Pemangkasan Anggaran, Berhemat Untuk Siapa?

Suara Netizen Indonesia–Baru-baru ini,  Kementerian Keuangan diminta menyusun kembali anggaran kementerian dan lembaga (K/L) yang akan dihemat. Alasannya, terdapat banyak kekhawatiran tentang program maupun kegiatan kementerian yang sebagiannya bisa tidak terlaksana (tempo.co, 10-2-2025).

 

Tak ayal lagi, kebijakan memangkas sebagian anggaran K/L yang mulai berlaku Januari lalu cukup menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Terlebih, kebutuhan vital seperti pangan, pertanian, pendidikan, dan kesehatan juga tak luput dipangkas.

 

Mengutip surat Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025, terinci nominal pemangkasan. Posisi tertinggi ditempati kementerian PU sebesar 81,38T, Kemendiktisaintek 22,54T, dan Kemenkes sebanyak 19,63T. Total untuk keseluruhan K/L besarnya 300T yang dipangkas.

 

Maklum bila publik kemudian menilai betapa irasionalnya kebijakan ini dan mulai mempertanyakan ke mana alokasi anggaran yang dipangkas tersebut. Dari kanal  Tempodotco yang mengulas tentang hal ini, terungkap beberapa hal menarik. Antara lain, pemangkasan ternyata dirumuskan tanpa melibatkan Kementerian Keuangan. Dananya diakui sebagian besar akan digunakan guna menambal kebocoran APBN membiayai program Makan Bergizi Gratis (MBG). (Tempodotco, Youtube).

Baca juga: 

Terowongan Simbol Toleran Betulkah Dibutuhkan?

 

Riskan, kebijakan yang tampak populis nyatanya beraroma otoriter dalam penetapannya. Hal yang sama juga disinyalir jurnalis kanal Youtube di atas. Termasuk ketika tujuan mengalirnya dana hasil pemangkasan  dialokasikan ke MBG yang tidak cukup menyentuh seluruh lapisan masyarakat.

 

Utamanya dari sisi kebutuhan yang vital. Tidakkah lebih urgen listrik, sekolah, kuliah, layanan kesehatan, gas, bahan bakar serta sembako yang terjangkau bahkan gratis  ketimbang bagi-bagi makanan sekali sehari? Bahkan dari kacamata awam terlihat jelas  salah kaprah dalam hal ini. Sebab bukan rahasia lagi, mayoritas uang yang selama ini digunakan maupun yang dipangkas sejatinya milik rakyat, dari hasil pungutan aneka jenis pajak.

 

Amboi, betapa kisruh dan resah yang berkembang di tengah masyarakat luas semakin menegaskan hadirnya ideologi Kapitalisme di balik semua sengkarut. Indikatornya kuat, yakni tata kelola anggaran yang tidak amanah karena minim berpihak pada kemaslahatan segenap individu rakyat.

 

Melainkan hanya mengarah pada kebijakan populis yang kental dengan aroma pencitraan serta lebih berpihak pada kepentingan segelintir orang yang menjadi pemilik modal atau yang biasa disebut oligarki. Hal yang disebut terakhir, imbasnya dapat dirasakan langsung lewat meningkatnya nilai utang berbalut investasi yang berlangsung ugal-ugalan selama dekade terakhir ini.

 

Tata Kelola Anggaran dalam Islam: Solusi Terbaik!

 

Siapa bilang Islam hanya mengatur soal iman, ibadah dan akhlak? Pasti kurang jauh mainnya. Sebab penataan kelola anggaran pun tak luput ditetapkan syariat. Islam, dienullah yang mengatur segala aspek kehidupan, mulai persoalan bangun tidur hingga bangun negara. Implementasinya merujuk pada apa yang dilakukan Baginda Muhammad, Rasulullah saw. dan para sahabat Beliau yang mulia.

Baca juga: 

Kapitalisasi Pendidikan Layaknya Hidup dan Mati

 

Berbeda dengan kapitalisme yang menyusun anggaran bertumpu pada pajak dan utang ribawi, anggaran dalam sistem pemerintahan warisan Rasulullah saw. tidak demikian. Ia sejalan dengan fungsi kepemimpinan yang sekaligus menjadi tujuan bernegara dalam Islam, yakni mengurusi seluruh urusan umat (raain) dan menjadi penjaga mereka (junnah). Kedua fungsi  yang hanya bisa direalisasikan dengan penerapan syariat Islam secara kafah, sebagaimana yang diperintahkan Allah Swt.

 

Allah swt. berfirman yang artinya,“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kafah dan jangan ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.”(TQS. Al Baqarah :208).

 

Ada pun mekanisme pengaturan pendapatan dan belanja diatur dalam sistem keuangan yang dikenal dengan nama Baitulmal. Pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu rakyat ditetapkan  sebagai tujuan  politik ekonomi Islam hingga akan selalu menempati prioritas anggaran. Kebutuhan tersebut meliputi pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.  (Al Amwal, Syaikh Abdul Qadim Zallum).

 

Dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok  inilah, negara tanpa segan  memberikan subsidi penuh sehingga seluruh rakyat bisa menikmatinya secara murah bahkan gratis. Di sisi lain Islam menugaskan negara untuk bisa menjamin tegaknya seluruh kewajiban syariat, termasuk menyediakan fasilitas bagi para lelaki muslim untuk dapat melaksanakan kewajibannya bekerja mencari nafkah. Fasilitas itu berupa lapangan pekerjaan, bantuan modal, pemberian keterampilan, dan sejenisnya.

Baca juga: 

Kapitalisme Membaca Bencana, Umat Butuh Pemimpin Amanah

 

Semua anggaran kemudian dipenuhi dari Baitulmal yang memiliki sumber pendapatan yang berlimpah. Beberapa di antaranya dari pengelolaan berbagai tambang milik umum, ghanimah, zakat, kharaj, jizyah dan masih banyak lagi. Sehingga alih-alih dipangkas, justru  anggaran selalu tersedia guna memenuhi  kemaslahatan rakyat tanpa harus dibatasi tahun anggaran.

 

Belajar dari sirah, tampak betapa mudahnya Rasulullah saw. mengumpulkan dana untuk jihad yang butuh biaya besar. Juga bagaimana Khalifah Umar bin Khaththab mengalirkan bahan pangan dari Mesir yang berlimpah ke ibukota negara, Madinah yang sedang paceklik  bisa direspons dengan cepat oleh wali (gubernur) Mesir, Amr bin Ash ra. kala itu. Hal ini membuktikan   tata kelola anggaran dalam Islam mampu mewujudkan kemaslahatan rakyat secara individu sekaligus kemuliaan bagi Islam dan umat muslim. Wallahua’lam. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Ketahanan Pangan di Indonesia Lemah, Siapa yang Bikin Ulah?

Negara hanya mengucurkan 0,6% dari total anggaran negara untuk bidang pangan. Untuk itu, ketersediaan pasokan pangan Indonesia dinilai kurang baik dengan skor 50,9. Ulah yang membuat ketahanan pangan di Indonesia lemah adalah karena Indonesia masih menggunakan sistem kapitalisme yang memakai paradigma batil neoliberal untuk mengolah pangan dan pertanian yang berorientasi hanya pada profit bukan kemaslahatan masyarakat. Berbeda dengan Islam, dimana Islam memiliki konsep yang jelas dalam pengelolaan pangan yaitu mempunyai visi terwujudnya swasembada pangan atau kemandirian pangan dan jaminan pasokan pangan dalam hal fisik. Islam memandang pangan adalah salah satu kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi negara maka negara akan melakukan beragam upaya untuk merealisasikannya seperti peningkatan produktivitas lahan dan produksi pertanian yaitu melalui ekstensifikasi pertanian.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *