Mindful Consumption, Sukses Hanya Dengan Islam Kafah

Suara Netizen Indonesia–Data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan tahun 2024 dari OJK menemukan tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia masih berada 39,11 persen jauh di bawah tingkat literasi keuangan konvensional sebesar 65,43 persen (republika.co.id, 13-3-2025).
Adanya kesenjangan dalam pemahaman dan pemanfaatan layanan keuangan syariah di Indonesia yang masih sangat rendah ini menunjukkan bahwa edukasi dan akses terhadap layanan keuangan berbasis syariah masih perlu digencarkan.
Fakta inilah yang mendorong PT Prudential Sharia Life Assurance (Prudential Syariah) menggelar program Special Ramadhan Talkshow, berkolaborasi dengan Hannah Indonesia, komunitas parenting dan edukasi berbasis Islam, serta Lyfe with Less, komunitas gaya hidup minimalis Indonesia, mengangkat tema ‘Bagaimana Memulai Konsumsi Berkesadaran sebagai Gaya Hidup yang Sesuai dengan Tauhid’.
Baca juga:
Zakat Hijau, Nama Baru Niatan Lama
Melalui kegiatan ini, Prudential Syariah hadir dalam memberikan edukasi tentang pentingnya mengelola keuangan berbasis syariah, salah satunya dengan memiliki asuransi berbasis syariah yang diharapkan dapat membawa keberkahan selama bulan Ramadhan.
Chief Strategy Officer Prudential Syariah, Mayang Ekaputri berharap, keluarga Indonesia bisa mengikuti kegiatan edukasi literasi keuangan dan asuransi berbasis syariah, sekaligus berkontribusi dalam ekosistem yang lebih luas dengan niat saling berbagi dan tolong menolong. Menurutnya, gaya hidup tauhid tak hanya baik untuk diri sendiri tapi juga untuk setiap keluarga Indonesia, sehingga semakin mampu mengelola keuangan sesuai prinsip syariah sekaligus memulai konsumsi berkesadaran.
Bisakah Sejahtera Terwujud Dalam Sistem Sekular?
Edukasi Mindful Consumption sangatlah penting untuk dipelajari. Bagaimana pun bertahan hidup dalam situasi yang tak menentu seperti hari ini dibutuhkan strategi jitu untuk melaluinya. Namun, jika melihat maraknya PHK massal, korupsi yang kian menggurita, ribuan sarjana antri mendapatkan pekerjaan, di sisi lain Morowali penuh dengan tenaga kerja berasal dari Cina, mahalnya berbagai biaya kebutuhan pokok tak cukup hanya mengandalkan gaya hidup tauhid.
Baca juga:
Peduli Generasi Islam Jadi Solusi
Negara kita, demikian juga dunia sudah lama dipimpin oleh sistem ekonomi kapitalisme yang dipaksakan (penjajahan) oleh negara-negara besar pengembannya. Sistem kapitalisme asasnya sekular, memisahkan agama dari kehidupan. Bahkan, kapitalisme adalah watak sesungguhnya negara kafir dalam memenuhi kebutuhan rakyat dan negaranya.
Kapitalisme juga menjadi idiologi yang kemudian diemban ke seluruh negara di dunia ini, dalam berbagai bentuk namun yang lebih kentara adalah melalui sistem ekonomi. Banyak negara di dunia yang tidak beridiologi terpaksa bertekuk lutut dan kehilangan kedaulatan termasuk Indonesia.
Itulah mengapa banyak organisasi dan kerjasama internasional yang digagas dengan berbagai alasan namun sejatinya hanya untuk satu tujuan yaitu menguasai sumber daya alam berikut sumber daya manusia di suatu negeri.
Sementara asuransi syariah yang ditawarkan Prudensial Syariah merupakan bagian dari sistem keuangan yang asasnya sekuler. Jika benar kita mengedepankan tauhid, maka tauhid yang mana? sebab Allah SWT jelas mengharamkan setiap transaksi yang di dalamnya ada bahaya, ketidakjelasan akad hingga kezaliman. Adalah mustahil memaksakan konsep tauhid dalam asuransi terutama jika masih dalam lingkup sistem kapitalisme. Ibarat air dan minyak yang selamanya tidak bisa bersatu.
Apalagi mengedepankan slogan gotong royong, sungguh ide ini menyesatkan. Akad asuransi adalah membayar sejumlah premi untuk dimanfaatkan atas nama pribadi, tidak ada akad yang menjelaskan bahwa dananya kelak akan digunakan untuk mengkover sakit orang lain. Apalagi, pihak asuransi sebenarnya bukan pemilik harta yang terkumpul, ia hanya pencatat dan penyimpan, lantas bagaimana bisa ia menyalurkan dana yang terkumpul kepada anggota asuransi lainnya?
Meski embel-embelnya syariah, tetap harus waspada sebab sejak awal sudah ada ketetapan pinalti jika ada keterlambatan membayar premi. Nasabah asuransi tidak bisa sembarangan mengambil dana dari rekeningnya meski itu uangnya sendiri, maka bisa dibilang ini ada dua transaksi dalam satu akad. Disinilah kekaburan akadnya.
Syariat Islam Kafah Manifestasi Tauhid Sesungguhnya
Kapitalisme lahir dari akal manusia yang menghendaki kebebasan ketika hendak memenuhi kebutuhan hidupnya. Yang mereka andalkan hanya besaran modal, bukan hukum kepemilikan yang dalam Islam sangat diperhatikan. Barang siapa melakukan pelanggaran termasuk negara sendiri harus mendapatkan sanksi tegas. Islam membagi kepemilikan atas harta menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum (SDA, barang tambang dan energi, laut, sungai dan lainnya) dan kepemilikan negara ( fa’i, jizyah, dan lainnya).
Baca juga:
Badai PHK Meresahkan, Islam Wujudkan Kesejahteraan
Otomatis sistem ekonomi Kapitalisme tidak mengenal halal haram, asal punya modal besar maka segala penghalang bisa dibereskan, termasuk jika undang-undang negara menghalangi tujuan ekonomi mereka.
Faktanya, sistem ekonomi Kapitalisme ini malah menciptakan kesenjangan yang dalam. Miskin dan kaya begitu kentara, sejahtera hanyalah ilusi. Dalam Islam, sejahtera tidak bisa terwujud hanya dengan sistem ekonomi saja, melainkan harus terintegrasi dengan sistem lainnya, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Dan ini menuntut adanya penerapan syariat secara kafah, atau menyeluruh.
Sistem ekonomi Kapitalisme memandang kebahagiaan semata hanya kemampuan memenuhi kebutuhan jasadiyah dengan materi, dan inilah yang menjebak manusia dalam perilaku konsumerisme. Ditambah dengan pemberitaan media, yang memanfaatkan kecanggihan teknologi hanya untuk menggiring opini terhadap suatu produk. Seolah hanya dengan memiliki produk tersebut kebahagiaan telah dicapai, maka viral perilaku FOMO, YOLO dan FOPO. Inilah yang akan diatur dalam Islam.
Dengan senantiasa mengaitkan setiap amal dengan akidah, keyakinan bahwa Allah senantiasa mengawasi dan kelak akan meminta pertanggungjawaban di akhirat. Pendidikan berbasis akidah juga akan mencetak pribadi yang bertakwa dan iklas mendedikasikan hidupnya untuk maslahat umat. Apapun kedudukannya, apalagi jika ia pemimpin.
Rasulullah Saw.bersabda, “Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (HR. Muslim). Dengan kepemimpinan sebagaimana yang Islam maksudkan, maka tauhid itu akan benar-benar menjadi gaya hidup bukan sekadar lips servis. Wallahualam bissawab. [SNI).
Komentar