Negara Tak Berdaya Menggilas Judi Online yang Menggila

Suara Netizen Indonesia–Salah satu ciri khas yang dimiliki era milenium adalah pesatnya perkembangan teknologi digital dengan berbagai macam produk turunannya. Teknologi berbasis internet ini memberikan berbagai kemudahan, kendati di sisi lain memiliki dampak negatif yang siap mengintai siapa saja,  salah satunya adalah perjudian yang dilakukan secara daring kian marak.

 

Studi membuktikan bahwa 82% orang yang mengakses internet pernah melihat iklan judi online. Instagram dan Facebook menempati urutan teratas media sosial dengan iklan judi online terbanyak. Selain itu situs film ilegal dan game online turut menyumbang bertambahnya pelaku judi online.

 

Judi online terbukti mengakibatkan efek negatif dari berbagai sisi kehidupan, baik ekonomi, psikologis, sosial, dan kesehatan. Bahkan ada istilah gambling disorder, yaitu seseorang yang terus menyetorkan uang meski mengalami kekalahan berulang kali dan tetap memiliki harapan besar mendapatkan keuntungan yang lebih banyak.

 

Kriminalitas akan terus meningkat apabila perjudian dibiarkan terus-menerus. Dan kemungkinan terburuk dari judi online adalah resesi yang disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat.

Baca juga: 

Sekolah Gratis, Bukan Ditolak, Ganti Sistemnya

 

Ini dikarenakan adanya misalokasi anggaran rumah tangga untuk hal yang sangat tidak produktif yaitu perjudian. Bahkan hal ini bisa menyebabkan negara kehilangan opportunity cost disebabkan sejumlah uang yang diputarkan untuk judi online.

 

Karena itu, pemerintah pun berupaya membuat regulasi menghentikan judi online dengan mengeluarkan Keppres 21/2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring yang diterbitkan di Jakarta pada 14 Juni 2024. Pada tahun yang sama, BKKBN juga melakukan upaya dengan memberikan arahan tentang penguatan keluarga dalam mencegah judi online.

 

Dan yang terbaru adalah pengesahan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Elektronik Dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) yang disahkan oleh Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan pada Jumat, 28-5-2025. Ya, hari ini judi online telah menyasar anak-anak yang merupakan generasi emas bangsa ini.

 

Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan transaksi judi online yang dilakukan anak-anak rentang usia 10-16 tahun menunjukkan jumlah deposit lebih dari Rp 2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp 47,9 miliar. Dan menurut kepala PPATK Ivan Yustiavandana, angka-angka tersebut bukan sekedar angka namun dampak sosial dari krisis besar kecanduan judi online.

 

PPATK menegaskan problem ini secara simultan berhasil ditekan oleh Satgas pemberantasan judi online yang diketuai oleh Menko Polkam yang bekerja sama dengan Polri, OJK, Bank Indonesia, sesuai arahan Presiden Prabowo untuk membasmi judi online. Dan kerjasama ini menurut PPATK mampu menekan jumlah transaksi hingga mengalami penurunan 80% pada kuartal 2025 bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu (cnbc.com, 8-5-2025).

Baca juga: 

Ancaman Nuklir untuk Gaza, Potret Arogansi Adidaya?

 

Meski telah melakukan berbagai upaya untuk menghentikan judi online demi melindungi anak-anak, namun pada faktanya sampai hari ini tidak membuahkan hasil yang signifikan. Ditambah lagi beredar wacana untuk mengincar setoran pajak baru dari underground economy, salah satunya dari judi online.

 

Sebagaimana pernyataan yang dilontarkan oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu yang dilansir Media Indonesia pada Rabu, 30 Oktober 2024. Ini menjadi salah satu bukti nyata bahwa upaya pemerintah untuk memberantas judi online tidak dilakukan sepenuh hati.

 

Anak-anak yang terjerumus dalam jeratan perjudian daring bukanlah kebetulan semata atau sekedar efek dari perkembangan teknologi digital. Namun inilah konsekuensi logis diterapkannya sistem kapitalisme yang secara rakus menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama dari segala aktivitas kehidupan manusia.

 

Meski menimbulkan dampak sosial yang sangat buruk, para pelaku industri judi online ini tidak peduli. Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi, dikemas dalam berbagai fitur menarik menyerupai game sehingga disukai oleh anak-anak. Tanpa disadari membuat para generasi muda kecanduan judi.

 

Para bandar judi juga tak segan menggelontorkan dana untuk merekrut para pakar teknologi dan mampu membuat pemerintah kewalahan menghadang banjir website judi. Dalam sistem kapitalisme segala sesuatu yang bisa menghasilkan uang akan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Tujuan utama para pemilik modal (notabene para bandar) adalah meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa memedulikan etika moral maupun dampak negatif lainnya.

Baca juga: 

Kapitalisme Mendatangkan Bencana, Umat Butuh Pemimpin Amanah

 

Sistem pendidikan sebagai salah satu penangkal perbuatan buruk, hari ini hanya dirancang untuk memenuhi kebutuhan industri semata. Lahirlah generasi berkepribadian lemah yang mudah terbawa arus informasi, tanpa memiliki filter untuk menyaring mana yang benar dan salah. Terlebih lagi, kemudahan mengakses internet tanpa pengawasan ketat dari orang tua pada akhirnya membuat anak-anak semakin rentan mengikuti arus yang membawa kerusakan.

 

Tekanan ekonomi dalam sistem kapitalisme juga membuat banyak orang tua abai terhadap anak-anak. Banyak orangtua terutama kaum ibu terlalu sibuk untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Padahal keluarga adalah garda terdepan dalam membentengi anak-anak dari kerusakan moral. Dan ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya.

 

Ketika sistem Kapitalisme yang hari ini diterapkan banyak menimbulkan berbagai problematika yang tidak ada ujungnya, sudah saatnya beralih kepada sistem sahih yang berasal dari Allah SWT yaitu sistem Islam. Dengan aturan dari Zat Yang Maha Mengatur niscaya mendatangkan kemaslahatan bagi manusia.

 

Islam memiliki perlindungan berlapis agar masyarakat dan generasi tidak terjatuh dalam jerat perjudian.  Allah berfirman yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (TQS. Al Maidah 90)

 

Dan juga firmanNya yang lain, artinya : “Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (TQS. Al Maidah 91).

 

Kedua ayat ini menjadi landasan bagi seluruh elemen, baik keluarga, masyarakat dan negara agar membentengi diri dari perjudian. Keluarga dikembalikan lagi fungsinya sebagai tempat menanamkan akidah, syariat, dan akhlak dalam diri anak-anak. Agar mereka memiliki kepribadian Islam yang teguh, tidak mudah goyah oleh godaan apa pun bentuknya.

 

Ketakwaan inilah yang berfungsi sebagai filter bagi anak-anak sehingga mereka tidak mudah mengikuti arus negatif yang membawa kerusakan. Selain keluarga, Islam juga memiliki sistem pendidikan integral. Di mana tujuan pendidikannya adalah membentuk generasi berkepribadian Islam.

 

Menjadikan syariat Islam sebagai kurikulum pendidikan. Tuntunan halal dan haram sebagai standar perilaku termasuk dalam penggunaan teknologi. Serta membekali mereka dengan berbagai ilmu pengetahuan yang akan memudahkan dalam memecahkan problematika kehidupan.

 

Negara Islam yaitu Khilafah memiliki tanggung jawab penuh untuk menjaga dan membentengi rakyat dari berbagai kerusakan, baik fisik,moral, maupun spiritual. Jadi, Khilafah tidak hanya berfungsi sebagai pengatur administratif saja tapi juga sebagai penjaga ketakwaan rakyatnya.

 

Sistem informasi dan teknologi termasuk digitalisasi akan diarahkan sepenuhnya untuk kemaslahatan umat. Negara tidak akan membiarkan digitalisasi berkembang liar, tak terkendali atas nama kebebasan atau pangsa pasar.

 

Negara Islam akan melakukan pengawasan ketat terhadap media, internet, dan segala bentuk informasi digital lainnya dengan standar halal-haram sebagai tolak ukurnya. Negara akan mengembangkan teknologi secara mandiri dan produktif serta memastikan bahwa digitalisasi digunakan sebagai sarana dakwah, pendidikan, dan pembangunan peradaban Islam.

 

Khilafah juga akan menegakkan sanksi pidana terhadap para pelaku perjudian. Siapa saja yang terlibat dalam perjudian, baik bandar, pemain, programmer, penyedia server, siapapun yang mempromosikannya akan dikenai takzir. Yang jenis sanksinya diserahkan kepada Khalifah atau hakim (Qodhi).

 

Para pelaku yang terlibat perjudian dan menimbulkan kerusakan dahsyat di tengah-tengah masyarakat akan dijatuhi hukuman berat, seperti di cambuk, di penjara bahkan dihukum mati. Bagaimana apabila pelakunya anak di bawah umur atau belum baligh? Maka tidak ada hukuman baginya.

 

Namun apabila diketahui tindakan kriminal yang dilakukan anak-anak karena kelalaian wali atau wali mengetahui dan melakukan pembiaran, maka walinya yang dijatuhi sanksi. Begitulah ketegasan sistem sanksi dalam Islam yang memiliki tujuan preventif (zawajir) dalam melindungi rakyatnya dari kerusakan.

 

Hanya sistem Islam yang mampu melindungi umat dari kerusakan sistemis yang ditimbulkan ketika diterapkan sistem kapitalisme. Hanya sistem Islam yang mampu melindungi anak-anak dari kerusakan yang diakibatkan judi online. Melahirkan generasi emas, penerus peradaban Islam.

 

Inilah kepemimpinan dalam sistem Islam, tidak sekedar memberikan perintah tetapi mengurus melindungi dan memastikan rakyatnya hidup dalam lingkungan yang penuh kebaikan dan ketaatan.Wallahu’alam. [SNI].

 

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *