindunya terhadap ayahnya membuat ia akhirnya mencoba membaca buku dengan sampul warna biru itu.

Naila membaca buku itu satu persatu. Ia merasakan apa yang ada di dalam buku itu sama dengan apa yang ia alami sekarang.

Ketika ia menjadi “bucin”, hatinya merasa selalu gelisah. Bahkan ketika shalat pun ia tak tenang. Jangankan untuk membaca alquran, mendengarkan nasihat ibu serasa sulit bagi Naila. Naila merasa seperti ada yang berbeda dalam dirinya.

Ia dengan detail memahaminya. Ia suka dengan ilustrasi bukunya. Maklum, Naila tipe belajar visual. Ia menyadari bahwa menjadi “bucin” telah mengalihkan konsentrasinya menjadi hal-hal yang tidak bermanfaat. Inilah perangkap setan, pikirnya.

Buku berjudul “Udah putusin aja” telah menjadi sarana untuk ia memahami agamanya. Ia terhanyut dalam setiap kata yang ada di dalam buku. Ia sadar, bahwa sikapnya menjadi “bucin” saat ini adalah hal yang salah.

Naila tak ingin terperosok lebih dalam kepada kemaksiatan. Setelah satu bulan ia menata hati dan pikirannya. Ia memutuskan untuk tidak lagi menjadi “bucin” dari manusia yang belum tentu menjadi jodohnya.

Naila memutuskan hubungannya dengan Agus. Ia memilih untuk kembali fokus belajar dan meraih cita-cita yang sempat ia tulis dalam buku hariannya. Menjadi psikologi. Tentu saja kali ini ia ingin menjadi psikologi yang sesuai dengan apa yang diperintahkan dalam agama Islam.

Ia juga membalas surat dari ayah dan meminta maaf atas semua kesalahannya. Meskipun mudah saja baginya untuk melakukan “video call” kepada ayahnya. Namun rasa malunya membuat ia enggan melakukannya.

Naila juga meminta maaf kepada ibu yang telah membuatnya sedih dengan tingkah lakunya. Naila mengalihkan naluri suka kepada lawan jenis dengan kegiatan yang lebih positif. Seperti aktif di belajar kelompok, ikut baksi sosial dan juga menjadi remaja masjid di sekitar rumahnya.

Naila memutuskan bahwa “bucin” dirinya hanya ditujukan kepada Allah Swt sebagai rasa syukur atas semua nikmat yang telah diberikan. Tentu saja dengan terus belajar dan berusaha menjadi hamba yang bertakwa.

Ditulis oleh Firda Umayah

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *