Masifnya Upaya Pembelokan Peran Warasatul Anbiya

Suara Netizen Indonesia–Masyarakat di Jawa Timur dan sekitarnya mungkin tidak asing dengan salah satu produk minuman kemasan merk “ Santri”. Ternyata, air kemasan ini adalah salah satu produk Unit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang dikelola Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Sidogiri.

 

Dimana tahun 2024 lalu berhasil meraih omzet miliaran rupiah. Salah satu staf pengurus Kopotren Sidogiri, Muhammad Shofi, mengatakan, “Santri “ murni produk punya pesantren. Dananya dan pengelolaannya, karyawannya rata-rata santri (republika.co.id, 29-3-2025).

 

Pabrik Air Mineral Santri merupakan salah satu unit bisnis yang didirikan Kopontren Sidogiri sejak 2007. Sedangkan Kopontren Sidogiri adalah salah satunya unit usaha Ponpes Sidogiri yang didirikan KH Sa’doellah Nawawi sejak 1961 dan mulai berbadan hukum koperasi pada 1997.

Baca juga: 

Gentingnya Kurang Makan Dibanding Pengangguran

 

Manfaat secara finansial sudah dapat dirasakan, terutama untuk operasional belajar mengajar santri dan murid Ponpes Sidogiri. Disamping itu bagi santri ada kesempatan belajar tentang kewirausahaan, sehingga ketika lulus, para santri tidak hanya mendapatkan ilmu agama, tetapi juga keterampilan bisnis yang dapat menjadi bekal setelah lulus dari pesantren.

 

Ustaz Shofi menambahkan, dengan omzet yang besar, UMKM di Pesantren Sidogiri menjadi bukti nyata bahwa pesantren tidak hanya sebagai pusat pendidikan Islam, tetapi juga mampu menjadi motor penggerak ekonomi umat.

 

Selain dukungan pemerintah terhadap UMKM dengan Presiden Prabowo membentuk Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Republik Indonesia (Kementerian UMKM RI), kemenag sendiri telah membuat peta jalan kemandirian pesantren merupakan amanat UU Pesantren 18/2019. Ada tiga fondasi pesantren dalam UU tersebut, yaitu fungsi pendidikan, dakwah, dan pengembangan masyarakat, salah satunya terkait kemandirian pesantren.

 

Menteri agama pada saat itu, Yaqut Cholil Qoumas mengatakan alasan menyusun peta jalan itu guna menjadikan pesantren mandiri. Mengembangkan pesantren bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, melainkan juga sebagai percontohan pergerakan ekonomi. Hal itu diharapkan akan menopang kebutuhan operasional pondok pesantren itu sendiri, sekaligus membantu perekonomian lingkungan sekitarnya.

 

Negara Gagal Sejahterakan Masyarakat

 

Pendirian pondok pesantren di Indonesia semula diniatkan untuk mengisi celah pendidikan nasional yang meniadakan agama, sebab kurikulum di atur oleh pemerintah Belanda kala itu. Siapa yang boleh sekolah atau tidak pun diseleksi oleh Belanda, rakyat jelata jangan harap bisa mengenyam pendidikan seleluasa anak pejabat atau yang masih dalam jaringan pejabat di pemerintahan Belanda.

 

Namun kini, pondok pesantren telah kehilangan fungsi utamanya, awalnya sebagai lembaga dakwah, lembaga pendidikan, pengaderan ulama, serta pusat perjuangan umat dalam melawan penjajah kini ada upaya pembelokan atas fungsi di atas, dimulai pada 1980 melalui Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), dunia pesantren memperoleh tambahan fungsi, yaitu sebagai pusat pemberdayaan masyarakat. Banyak pesantren yang kemudian menjadi uji coba program pemberdayaan masyarakat. Pada tahun 2000, ditambah lagi fungsinya yaitu sebagai pusat pengembangan ekonomi kerakyatan.

 

Pondok pesantren yang awalnya melahirkan ulama dan dijadikan figur panutan “warasatul anbiya” , penjaga sekaligus rujukan umat karena kedalaman ilmu dan dan tsaqafah-nya (tafaqquh fiddin), kini menjadi cultural broker and marketer (makelar dan pemasar kebudayaan) , yaitu sebagai acuan dan referensi grup untuk bisnis (aspek ekonomi). Jelas semua ini tidak berjalan alami, melainkan karena sistem yang diterapkan negara berasaskan Kapitalisme sekuler.

 

Sebuah tata aturan yang mengandung cara pandang tertentu dalam kehidupan, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Para pengusung Kapitalisme tak peduli halal haram. Apa yang menurut mereka mampu memenuhi hasrat jazadiyahnya akan dilakukan. Artinya manusia memiliki kebebasan berperilaku, memiliki, berpendapat hingga beragama padahal, jika ia muslim tindakannya sangat bertolak dengan hukum syari’at.

 

Media sosial turut memperparah penyimpangan fungsi dengan membesarkan opini bahwa sekolah pondok tidak bisa mandiri ekonomi. Jelas hal itu tidak benar! Yang justru harus kita pahami, inilah bukti pendidikan negara ini tidak baik-baik saja, bahkan ada dikotomi pendidikan antara Sebenarnya inilah bukti betapa pendidikan di negeri ini masih ada praktik dikotomi pendidikan, antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan (sains). Seolah yang belajar ilmu agama di sekolah Islam Terpadu atau Pesantren minim ilmu sains-nya. Sebaliknya, orang jenius di sains tapi ilmu agamanya dangkal karena bersekolah di sekolah umum.

 

Padahal, pendidikan dan sekolah di dalam Islam bertujuan untuk menjadikan para pelajarnya menguasai tsaqafah Islam dan menguasai ilmu, sains, dan teknologi, tentunya yang berkarakter mulia, akhlakul karimah. Aktivis muslimah Asma Amnina menegaskan, program ini akan mengalihkan fungsi pesantren akibat keterpurukan ekonomi negara.

 

“Masifnya program pemberdayaan ekonomi santri atau pemberdayaan ekonomi berbasis pesantren ini tidak bisa dilepaskan dari kondisi keterpurukan ekonomi negara dan kemiskinan sistemis yang terus melanda negeri ini sehingga dapat mengalihkan fungsi pesantren,” jelasnya ( MNews, 23-12-2023).

 

Baca juga: 

Pemangkasan Anggaran, Berhemat  Untuk Siapa?

 

Ustaza Asma , aktifis muslimah , menegaskan, negara telah gagal dengan sistem ekonomi sekuler Kapitalismenya dalam memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. SDA yang melimpah ruah justru menciptakan jurang yang tajam antara yang kaya dan yang miskin. Sistem Kapitalisme sejatinya gagal menyejahterakan rakyat.

 

Pemerintah menganggap sah kebijakan pemberdayaan ekonomi rakyat dengan memberdayakan masyarakat, padahal jelas ini adalah tindakan lepas tanggungjawab negara kepada rakyatnya. Akan sangat bera jika tugas negara dilimpahkan begitu saja kepada pondok pesantren.

 

Ustaza Asma menegaskan jika benar-benar ingin memperbaiki perekonomian, negara harus mengganti fondasi bangunan ekonomi Kapitalisme dengan bangunan sistem ekonomi Islam yang menjadikan syariat Islam kafah sebagai acuan dalam mengatur perekonomian negara ini.

 

Dan memang demikian adanya. Sistem Sosialisme dan Kapitalisme diemban oleh negara-negara besar seperti Unisovie dan Amerika ( ada pula Inggris, Perancis dan lainnya) namun tak mampu bertahan lebih dari 100 tahun. Sementara Khilafah tegak melampaui 13 abad. Bukan waktu yang sebentar, dengan potensi pemimpin dunia atas segala kekayaan alam dan kemandiriannya.

BAca juga:

Kapitaliswe Mendatangkan Bencana, Umat Butuh Pemimpin Amanah

 

Dalam naungan Khilafah, lembaga pendidikan tidak dibebani mencari dana untuk membiayai kegiatan sekolah (pendidikan). Negara sebagai penyelenggara akan menanggung biaya pendidikan dari kas negara (Baitulmal) pos kepemilikan umum yang dikelola sesuai syariat Islam. Rasulullah saw. Bersabda, “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR Ibnu Asakir, Abu Nu’aim).

 

Inilah yang menjadi patokan, sehingga wajib kita memperjuangkan tegaknya kembali Khilafah agar kita memiliki lagi junnah (perisai). Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Serangan Produk Asing, Bagaimana Perlindungan Negara?

Dilansir dari KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Heru Sutadi seorang pengamat teknologi, mengatakan, Project S akan mengancam keberlangsungan UMKM di Indonesia. Ini yang kita takutkan di mana produk-produk luar negeri dengan mudah dapat dijual dan masuk ke Indonesia. Oleh karena itu, tentu akan berdampak negatif bagi UMKM di Indonesia. Jadi harus ada perhatian, jelas Heru dalam keterangannya, Senin (10/7).
Inilah Nasib pengusaha UMKM di bawah penerapan sistem kapitalisme alih-alih mendapatkan kesejahteraan, pengusaha UMKM malah dijadikan sebagai tumbal untuk menyelamatkan ekonomi kapitalis yang makin terpuruk. Kondisi ini semakin membuktikan bahwa penguasa dalam sistem kapitalisme hanya bertindak sebagai pelayan korporator baik lokal maupun asing, bukan pelayan rakyat. Kondisi tersebut tidak akan terjadi di dalam Khilafah yang menerapkan aturan Islam secara Kaffah. Khilafah akan menetapkan sistem ekonomi Islam termasuk dalam persoalan perdagangan.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *