Praktik Beking Bikin Pening
Suara Netizen Indonesia–Indahnya mantan jadi susah move on, bisa jadi ini terjadi pada mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi, namanya terseret-seret setelah tertangkapnya 11 orang tersangka, dalam kasus perlindungan judi online, yang melibatkan pegawai hinga staf ahli Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Beberapa waktu kemudian, ada dua orang lagi yang ditetapkan sebagai tersangka, hal itu dibenarkan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra, hingga kini total 16 orang dalam kasus ini.
Para tersangka ini memperkerjakan delapan operator untuk mengurus 1.000 situs judi online yang mereka “bina” agar tidak diblokir. Sebagai imbalannya, situs judi online itu diwajibkan membayar Rp 8,5 juta perbulan (kompas.com, 1-11-2024). Para tersangka memberi waktu dua minggu kepada situs-situs judi online ini untuk melakukan pembayaran yang dimaksud, jika menolak maka nama situsnya masuk dalam daftar situs yang harus diblokir.
Indonesia memang darurat judi online, PPTAK melansir data transaksi judi online terus meningkat setiap tahun. Pada 2021, transaksi judi online mencapai Rp 57,91 triliun, 2022 mencapai Rp 104,42 triliun, 2023 mencapai Rp 327,05 triliun, dan paruh pertama 2024 mencapai Rp 174, 56 triliun.
Data dari Alvara Reserach pada September 2024 menunjukkan, penduduk Indonesia yang pernah menyentuh judi online mencapai 4,5%, setara dengan kurang lebih 12 juta jiwa yang tersebar di seluruh Indonesia.
Meningkatnya transaksi disebabkan jumlah minimal transaksi di bawah Rp 10.000, sehingga anak-anak juga terlibat. Data Kemenko PMK tercatat, sebanyak 80.000 anak-anak di bawah 10 tahun pernah terlibat judi online (beritasatu.com,9-11-2024).
Presiden Prabowo pun menginstruksikan kepada para menteri terkait untuk memberantas judi online tanpa ampun. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Anwar Abbas mendukung langkah tegas Presiden tersebut.
Menurut Buya, praktik beking sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan perjudian, melainkan juga bentuk-bentuk kejahatan lainnya, semisal penyalahgunaan narkoba, penyelundupan barang ilegal, dan korupsi.
Suburnya praktik beking membuat kepercayaan masyarakat pada institusi-institusi penegak hukum dan pemerintah kian tergerus. Publik cenderung pesimistis bahwa pengusutan pelaku akan berjalan sebagaimana mestinya, kecuali dalam kasus-kasus yang sudah terlanjur menimbulkan kehebohan (viral) ( republika.co.id, 8-11-2024).
Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (PP GP Ansor) H Addin Jauharudin pun mendukung penuh upaya Presiden memberantas judi online. Menurutnya judi online sudah mengakar di masyarakat dan menyasar semua lapisan, mulai usia sekolah, remaja, hingga para lansia, sekaligus meresahkan. Ia menambahkan jika presiden instruksikan, Ansor Banser dan semua jajaran siap turut andil bekerja sama dengan negara untuk menumpas judi online (beritasatu.com,9-11-2024).
Anggota Komisi I DPR, Farah Nahlia, dari Fraksi PAN mengatakan, judi online merupakan musuh bersama masyarakat maupun negara. Untuk menyelamatkan peradaban bangsa, harus ada ‘jihad berjamaah’ seluruh elemen masyarakat (republika.co.id, 3-11-2024).
Menurut Farah, judi online maupun offline, sudah lama menjadi salah satu penyakit masyarakat. Judi menjadikan pelakunya mengalami banyak persoalan. Mulai dari terganggu secara keuangan, stress, terisolasi secara sosial, produktivitas hidup menurun, masalah kesehatan, berhadapan dengan hukum hingga gangguan hubungan di dalam keluarga, pertemanan dan pekerjaan.
Bahaya judi online yang sering kali luput dari pembicaraan ialah soal kebocoran data. Tidak hanya itu, potensi terjadinya tindak pidana pencucian uang, financial laundering, ransomware hingga pencurian data pribadi, menjadi dampak yang juga merugikan. Ditambah aksi kriminal yang dilakukan oleh pecandu game online, yang akan terus berupaya mendapatkan modal berjudi, demi menutupi kerugian atau hutang berjudi online, tambah Fara.
Pemberantasan Judi dalam Sistem Sekuler Kapitalisme
Sebetulnya sudah bukan hal baru jika aparat pemerintah justru menjadi penggembos kebijakan alias memancing ikan di air keruh. Suap menyuap, beking membeking seolah sudah menjadi cara bertahan hidup.
Pemberantasan judi online hanya mimpi ketika aparatur negara yang seharusnya memberantas justru memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok. Terutama karena dalam sistem saat ini sistem hukum sangat lemah, bukan kebenaran yang dicari, tapi pembenaran dengan cara transaksi hukum, pantas jika pemberantasan judi makin jauh dari harapan.
Kondisi ini tak bisa dilepaskan dari penerapan sistem hidup sekuler kapitalis yang diterapkan hari ini, yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan. Tak ada halal haram, tak ada kesadaran bahwa segala perbuatan di dunia akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
Saatnya Sistem Islam Diterapkan
Islam mengharamkan judi dan menutup celah terjadinya judi dengan mekanisme tiga pilar, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan penerapan sistem hukum yang tegas dan menjerakan oleh negara.
Allah SWT menyamakan judi dengan amal setan, sebagaimana firmanNya yang artinya,”Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”. (TQS al-Maidah:90).
Sistem pendidikan Islam meniscayakan terbentuknya kepribadian Islam sehingga terwujud SDM yang amanah dan taat pada aturan Allah, juga masyarakat yang memiliki budaya amar makruf nahi mungkar.
Hal ini jelas membutuhkan pemimpin dengan kapasitas sebagai periayah, bukan sekadar mendukung dan mencela. Rasulullah Saw. bersabda, “Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Tak ada tawaran lain, jika memang hendak memberantas judi baik offline maupun online kecuali dengan menerapkan hukum Islam secara kâfah dan memunculkan pemimpin yang dengan ketaatan penuh kepada RabbNya menjadikan syariat satu-satunya kebijakan yang ia jalankan. Wallahualam bissawab. [SNI].
Komentar