Solusi Islam atas Fenomena Hubungan Sedarah

Warganet dibuat geram oleh sebuah grup Facebook bernama ‘Fantasi Sedarah’ dengan puluhan ribu anggota. Grup tersebut berisi konten hubungan sedarah atau inses (tempo.co, 20-05-2025).

Sejumlah kecaman datang dari publik dan berbagai pihak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan juga Komisi Nasional (Komnas) Anti Kekerasan terhadap Perempuan mendesak polisi untuk mengusut tuntas dan menindak tegas kasus group Facebook ini.

Grup yang memiliki puluhan ribu anggota itu kemudian dihapus oleh META, termasuk 30 situs serupa lainnya setelah Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mengambil tindakan tegas terhadap beberapa grup Facebook tersebut.

Kepolisian pun gerak cepat dan telah menetapkan enam tersangka kasus grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’. Mereka diancam hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp6 miliar rupiah.

Enam tersangka tersebut merupakan admin dan anggota grup tersebut (bbc.com, 21-05-2025).

Fenomena inses yang terjadi ini sangat mengerikan dan memprihatinkan. Tindakan keji ini mencerminkan kerusakan moral yang begitu parah, jauh dari nilai-nilai luhur yang seharusnya dijunjung tinggi oleh bangsa yang mengklaim dirinya sebagai negara religius. Inses bukan sekadar pelanggaran norma agama, tetapi juga penghinaan terhadap tatanan sosial dan kemanusiaan. 

Yang lebih menyedihkan lagi, inses terjadi di dalam institusi paling mendasar dan penting dalam masyarakat yakni keluarga. Ketika keluarga yang seharusnya menjadi tempat paling aman justru menjadi sumber penderitaan. Bahkan, dalam konteks keluarga muslim, ini mencerminkan keruntuhan total dari nilai-nilai Islam yang seharusnya menjadi pondasi utama dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Inilah buah penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan telah menjadikan manusia hidup bebas tanpa aturan dan tunduk pada hawa nafsu dan akal manusia yang lemah.

Bahkan sistem kapitalisme dengan liberalisasinya menjadikan rusaknya sendi-sendi kemuliaan manusia. Bahkan negara yang seharusnya hadir menjadi pelindung rakyat kadang justru meruntuhkan dan merusak keluarga melalui kebijakan yang dibuatnya. 

Syekh Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan dalam kitab Nidamul Ijtimai, bahwa pandangan orang-orang Barat penganut ideologi kapitalisme dan komunisme terhadap hubungan pria dan wanita merupakan pandangan yang bersifat seksual semata, bukan pandangan dalam rangka melestarikan jenis manusia. Oleh karena pandangan hidup inilah, mereka secara sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindra dan pikiran-pikiran yang mengandung hasrat seksual di hadapan pria dan wanita dalam rangka membangkitkan naluri seksual semata-mata untuk mencari kepuasan. 

Mereka menganggap tidak adanya pemuas naluri ini akan mengakibatkan bahaya pada manusia, baik bahaya fisik, psikis, maupun akalnya. Karena itu dalam masyarakat kapitalisme banyak bermunculan konten-konten pembangkit syahwat baik dalam bentuk tulisan ataupun video. Aktivitas pemicu syahwat seperti campur baur pria wanita tanpa ada hajat seperti di rumah-rumah, tempat-tempat rekreasi, di jalan-jalan, di kolam-kolam renang, dan di tempat-tempat lainnya pun menjadi gaya hidup masyarakat kini.

Padahal semua aktivitas ini menjadi penyebab terbentuknya pemikiran dan fantasi kotor. Kondisi inilah yang menciptakan fenomena mengerikan seperti terbentuknya grup fantasi sedarah di Facebook. 

Hal ini tentu berbeda jauh dengan sistem Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan dalam mengatur masyarakat. Allah SWT sebagai Sang Pencipta manusia memang telah memberikan naluri (gharizah nau’) kepada manusia agar mereka memiliki rasa cinta kasih. Tujuan penciptaan naluri ini agar manusia bisa melestarikan keturunannya. 

Rasa ini memang dibutuhkan dalam sebuah hubungan, baik itu hubungan orang tua anak, suami istri, saudara, maupun kepada sesama agar berjalan secara makruf. Rasa kasih sayang ini bukan untuk disalahgunakan sebagaimana kapitalisme memandang syahwat pada adanya rasa ini.

Jika kembali pada atutan islam tentu yang demikianlah cara pandang yang benar mengenai konsep dan penyaluran gharizah nau’. Hal tersebut juga telah dijelaskan oleh Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Nidamul Ijtimai. Dengan konsep yang benar, maka hubungan rasa kasih sayang kepada keluarga akan dibangun secara tepat sesuai perintah Allah. 

Ayah dan ibu akan sayang kepada anaknya karena sang anak adalah amanah yang Allah titipkan kepada mereka untuk dididik menjadi orang yang saleh salihah. Sementara anak akan mencintai dan menyayangi orang tua dan saudara kandung karena keimanan pada Allah SWT. 

Keluarga dan masyarakat yang menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan akan menciptakan hubungan yang penuh keberkahan dan kebaikan. Tindakan inses juga tidak akan terjadi, karena hal tersebut merupakan dosa besar. Baik keluarga maupun masyarakat akan memandang perbuatan tersebut sebagai sesuatu yang hina, tercela, dan sangat menjijikkan.

Namun pandangan ini hanya bisa dijalankan jika negara menjaga dan menerapkannya. Oleh karena itu, syariat memerintahkan negara berperan sebagai institusi pelaksana dan penjaga. Negara yang menerapkan sistem Islam akan menjamin penerapan sistem pergaulan berjalan sesuai syariat dari level masyarakat hingga individu.

Negara juga akan memastikan bahwa tidak akan ada konten atau aktivitas yang mengantarkan pada pelampiasan syahwat dengan cara yang salah. Dengan begitu inses tidak menyebar bahkan tidak muncul di tengah masyarakat. Masyarakat hidup dalam kehidupan yang suci dan cinta kasih yang murni serta mulia.

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *