Pemersatu Bangsa Bukan Sekadar Istilah

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) Luhut Binsar Pandjaitan menyebut Kejuaraan Atletics Championships memiliki peran lain di luar pencarian talenta muda, yakni sebagai upaya bersama pemersatu Bangsa Indonesia. 

Hal itu ia sampaiakan saat menghadiri Student Athletics Championships Seri Yogyakarta di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, Minggu, 24 Oktober 2022,”Student Athletic Championships yang diselenggarakan ini merupakan salah satu upaya untuk kita bersama-sama dari berbagai ras dan budaya, mempersatukan Bangsa Indonesia, dengan cara meningkatkan kemampuan dan semangat atletik seperti ini,” kata Luhut.

Oleh karena itu Luhut bercita-cita agar atletik lebih dikenal dan dinikmati kalangan luas, sebab olahraga diyakininya tidak pernah memandang kasta serta kerap menjadi penyumbang medali emas bagi Indonesia dalam berbagai tingkat kompetisi maupun multievent.

Student Athletics Championships diketahui menjaring sedikitnya 22 ribu peserta dengan melibatkan sekurangnya 400 sekolah yang ditargetkan turut menggaet sebanyak 20 ribu pengunjung sepanjang ajang pencarian bakat itu dilangsungkan. Para putra-putri terbaik yang terseleksi sebagai pemenang berhak mewakili daerahnya untuk mengikuti kunjungan dan pendidikan di negara maju yang memiliki prestasi atletik terbaik seperti Amerika dan beberapa negara lainnya. Selain itu juga para talenta muda itu akan diikutkan dalam program training center yang akan melibatkan pelatih terbaik dan program pelatihan terbaik dengan tujuan makin mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasioanal. inilah bentuk kecintaan kita kepada tanah air, demikian tandas Luhut.

Fun, Fashion, Food and Sport Program Pembajakan Potensi Pemuda

Sudah sejak lama dunia generasi muda kita  diputar dalam gaya hidup ala barat yaitu Fun (kesenangan), Fashion (cara berpakaian), Food (makanan tak halal tak toyyib) dan Sport (olahraga) . semua berkiblat pada barat, yang jika diamati sangat liberal dan kapitalis. Seperti ketika mendalami kembali pernyataan Menteri luhut di atas. Potensi pemuda hanya didorong kepada olahraga dengan dogma ini bentuk cinta negara dan sarana pemersatu bangsa. Nasionalisme disentuh, padahal ini hanyalah racun berbalut racun. 

Makna sebagai pemersatu bangsa tentunya mengarah pada sebuah ikatan yang solid, dimana ikatan itu mampu menjadi kendaraan untuk berjalan menuju perubahan, dari keadaan yang buruk ke arah yang lebih baik. Ikatan ini sekaligus kuat menahan segala serangan dan goncangan baikyang datang dari luar maupun dari dalam. faktanya, hingga hari ini olahraga belum terbukti menjadi pemersatu bangsa. Ada yang berpendapat,”Ah, anda terlalu nyinyir dan suuzdon”,  lantas sudah lupakah kita dengan kasus Kanjuruhan? air mata keluarga yang kehilangan anggota keluarganya belum kering, pun mereka yang menjadi korban dan masih harus menanggung perawatan. Sudah pasti ada trauma yang tak mungkin hilang dengan segera. Pemerintah saja masih saling melempar tanggungjawab. 

Sujud syukur seluruh anggota Polresta Malang tentu tak bisa mengurai keruwetan ini, dikatakan olahraga tak mengenal kasta, namun siapa yang bisa membendung kekecewaan suporter atas kakalahan tim kesayangannya? lebih parah dari tak mengenal kasta, karena yang terjadi justru main hakim sendiri. Tak memandang wajar dalam sebuah permainan menang kalah adalah biasa, tak memandang saudara seakidah, tak memandang bahwa pengeroyokan adalah kezaliman dan bagian dari tindakan kriminal. Maka sungguh riskan jika mengharap olahraga seabagi sarana pemersatu, bagaimana bisa mengadakan perubahan jika yang alamiah terjadi sebagai konsekwensi dari sebuah permainan saja tidak bisa diterima.

Belum lagi jika kita bicara pengadaan event olahraga itu sendiri adalah sebuah proyek. Bisa dipahami mengapa salah seorang artis sultan di negeri ini menggelontorkan dana milyaran rupiah untuk sebuah tim sepakbola. Anggota diseleksi, diberi gaji termasuk panitianya, di beri program sepanjang tahun agar terus menghasilkan cuan. Nama yang disematkan untuk kesebelasan itu pun sudag mendongkrak angka penjualan tiket, pihak endorse, rating iklam, hak siar di media dan lain sebagainya. Yah! akan ada banyak celah dalam setiap even untuk menghasilkan pendapatan. 

Bagaimana pemudanya? jelas ialah subjek dalam bisnis berbalut sport ini, sebagaiamana iapun subjek dalam perekonomian yang digagas oleh Y20, lembaga internasional untuk pemuda besutan PBB. Sebagai agent of change Barat sangat paham potensi apa saja yang ada dalam diri satu pemuda. idealisme berikut energi yang tak pernah habis jika diisi dengan pemahaman yang benar, semisal Islam, maka hancurlah hegemoni busuk mereka selama ini.

Mereka dihadapkan pada masa depan receh yaitu peraihan medali emas dan mengharumkan nama Bangsa. Sedangkan faktanya merekalah pemilik hakiki pegunungan emas Gasberg di Papua yang kini masih dikuasai PT. Freeport. Mereka dibuat habis energi untuk menjadi atlet terbaik, jika ekonomi menjadi euntrepreuner the best sementara masyarakat termasuk hidup keluarga mereka dalam kesulitan. Dalam tekanan penjajahan sistem dan abainya penguasa dalam mengurusi mereka. Petinggi negeri yang mereka pilih dan dijadikan sandaran solusi untuk setiap persoalan hanya sibuk mengetok kebijakan pro korporasi ataupun investor asing. 

Para pemuda pemikirannya hanya dipenuhi oleh jargon kosong sebagai pelaku pemersatu, padahal kekosongan pemahaman Islam dari benak mereka ini adalah bencana. Dan makna bersatu dalam Islam sungguh lebih mulia daripada persatuan bangsa ini. 

 

Pemuda Semestinya Garda Terdepan Perubahan 

Perubahan adalah suatu kenicayaan. Sebab manusia seacara alamiah juga berkembang. Namun, perubahan yang sebenarnya harus kita upayakan adalah perubahan pola berpikir benar sehingga tidak malah menuju pada kehancuran. Islam adalah agama yang dipeluk mayoritas penduduk Indonesia tentulah aneh jika tidak bisa menjadi warna bagi masyarakatnya bahkan tidak menjadi pedoman para pejabatnya saat mengambil keputusan untuk menyelesaikan persoalan umat. 

Ironinya, siapapun yang ingin menjadikan Islam sebagai arah pandangan hidupnya sudah dilekatkan kalimat tak pantas seperti terorisme, radikalisme dan lainnya. Hingga Islam, ajaran berikut simbol-simbolnya kerap menerima penistaan dan penghinaan. Yang terbaru seorang Komisaris Independen PT Pelni di akun twitternya memelesetkan istilah Khilafah menjadi Khilafuck. Hingga seorang non Muslim dengan berani mengolok-olok sistem pemerintahan dalam Islam yang artinya juga ikut meghina para khulafaur Rosyidin berikut ajaran Rasulullah tentang pemerintahan Islam, kemana pembelaan para pemuda?

Sebuah bangsa tak akan mulia jika yang diterapkan sebagai hukum bukan Islam. Negara itu jelas tak memiliki barganing position di hadapan negara lain karena tak memiliki kedaulatan mengatur hidupnya sendiri. Lantas bisakah prestasi olahraga sekalipun mendunia mampu menebus negara kita menjadi negara mandiri dan berdaulat? mampukah menjadikan dollar tidak lagi menjadi mata uang terkuat hari ini? mampukah menjadikan kita untuk tidak sekali saja meratifikasi uu global semisal IMF atau Bank dunia yang rekomendasinya selalu berujung penambahan utang?

Tak ada cara lain, kecuali menjadikan Islam, akidah dan syariah sebagai ikatan pemersatu bangsa, yang benar-benar tidak memandang ras, budaya, bahasa bahkan tak ada kepentingan pribadi yang bermain didalamnya karena berasal dari wahyu Allah swt, Sang Khalik dan Mudabbir.  Ikatan ini sangat kuat menangkal serangan baik dari dalam maupun luar karena standarnya halal dan haram. 

Sebab dalamIslam, olahraga tidak dilarang bahkan sangat dianjurkan sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Ajarilah anak-anakmu berenang, memanah dan menunggang kuda.” (HR.Bukhari Muslim). Hal ini selain untuk kesehatan jasmani dan rohani juga persiapan jihad. Dimana jihad juga diperintahkan Allah swt sebagai bentuk ibadah. Pemikiran mereka dipenuhi oleh Alquran, As Sunnah dan Tsaqofah Islam sehingga menjadi tepat bahwa pemuda adalah garda terdepan sebagai pembela Islam dan pembawa perubahan hakiki. Wallahu a’lam bish showab

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *