GSN “Pesta” nya Relawan, Yakin Untuk Rakyat?
Suara Netizen Indonesia—Arena Senayan berguncang, ada gelaran spektakuler yang melibatkan 15 ribu relawan Prabowo-Gibran. Tajuk acara adalah deklarasi Gerakan Solidaritas Nasional (GSN). Acara tak sekadar deklarasi tapi ditambah hiburan musik.
Menurut Ketua Umum GSN yang sekaligus Menteri Investasi dan Hilirisasi, Rosan Roesani, Solidaritas Nasional adalah saling memaafkan segala kesalahan di masa lalu dan permusuhan, demi masa depan bangsa, saling menghormati perbedaan, mendukung kepentingan yang beragam, serta mengangkat satu sama lain demi kehormatan, pertumbuhan, dan kemajuan Indonesia (Republika.co.id, 2-11-2024).
GSN diklaim sebagai sebuah paguyuban independen yang pendiriannya atas perintah Presiden Prabowo sendiri. Memiliki misi menghasilkan resolusi-resolusi untuk direalisasikan secara nyata oleh pemerintah, dengan dukungan pemerintah, atau melalui sumber daya GSN sendiri sehingga manfaatnya secara langsung dan cepat dirasakan oleh masyarakat.
Sedangkan Visi GSN adalah menjadi organisasi yang merekatkan seluruh rakyat Indonesia. Dengan cara menampung dan mewujudkan gagasan-gagasan besar menjadi solusi-solusi konkret bagi kehidupan masyarakat dan kemajuan bangsa. Baik rakyat Indonesia di dalam negeri maupun yang menjadi diaspora di seluruh dunia.
Baca juga:
Kerapuhan Mental Generasi, Kemana Arah Solusi?
Nama Gerakan Solidaritas Nasional sendiri diambil, menurut Rosan merupakan satu frasa yang tidak sekadar rekonsiliasi setelah pemilu, tapi bergerak dan berkarya bersama demi kepentingan Indonesia. GSN juga membuka diri untuk bersinergi dan berkolaborasi dengan berbagai elemen bangsa, seperti beberapa stakeholders terkait melalui berbagai aktivitas yang bertujuan mendukung keberhasilan pembangunan yang efektif dan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas.
Adakah Persatuan Hakiki Di Luar Islam?
Sangat tampak bahwa gelaran ikrar sekaligus panggung hiburan ini untuk mengapresiasi kinerja para relawan yang telah sukses mengantar pasangan Prabowo-Gibran duduk di kursi 1 RI. Tak mungkin mereka mendapatkan jabatan di pemerintahan, sebab hal itu sudah dialokasikan untuk timses dari partai dan profesionalitas. Namun apa lacur, bagi-bagi kue kebahagiaan setidaknya harus tetap terlaksana, agar tak ada kegoncangan.
Namun yang perlu dikritisi, GSN menjadi sesuatu yang ambigu. Paguyuban independen namun sekelas wakil rakyat bahkan kementerian, bagi pemerintah seolah tink tank untuk merancang pembangunan berkelanjutan dengan basis persatuan antar golongan. Bukti bahwa pemerintahan ini tak memiliki konsep yang baku.
Aspirasi rakyat ditampung, nota bene rakyat yang mana dulu? Faktanya, selama ini rakyat berdarah-darah meminta keadilan, tanahnya dirampas, hartanya dikuras, tetap saja pemerintah keukeuh berhadapan dengan rakyat dengan kekerasan. Bahkan menyeret aparat untuk “menyelesaikan” urusan rakyat.
Baca juga:
Pengangguran, Butuh Pekerjaan Bukan Pernikahan
Padahal yang menjadi masalah adalah makna kesejahteraan itu sendiri, yang berbeda antara pemerintahan dan rakyat. Rakyat ingin dimudahkan, sedangkan pemerintah ingin mendapatkan manfaat materi semata.
Kemudian menyangkut persatuan yang dibutuhkan untuk pembangunan, seolah ada beberapa pihak yang mencoba membuat kegaduhan hingga menghambat pembangunan. Sungguh menyesatkan! Bukankah para relawan itulah alat pembuat kegaduhan itu?
Demokrasi memang ilusi, apa yang digagas seolah bagus, namun tak pernah sekalipun memberikan hasil yang terbaik. Sebabnya dibangun di atas pandangan sekuler, memisahkan agama dari kehidupan bahkan negara. Yang dulu lawan, kini jadi kawan. Jargon populernya, tak ada teman sejati, yang ada adalah kepentingan sejati. Segala idealisme di awal menguar ke udara begitu saja begitu masuk dalam lingkaran politik ala demokrasi.
Sungguh, tak ada persatuan hakiki di luar Islam. Sebab semuanya palsu. Titik terendah kepalsuannya adalah nasionalisme lebih mulia daripada ukhuwah Islamiyah dan hukum manusia dianggap lebih adil daripada hukum Allah SWT.
Islam Idiologi Sempurna Dari Yang Maha Sempurna
Pembangunan adalah sesuatu yang prinsip dalam sebuah negara, dengan pembangunan segala kebutuhan manusia menjadi mudah dipenuhi. Yang perlu diketahui, bahwa pembangunan tidak melulu mengenai gedung pencakar langit, gerbang selamat datang yang epik, bandara internasional, rumah sakit internasional dan lain sebagainya melainkan menyangkut manusianya juga.
Baca juga:
Tanpa Syariat, Pengentasan Kemiskinan Hanya Ilusi
Maka, yang perlu diperhatikan adalah ikatan yang sahih yang kemudian bisa membawa perubahan. Sebagaimana penjelasan Syekh Taqiyuddin. An Nhabani dalam kitabnya Nidzamul Islam ( Peraturan hidup dalam Islam) halaman 45, bahwa ikatan nasionalisme adalah ikatan yang rusak karena tiga hal, pertama mutu ikatannya rendah, kedua ikatannya bersifat emosional dan ketiga bersifat temporal.
Dalam Islam, ikatan yang benar untuk mengikat manusia dalam kehidupannya adalah Akidah Aqliyah, akidah yang sampai melalui proses berpikir yang melahirkan peraturan hidup menyeluruh. Inilah ikatan idiologis yang berdasarkan mabda (idiologi).
Semua bukan didasari kepentingan individu atau golongan, melainkan keimanan bahwa hanya Allah-lah yang patut disembah. Hanya aturan Allah-lah yang wajib diterapkan bukan yang lain. Ukhuwah Islamiyahlah yang akan memberikan kebaikan dunia akhirat.
Saudara kita di Palestina, Myanmar, Bangladesh, Xin Jiang dan lainnya hanya bisa diselamatkan ketika kaum muslim tak lagi mendewakan nasionalisme. Namun bersatu sebagai satu kesatuan utuh tanpa sekat nasionalisme.
Demikian pula pemerintahan, tidak akan tersusun dari orang-orang yang loyal karena kepentingan, melainkan karena keyakinan bahwa setiap amanah akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Sehingga tak bisa hanya bereuforia atas kemenangan dan lupa tujuan dasar memimpin rakyat.
Rasulullah saw. telah menegaskan, ‘Sungguh kalian akan berambisi terhadap kekuasaan. Padahal kekuasaan itu bisa berubah menjadi penyesalan pada Hari Kiamat kelak“. (HR al-Bukhari). Wallahualam bissawab. [SNI].
Komentar