Banyak Gen-Z Jadi Pengangguran, Salah Siapa?

Suara Netizen Indonesia–Baru-baru ini sedang ramai diperbincangkan jumlah pengangguran di Indonesia yang meningkat pesat, khususnya gen-Z. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2023 sebanyak 9,9 juta orang dengan rincian 5,73 juta orang merupakan perempuan muda sedangkan 4,17 juta orang tergolong laki-laki muda masuk ke dalam kategori tidak sedang belajar, bekerja, dan dalam pelatihan atau not in education, employment, and training (NEET) (cnbcindonesia.com, 27-05-2024).

Dari data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2024, ada 3,6 juta gen-Z usia 15-24 yang menganggur tahun ini. Itu artinya, gen Z menyumbang 50,29 persen dari total pengangguran terbuka di Indonesia (wartaekonomi.co.id, 10082024).

Banyaknya gen-Z yang menganggur akan menjadi ancaman yang serius jika tidak segera diatasi. Bonus demografi yang diharapkan menjadi keuntungan di tahun 2045 pun akan terasa sulit dicapai.

Baca juga: 

Kekerasan Dalam Keluarga Buah Sistem Kapitalisme

 

Padahal gen-Z adalah mereka yang lahir di antara tahun 1997-2012 dan mereka tumbuh di era teknologi yang sudah canggih. Tentu saja seharusnya tidak akan sulit bagi gen-Z untuk mendapatkan pekerjaan. Namun sayang, pertumbuhan jumlah generasi usia produktif tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.

 

Telah jelas bahwa negara gagal dalam menjamin kesempatan kerja kepada para kepala keluarga atau laki-laki. Padahal bekerjanya para kepala keluarga atau laki-laki merupakan salah satu mekanisme terwujudnya kesejahteraan rakyat dan negara adalah penanggung jawab atas persoalan kesejahteraan rakyat.

Namun bukan hanya tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan, negara juga salah membaca akar permasalahan dari pengangguran. Negara mengatakan bahwa pengangguran disebabkan karena banyaknya Genzi yang salah jurusan sehingga skill yang mereka miliki tidak sejalan dengan kebutuhan industri.

Pemerintah menyerahkan tanggung jawab pekerjaan pada dunia kerja yang hari ini dikuasai oleh para korporasi. Inilah watak penguasa dalam negara yang menerapkan sistem sekulerisme kapitalisme. Negara hanya bertindak sebagai regulator bukan pengurus urusan rakyat yang seharusnya memiliki mekanisme tersedianya lapangan kerja yang memadai.

Tidak bisa dipungkiri bahwa sistem ekonomi kapitalisme yang berasaskan liberal menjadikan pengelolaan sumber daya alam dan energi legal diberikan kepada asing dan swasta. Begitu juga dalam urusan hajat hidup masyarakat seperti layanan pendidikan, kesehatan, transportasi dan sebagainya.

Baca juga: 

Subsidi LPG jadi BLT, Solusi atau Masalah Baru?

 

Untuk mendapatkan keuntungan besar tentu saja pihak swasta berusaha mencari tenaga kerja dengan bayaran murah atau justru meminimalisir jumlah tenaga kerja. Bahkan seringkali mereka menarik tenaga kerja asing yang dianggap lebih ahli dan terampil. Di sinilah kesempatan kerja bagi generasi negeri ini tertutup.

Sektor pertanian, perikanan, perkebunan perdagangan, jasa dan sebagainya semakin tidak diminati karena minimnya dukungan dari negara. Oleh karena itu persoalan pengangguran generasi negeri ini sejatinya bermuara pada penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang abai terhadap nasib generasi.

Berbeda dengan negara yang menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan. Negara menjalankan sistem ekonomi dan politik Islam. Dengan demikian negara akan mampu mengatasi pengangguran dengan tersedianya lapangan kerja yang memadai bagi rakyatnya.

Perekonomian tumbuh dengan sangat baik bahkan cepat pasalnya sistem ekonomi Islam memiliki pengaturan terkait kepemilikan di mana sumber daya alam dan energi diposisikan sebagai pemilik umum atau rakyat dan haram diserahkan kepada swasta apalagi asing. Dari sini saja negara akan mampu membuka lapangan pekerjaan dari sektor industri dalam jumlah besar sebab pengelolaan sdae ini berkaitan dengan hajat hidup masyarakat.

Baca juga:

Tanpa Junnah, Darah dan Nyawa Tak Berharga

 

Negara juga akan mendukung tersedianya tenaga kerja yang mumpuni melalui pendidikan Islam yang bisa mengakses siapa saja karena gratis dan tentu berkualitas. Negara memberi dukungan pengembangan ekonomi riil melalui pembangunan infrastruktur, pemberian modal dan sarana prasarana di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan perdagangan, jasa, dan lain-lain.

Oleh karena itu tersedianya lapangan kerja yang memadai hanya bisa tercapai jika negara menerapkan aturan Islam dalam mengatur masyarakat. Sehingga kesejahteraan rakyat pun terjamin. Wallahualam bissawab. [SNI].

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *