Kebebasan Bereskpresi atau Kebebasan Menghina?

Suara Netizen Indonesia–Belum lama ini, publik Turki digemparkan oleh tindakan majalah satire LeMan yang memuat karikatur Nabi Muhammad Saw. bersama Nabi Musa. Meski pihak majalah mengelak dengan alasan “multitafsir”, namun fakta di lapangan menunjukkan, umat Islam di Turki marah besar. Aksi protes pun terjadi di berbagai kota, bahkan berujung pada penahanan beberapa pihak terkait oleh kepolisian Istanbul. Presiden Erdogan sendiri menyatakan murka atas tindakan tersebut.

 

Fenomena semacam ini bukan yang pertama. Di banyak negara dengan sistem demokrasi liberal, penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw. dan Islam sering terjadi, baik dalam bentuk karikatur, film, maupun pernyataan terbuka. Semua ini berlindung di balik dalih “kebebasan berekspresi”, seakan-akan ekspresi itu harus bebas tanpa batas, bahkan sekalipun menyakiti keyakinan miliaran manusia di muka bumi.

Baca juga: 

Beras Oplosan, Sektor Pangan Nasional Kian Memprihatinkan

 

Inilah wajah asli peradaban Barat dan negara-negara yang mengadopsi Demokrasi liberal. Kebebasan menjadi standar utama, tanpa memandang nilai benar atau salah, halal atau haram. Tak peduli apakah ekspresi itu melukai akidah umat, merendahkan agama, atau menghina sosok paling mulia dalam sejarah manusia, semua dilegalkan atas nama hak berekspresi. Ironisnya, jika yang dihina adalah simbol Yahudi atau komunitas LGBT mereka cepat melabeli sebagai ujaran kebencian. Tapi jika yang dihina adalah Islam, dianggap sekadar kritik atau lelucon.

 

Peradaban Islam sangat berbeda. Islam dibangun atas dasar akidah yang lurus, bukan sekadar mengejar kebebasan atau kepentingan materi. Dalam sejarah, peradaban Islam menjaga dengan teguh kehormatan agama, Nabi, dan syariat. Bukan hanya dengan seruan moral, tapi dengan penerapan hukum yang nyata.

 

Syariat Islam memiliki mekanisme sanksi tegas terhadap siapa saja yang menghina Nabi Muhammad saw. baik dilakukan oleh non-muslim maupun muslim, baik penghinaan itu dilakukan secara terang-terangan atau dengan cara yang multitafsir, negara wajib menindak dengan hukum yang jelas.

Baca juga: 

Perempuan dan Anak Butuh Jaminan Perlindungan Siber

 

Sejarah pun mencatat, selama berabad-abad Sistem Islam mampu menjaga kehormatan Nabi dan umat Islam. Bahkan sejarawan Barat yang objektif pun mengakui bahwa umat Islam saat itu hidup dengan rasa aman dalam perlindungan negara Islam yang menerapkan syariat secara menyeluruh. Tidak ada ruang bagi penghinaan terhadap agama karena negara berfungsi sebagai penjaga akidah dan pelindung kehormatan umat.

 

Hari ini, umat Islam dihadapkan pada dilema yang terus menerus terjadi. Di satu sisi, mereka dipaksa menerima demokrasi dengan segala kekurangannya, termasuk legalisasi penghinaan terhadap agama. Di sisi lain, mereka merindukan sistem yang benar-benar menjaga kehormatan Islam dan Rasulullah Saw. seperti yang pernah terjadi di masa lalu.

 

Maka, sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa solusi atas masalah ini bukan sekadar protes sesaat atau desakan individu, tetapi membutuhkan perubahan sistemik. Hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffah, kemuliaan agama dan kehormatan Rasulullah saw. bisa dijaga dengan sungguh-sungguh, bukan sekadar janji atau retorika belaka. Wallahualam bissawab. [SNI/ry].

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *