Politik Nasionalisme Mematikan Gaza Perlahan tapi Pasti

Suara Netizen Indonesia–Gaza semakin memprihatinkan, namun demikian masih saja ada ulama dan kepala negara yang tidak berpikir panjang. Bahkan bisa dikatakan apa yang keluar dari lisannya samasekali apolitik melainkan nasionalisme akut yang sebenarnya haram diucapkan seorang muslim.

 

Ulama Arab Saudi, yang juga imam besar Masjidilharam dan Masjid Nabawi, Sheikh As Sudais mengatakan sebaiknya masyarakat umum tidak berbicara tentang krisis Gaza. Menurutnya, hal tersebut baiknya jadi urusan pemerintah atau penguasa saja (Sindonews com, 14-4-2025).

 

Terang saja perkataannya menjadi sorotan netizen, jika negara muslim, di dalamnya ada dua kota haram sekaligus tak menggubris Gaza sebagaimana mestinya, bukankah mereka yang sadar termasuk warga umum yang harus mengingatkannya bukan? Siapa lagi? Mengapa ia tak mengingat derajatnya sebagai ulama semestinya juga mencegah dari berbicara tanpa otak itu?

 

Secara politik, Kerajaan Arab Saudi mengecam invasi brutal Israel di Gaza. Kerajaan juga menegaskan tidak akan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel tanpa berdirinya Negara Palestina yang merdeka. Kendati demikian, Kerajaan Arab Saudi sama seperti negara Arab lainnya yang menolak melakukan intervensi militer untuk menghentikan invasi Israel di Gaza. Apalah artinya jika sekelas negara hanya berani mengecam saja dan bukannya mengerahkan tentara militernya? Menyeru sesama negara muslim bersatu, berjihad mengusir Israel Laknatullah

 

Sheikh As Sudais , dalam peristiwa sebelumya ( seorang wanita mengibarkan bendera Palestina di Masjidil haram) juga menegaskan Masjidilharam adalah salah satu tempat ibadah di Arab Saudi yang bebas dari simbol-simbol politik. Tidakkah ia mengingat bahwa pada zaman Rasulullah memimpin negara Islam di Madinah (Arab Saudi) setiap keputusan politik terlahir dari masjid itu, yang hari ini menjadi tujuan ibadah seluruh muslim di dunia?

Baca juga: 

Stabilitas Ekonomi Hanya Ada Dalam Syariat Islam

 

Di negeri ini pun, tak kalah mengenaskan, Presiden Prabowo Subianto menyatakan Indonesia siap menampung ribuan warga Gaza, Palestina yang menjadi korban kekejaman militer Israel. Prabowo akan mengirim pesawat untuk menjemput mereka (beritasatu.com, 9-4-2025).

 

Prabowo menegaskan Indonesia tetap memiliki tanggung jawab moral dan politik dalam penyelesaian konflik di Gaza, meski RI berada jauh secara geografis dari Palestina. Pasalnya, Indonesia merupakan negara dengan muslim terbesar di dunia dan nonblok yang bebas aktif serta diterima oleh berbagai pihak yang berseteru.

 

Namun, Prabowo menekankan evakuasi warga Palestina ke Indonesia nanti bersifat sementara. Para pengungsi itu akan kembali ke Tanah Air mereka setelah kondisi membaik dan situasi di Gaza memungkinkan.

 

Guna mematangkan langkah ini, Prabowo menyatakan akan segera mengirim Menteri Luar Negeri Sugiono untuk berkoordinasi langsung dengan otoritas Palestina dan pihak-pihak terkait di kawasan tersebut.

 

Prabowo juga kini tengah melakukan kunjungan kerja ke lima negara Timur Tengah meliputi Uni Emirat Arab, Turki, Mesir, Qatar, dam Yordania dengan salah satu misi yang dibawa adalah untuk mendorong penyelesaian konflik antara Palestina dan Israel.

 

Evakuasi Rakyat Gaza Ke Indonesia Memuluskan Agenda Penjajah

 

Pernyataan Prabowo bahwa Indonesia siap menerima 1000 warga Gaza, sesungguhnya justru akan memuluskan agenda pengusiran warga Gaza seperti yang diinginkan oleh penjajah. Demikian pula dengan pernyataan Sheikh As Sudais, menunjukkan betapa sekat Nasionalisme sangat kuat menguasai pemahaman mereka tentang Gaza.

 

Setiap serangan Israel ke Palestina yang dibantu Amerika bukan sekadar konflik antar negara, sebab selain Israel bukan negara resmi di atas Palestina, juga tidak seimbang jika diartikan perang, pasukan Hamas selama ini hanya bertahan. Aturan internasional lah yang seharusnya mampu menyelesaikan persoalan ini, namun sayang PBB dan organisasi dunia lainnya mandul, malah menjadi kepanjangan tangan dari para penjajah itu sendiri.

Baca juga: 

Gentingnya Kurang Makan Dibanding Pengangguran

 

Maka, pernyataan kedua tokoh dunia ini justru kontra produktif dengan seruan jihad yang disuarakan oleh banyak pihak hari ini , yang notabene menyadari bahwa tidak ada solusi hakiki selain jihad. Terlebih setelah melihat berbagai upaya yang dilakukan, dari mulai kecaman, boikot, solusi dua negara ( two nation state) hingga PBB sudah mengeluarkan 30 lebih resolusi nyatanya tidak menghentikan penjajahan dan genosida.

 

Evakuasi rakyat Gaza jelas makin menjauhkan dari solusi hakiki, karena sejatinya Zionis lah yang melakukan pendudukan bahkan perampasan wilayah. Sudah seharusnya Zionis yang diusir dari tanah Plaestina dan bukannya warga Gaza yang dievakuasi. Dan seharusnyalaj pula, ulama lurus dan hanif menyeru jihad dan persatuan kaum muslim sedunia.

 

Potensi negeri muslim sangatlah luarbiasa, tak hanya sumber daya manusianya, namun juga sumber daya alamnya. Begitu pun dengan kecanggihan senjata dan kekuatan militernya, merupakan perpaduan yang sempurna ketika bersatu untuk menghapuskan segala penjajahan di atas dunia ini.

 

Di sisi lain, evakuasi tersebut bisa jadi merupakan bentuk tekanan AS terhadap Indonesia atas kebijakan baru AS menaikkan tarif impor. Keberhasilan upaya Indonesia dalam melakukan negosiasi atas kebijakan tersebut bisa jadi akan digunakan alat untuk menekan Indonesia agar melakukan evakuasi warga Gaza. Inilah buah simalakama bagi negeri yang tergantung pada negara lain.

 

Islam Solusi Hakiki Palestina

 

Pemimpin negeri muslim seharusnya menyambut seruan jihad. Namun hari ini, Nasionalisme dan prinsip tak boleh ikut campur urusan negara menjadi penghalang menyambut seruan jihad. Sikap ini menunjukkan pengkhianatan pemimpin negeri muslim. Dan para ulamanya pun telah terbelenggu dengan ikatan yang sama yaitu Nasionalisme, sehingga lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada ukhuwah Islamiyyah.

Baca juga: 

Taipan Melenggang, Rakyat Terhadang, Istana Untuk Siapa?

 

Dari Abu Hurairah ra Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian (wahai muslim) saling hasad (dengki), saling najsy, saling membenci, saling membelakangi, dan janganlah kalian melakukan transaksi harta yang berdampak pada gagalnya transaksi orang lain. Jadilah kalian wahai hamba-hamba Allah orang-orang yang bersaudara. Orang Muslim itu saudara bagi muslim lainnya. Tidak menzhaliminya, tidak membiarkannya dizhalimi, tidak membohonginya, dan tidak merendahkannya. Takwa itu letaknya di sini –beliau menunjuk ke arah dadanya tiga kali-. Cukuplah seseorang itu jahat ketika ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim haram mengganggu muslim yang lain, baik mengganggu darah, harta ataupun kehormatan dan nama baiknya.” (H.R.Muslim).

 

Negeri Muslim seharusnya menjadi negara adidaya yang memimpin dunia. Dan itu hanya bisa dengan tegaknya Khilafah, dimana Khilafah sebagai negara adidaya akan menerapkan syariat Islam sehingga menjadi rahmat bagi seluruh alam dan membela setiap muslim. Sayangnya hari ini Khilafah belum tegak, nasib umat islam pun makin sengsara. Maka, kita harus mensegerakan tegaknya agar kezaliman di berbagai negeri muslim ini musnah.

 

Umat harus terus didorong untuk menolak evakuasi warga Palestina. Juga menyeru penguasa untuk mengirimkan tentara demi membela saudaranya muslim Palestina. Pada saat yang sama, Umat juga makin kuat berjuang untuk menegakkah Khilafah. Karena hanya jihad dan tegaknya Khilafah solusi hakiki membebaskan Palestina dari cengkeraman penjajah.

 

Gerakan umat ini membutuhkan kepemimpinan partai Islam ideologis agar tetap berada di jalur perjuangan yang benar sehingga memberikan pengaruh besar dalam mendorong penguasa negeri muslim untuk mengirimkan tentara untuk berjihad dan tegaknya Khilafah.

 

Sayangnya, umat masih jauh dari kesadaran ini, mereka lebih Rida dipimpin oleh demokrasi, padahal pemimpin yang terlahir dari rahim demokrasi hanyalah pemimpin boneka, bertekuk lutut pada kecongkakan Kapitalisme, pada kekuatan materi yang dimiliki segelintir orang yang kemudian mampu menyetir kebijakan negara, lupakah kita bahwa setiap apa yang kita perbuat kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT? Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Beribadah dengan Fokus, Stop Tajassus !

Dilansir dari SOREANG,AYOBANDUNG.COM– tarawih pertama di bulan suci Ramadhan pada Rabu 22 Maret 2023 malam di Kabupaten Bandung dijaga oleh petugas kepolisian.

Padahal Masjid begitu mulia dimata kaum Muslim. Lantas bagaimana hukum tajassus (memata-matai) dalam Islam?
Allah Subhanahu WaTa’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain (Tajassus)….” (TQS. Al-Hujarat [49]:12).

Dalam sistem sekuler, tidak heran kini hukum dibuat oleh manusia sendiri yang memiliki hawa nafsu, maka dipastikan condong pada kepentingan individu atau kelompok tertentu saja serta tidak memandang halal dan haram.

berbeda jika dalam sistem Islam, apabila kita melihat kembali bahwa masjid adalah tempat yang mulia bagi kaum muslim tempat kaum muslim bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah, tidak hanya untuk sholat dan baca Al Qur’an saja namun menjadi pusat aktivitas kaum muslim. Tempat dimana menjadikan kita beribadah dengan fokus, bukan malah tajassus.

Fungsi Masjid menjadi Sempit

Umat Islam seharusnya menyadari fungsi masjid yang sebenarnya sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pada masa kepemimpinan beliau sebagai Kepala Negara Islam di Madinah, Masjid Nabawi tidak hanya digunakan sebagai tempat salat dan beribadah namun juga mengurusi dengan kaum muslimin.
Dalam Sirah tercatat setidaknya ada 10 fungsi masjid pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *