Kunjungan Influencer ke IKN Membebani Negara

Suara Netizen Indonesia–Baru-baru ini Presiden Joko Widodo mengajak para influencer untuk melakukan kunjungan ke Ibu Kota Nusantara (IKN) dalam rangka meresmikan Jembatan Pulau Balang dan meninjau pembangunan jalan tol menuju IKN (tempo.co, 04/08/2024). Tentu saja hal ini menuai pro kontra, sebab di tengah kehidupan rakyat yang semakin sulit, hadirnya influencer ke IKN malah menggunakan anggaran negara. 

 

Sejumlah pengamat politik pun menilai kehadiran influencer tersebut tidak diperlukan apalagi jika hanya untuk memoles citra IKN agar positif sedangkan pembangunan tahap pertama nya saja belum rampung (tempo.co, 04/08/2024). Meski banyak kritik dari pengamat politik, staf khusus presiden tetap menjelaskan kehadiran influencer adalah sebagai salah satu bentuk keterbukaan pada publik. 

 

Kunjungan influencer ke IKN jelas hanya membebani anggaran negara. Hal ini juga membuktikan bahwa hadirnya influencer hanyalah pencitraan pembangunan IKN yang justru masih banyak permasalahan dan terancam gagal. Jelas bahwa selama ini kebijakan yang dilaksanakan tidak efektif dan efisien. Influencer yang ikut hadir ke IKN pun seakan menutup mata atas segala permasalahan dalam pembangunan IKN. Pencitraan juga makin tampak ketika kunjungan tidak disertai dengan kunjungan kepada masyarakat terdampak pembangunan IKN. 

 

Baca juga: 

Oh Agustus Apakah Kita Sudah Merdeka?

 

Pembangunan IKN sarat kapitalisme, pendanaannya bertumpu pada APBN dengan alasan masuk dalam proyek strategis nasional. Hingga hari ini pembangunan IKN masih menyisakan banyak konflik agraria yang secara jelas telah merampas ruang hidup masyarakat. Ditambah pula banyaknya pejabat yang tidak amanah yang lahir dari sistem demokrasi dimana telah melahirkan trik-trik dan manuver-manuver demi meraih kepentingan pihak tertentu tidak peduli halal atau haram.

 

Kepentingan yang dimaksud adalah para investor dan pemangku kebijakan. Sementara itu di tengah kondisi perekonomian rakyat yang semakin sulit, pembangunan IKN tentu saja hanya menjadi beban bagi masyarakat dan negeri. 

 

Berbeda dengan pembangunan yang disandarkan pada sistem Islam. Dalam islam semua program pembangunan dan pengurusan rakyat dilaksanakan dengan efektif dan efisien termasuk dalam penggunaan anggaran negara.

 

Paradigma pembangunan dalam islam adalah pembangunan harus ditujukan untuk kemaslahatan seluruh rakyat bukan kepentingan segelintir orang. Selain itu pembangunan wajib mempertimbangkan kemudharatan yang mungkin ditimbulkan dan berdampak pada kehidupan masyarakat sekitar.

 

Baca juga : 

Jika Bangun Pencitraan Mudah, Mengapa Bangun Negara?

 

Dalam Islam pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan yang merata di setiap wilayah sehingga setiap wilayah layak menjadi ibukota. Tidak akan ada ketimpangan pembangunan yang berujung urbanisasi hebat, sehingga tidak akan ada pemindahan ibukota akibat tidak kondusifnya ibu kota sebelumnya.

Baca Juga: 

Gamang Diawal Akhirnya Ikut Mengawal

 

Selain itu, pembangunan dalam Islam dilaksanakan oleh pejabat yang amanah dan memahami bahwa tanggung jawab pengurusan rakyat bukan hanya kepada rakyat tetapi juga kepada Allah SWT sehingga perbuatan menyalahgunakan anggaran negara tidak akan dilakukan.

 

Negara dengan sistem Islam akan menjamin suasana amar makruf nahi mungkar pada semua rakyatnya sehingga semua individu rakyat memiliki kesempatan dan senantiasa melakukan koreksi terhadap penguasa sesuai dengan tuntunan Islam.

 

Amar makruf nahi mungkar inilah yang akan mengontrol kebijakan penguasa agar tidak menyalahi syariat Islam dan merugikan rakyat. Sungguh pemimpin yang amanah dan peduli terhadap kepentingan rakyatnya hanya dapat ditemukan dalam sistem kehidupan Islam. Wallahualam bissawab.  [SNI].

 

Artikel Lainnya

Pemerataan Pembangunan Desa, Akankah Menjadi Realita?

Realitasnya bahwa tak semua desa mampu secara finansial membiayai pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya sendiri. Meski ada program Dana Desa yang konon katanya adalah bentuk perhatian pemerintah nyatanya terselip motif lain yaitu neoliberalisme ekonomi melalui sektor pariwisata dan sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh tiap desa di negeri ini. Rupanya dibalik program-program yang dicanangkan untuk mengelola desa di dasarkan pada untung dan rugi.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *