Kabinet Gemuk Bikin Rakyat Remuk

Suara Netizen Indonesia–Wajah-wajah sumringah beriringan datang ke sebuah rumah megah di Jakarta untuk menemui presiden terpilih, Prabowo Subianto. Pada Senin tanggal 14 oktober 2024 itulah hari yang sangat membahagiakan sekaligus membanggakan bagi para elite politik tersebut atas terpilihnya mereka di kabinet gemuk presiden.

 

Pelantikan presiden akan digelar pada 20 Oktober 2024. Diiringi persiapan pembentukan kabinet gemuk, hubungan Prabowo dengan para petinggi partai yang tak sejalan pada pilpres kemarin pun merapat.

 

Kabinet gemuk ini tentu saja telah disiapkan legalitasnya melalui UU Kementrian Negara. Selama ini jumlah kementerian dibatasi maksimal 34 kementrian. UU terbaru telah menghapus batas maksimal jumlah menteri dalam kabinet pemerintahan.

Baca juga: 

Syahwat Kuasa Kepala Desa Belum Padam

 

Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan tidak ada kebutuhan yang mendesak bagi Prabowo untuk mengoperasikan jumlah kementerian lebih banyak daripada pemerintahan sebelumnya. “Ini upaya untuk bagi-bagi kue kekuasaan, mengingat gemuknya koalisi partai politik pendukung Prabowo,” kata Feri (Tempo.co, 13-09-2024).

 

Respon senada disampaikan oleh pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah. Ia mengatakan gaung zaken kabinet di pemerintahan Prabowo-Gibran mustahil bisa dibentuk. Ia meyakini kabinet mendatang akan gemuk dengan alasan politik balas budi.

 

Demikianlah ruwetnya sistem politik dalam demokrasi. Kementrian dibuka bukan demi kepentingan rakyat, tapi untuk menjalankan politik balas budi. Padahal semakin banyak jumlah kabinet akan menambah beban anggaran negara.

 

Gaji dan tunjangan seorang menteri yang fantastis memang untuk membalas jasa yang mengantarkannya pada kursi kekuasaan. Dengan banyaknya kursi menteri pula maka kemungkinan menyalahgunakan jabatan akan semakin besar.

Baca juga: 

Pengurusan Moderasi Amanah Dalam Proyek?

 

Dalam sistem demokrasi, para petinggi partai niscaya mebutuhkan modal yang tidak sedikit. Hal ini membuat para elite partai yang duduk di kursi kekuasaan dan legislatif mencari jalan bagaimana caranya untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan demi meraih kursi jabatan ini. Korupsi pun menjadi jalan ninja untuk mendapatkan semuanya.

 

Cara yang begitu mudah dan murah serta minim resiko dalam sistem saat ini. Urusan rakyat tidak usah jadi pertimbangan. Buat apa mengurusi dan mengutamakan kepentingan rakyat yang tak akan mendapatkan keuntungan apapun, bahkan hanya menambah kerugian karena tidak akan direstui para pemilik modal dan oligarki.

 

Dengan demikian oligarki pun akan mendapatkan keuntungan yang besar sekaligus semakin menancapkan kuku-kuku kekuasaannya. Sumber daya alam pun tergadaikan untuk mereka, sedangkan rakyat yang merupakan pemilik sebenarnya justru tidak dipalak. Sudahlah sumber daya alam dirampok oleh kerakusan mereka, ditambah pula terjadi pemerasan, yakni dipaksa membayar pajak yang jumlahnya makin naik dan macamnya beragam.

 

Dalam Islam, sumber daya alam yang melimpah serta menguasai hajat hidup orang banyak adalah milik rakyat. Sebagaimana dalam sebuah hadits,“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Maka kondisi penguasa yang semaunya sendiri dalam berbuat untuk rakyat adalah sebuah kazaliman yang luar biasa.

 

Banyak sekali alasan yang dikemukakan dalam upaya pembodohan pada rakyat. Pembentukan kabinet gemuk dikatakan demi efektivitas. Padahal sudah jelas hal ini merupakan pemborosan yang akan menambah berat beban APBN. Begitu banyak pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal ini, sehingga rakyat pun lagi-lagi menjadi korban. Para pejabat telah berfoya-foya di atas penderitaan rakyat.

Baca juga: 

Industri Halal Dibidik, Syariat Islam Kâfah Diselidiki

 

Untuk apa sebenarnya kabinet gemuk? Rakyat tidak butuh itu semua. Yang dibutuhkan rakyat adalah pemimpin yang amanah dan mencintai rakyat. Rakyat memiliki hak untuk dilayani dan disejahterakan. Karena penguasa dalam Islam adalah pelayan umat, bukan malah sebaliknya.

 

Mungkinkah sosok pemimpin pelayan umat bisa ditemukan dalam sistem rusak ini? Tentu saja sulit sekali mewujudkan harapan ini selama pemikiran kaplitalisme demokrasi masih bercokol di tengah-tengah masyarakat. Padahal mayoritas adalah umat Islam. Namun kapitalisme bahkan mendominasi dalam pengaturan urusan kepentingan umat.

 

Kabinet gemuk demi mengakomodasi bebagai kepentingan elit politik yang boros anggaran dan berpotensi merugikan negara tidak pernah ada dalam sistem Islam. Karena amanah dan tanggung jawab seorang peguasa begitu besar di hadapan Allah. Sekali mereka tergelincir berbuat zalim pada rakyat maka siksa Allah yang begitu nyata telah menantinya. Ada ketakwaan individu dalam sistem Islam yang senantisa dikontrol oleh rakyat.

 

Tools untuk menjaga agar pemimpin mampu berbuat adil dan amanah pun telah disiapkan dalam sistem Islam. Negara memiliki struktur pemerintahan dan administrasi yang ideal dan efektif. Penyelenggara negara tinggal menerapkan ketentuan yang sudah disediakan oleh Sang Maha Pencipta dalam hukum-hukum syariat Islam yang penuh keadilan. Tidak seperti negara dalam sistem kapitalisme demokrasi yang sarat dengan kepentingan penguasa berkolaborasi dengan pengusaha.

 

Umat Islam di manapun berada sudah pasti menginginkan syariat Islam ditegakkan di atas muka bumi ini. Apalagi di negeri mayoritas muslim. Karena manusia adalah makhluk sosial yang butuh diatur, ditata dengan syariat agar menjadi sebuah peradaban nan gemilang sebagaimana dahulu pernah terwujud di masa-masa Kekhalifahan. Wallahu’alam bish-shawab. [SNI].

Artikel Lainnya

Pemerataan Pembangunan Desa, Akankah Menjadi Realita?

Realitasnya bahwa tak semua desa mampu secara finansial membiayai pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya sendiri. Meski ada program Dana Desa yang konon katanya adalah bentuk perhatian pemerintah nyatanya terselip motif lain yaitu neoliberalisme ekonomi melalui sektor pariwisata dan sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh tiap desa di negeri ini. Rupanya dibalik program-program yang dicanangkan untuk mengelola desa di dasarkan pada untung dan rugi.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *