Lemahnya Akidah Merusak Potensi Gen Z.

Oleh : Dr. Sara Respati, S.T., M.Sc.

(Aktivis Dakwah, Pemerhati Generasi, Ngaglik, Sleman, DIY)

 

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan anak-anak yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS An. Nisa: 9)

 

Jika ditelaah lebih jauh, makna anak-anak yang lemah di sini tidak melulu tentang kondisi ekonomi, kesuksesan dunia, atau kesejahteraan sebagaimana sering dibahas secara umum. Namun, lemahnya akidah (keimanan) yang menjadi akar permasalah generasi saat ini. Lemahnya akidah inilah yang akan menimbulkan berbagai dampak dan problematik di tengah masyarakat, seperti masalah mental, kriminalitas, kesehatan, pergaulan bebas.

 

Tak bisa dimungkiri, Generasi Z adalah aset berharga bangsa dalam menyongsong puncak bonus demografi. Pasalnya, jumlah penduduk dari generasi yang lahir pada 1997-2012 ini mendominasi jumlah penduduk di Indonesia.

 

Dilansir dari dataindonesia.id, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, keberadaan Generasi Z di Indonesia mencapai 27,94% atau setara 75,49 juta jiwa pada tahun 2020. Di mana potensi yang dimiliki oleh Gen Z sebenarnya sangat banyak, di antaranya:
1. Adaptability, mereka cepat beradaptasi pada perubahan.
2. Collaboration, mereka dapat bekerja sama dalam kelompok secara baik.
3. Data Analysis, mereka mengetahui insight dari sebuah fakta.
4. Digital Intuition, mereka cepat memahami kemajuan teknologi.

 

Sayangnya, menurut data yang ada, sebanyak 46,7% atau setara dengan 17 juta jiwa Generasi Z mengalami gangguan kesehatan mental. Kasus lainnya generasi muda banyak yang terjebak pinjaman online, gaya hidup hedonis, bahkan menghalalkan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan fashion, gadget, kemewahan, dan kesenangan.

 

Banyak permasalahan yang terjadi pada Generasi Z hari ini, mulai dari masalah pengangguran, kemaksiatan, kejahatan, mental illness, depresi, bunuh diri, dan masih banyak lagi. Gen Z sekarang akalnya banyak yang terbelenggu, potensi mereka mati. Mereka lebih bangga dengan gaya hidup kebarat-baratan, menyerahkan diri sendiri untuk identify himself, badanku, ya suka-suka aku, sibuk dengan dunia digital, juga menyerah dengan realita yang ada.

 

Disadari atau tidak, semua kerusakan yang terjadi pada generasi saat ini dikarenakan lemahnya akidah mereka. Kehidupan yang tidak memaknai agama atau memaknainya sebatas kegiatan ritual saja. Hal ini akan berbeda jika Generasi Z mempunyai akidah yang kuat. Di mana segala amal perbuatannya akan dikaitkan dengan aturan Islam. Syariat Islam dijadikan landasan sebelum melakukan setiap hal.

 

Tentu saja, peranan orang tua untuk mencetak generasi tangguh sangatlah penting. Orang tua harus terus membekali diri dengan Islam yang menyeluruh, mencari lingkungan yang mendukung, menjalin kedekatan yang baik dengan anak, juga menanamkan visi, mentransfer ilmu dan karakter dengan benar.

 

Tak hanya peran orang tua pada lingkup keluarga, tapi juga butuh peran masyarakat sebagai kontrol sosial dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Namun, perlu digarisbawahi, peran negara inilah yang sangat dibutuhkan. Karena negara lah sebagai pemangku kebijakan. Negara lah yang mempunyai wewenang untuk mengontrol informasi, konten-konten di media sosial, termasuk melarang tontonan bersifat pornografi, pornoaksi. Di samping itu, negara juga mempunyai kewajiban menjamin ekonomi, kesehatan, dan pendidikan generasi.

Wallahua’lam Bishowwab.

Artikel Lainnya

PERAN DAYAH DALAM MEMBANGUN PENDIDIKAN DI ACEH

Istilah Dayah sudah sangat populer dalam masyarakat Aceh. Hubugan Dayah dan masyarakat Aceh sudah terjalin sangat erat, sehingga keeradaan Dayah di tengah-tengah masyarakat sudah dapat diterima dan menjadi sebuah gebrakan perubahan untuk menciptakan suasana social kemasyarakatan yang aman, damai dan berpayungkan hukum-hukum Islam.
Keberadaan Dayah telah ada sejak masuknya agama Islam di Aceh yakni pada tahun 800 M. Pada masa itu para pedagang dan mubaligh yang datang dari Arab berlabuh di pesisir Sumatera. Selain melakukan perdagangan, para pedagang dan mubaligh ini juga sangat aktif dalam menyebarkan agama Islam. Untuk mempercepat proses penyebarannya maka didirikanlah tempat pendidikan Islam yang pada waktu berfungsi sebagai media transformasi pendidikan Islam kepada masyarakat. Sejarah mencatat bahwa Dayah tertua di Aceh adalah Dayah Cot Kala yang sudah berdiri sejak abad ketiga hijriah. Dayah ini menjadi pusat pendidikan Islam pertama di Asia Tenggara dengan tenaga-tenaga pengajar yang berasal dari Arab, Persia, dan India. Fungsi Dayah pada waktu itu masih terbatas untuk tujuan mengIslamisasikan masyrakat yang berada di sekitar Dayah dan untuk menjaga pengamalan-pengamalan masyarakat muslim di sekitar Dayah.
Pada masa itu Dayah lebih terfokus kepada materi-materi praktis, terutama dalam bidang tauhid, tasawuf dan fikih. Namun ketika peran Dayah Cot Kala sudah mulai terlibat dalam pemenuhan kepentingan keraajaan peureulak fungsinya berubah menjadi lebih besar dan mencakup ilmu-ilmu umum dan agama serta keahlian praktis. Dayah berasal dari kata Zawiyah, kata ini dalam bahasa Arab mengandung makna sudut, atau pojok Mesjid. Kata Zawiyah mula-mula dikenal di Afrika Utara pada masa awal perkembangan Islam, Zawiyah yang dimaksud pada masa itu adalah satu pojok Mesjid yang menjadi halaqah para Sufi, mereka biasanya berkumpul bertukar pengalaman, diskusi, berzikir dan bermalam di Mesjid. Dalam khazanah pendidikan Aceh, istilah Zawiyah kemudian berubah menjadi Dayah, seperti halnya perubahan istilah Madrasah menjadi Meunasah (Kanwil Kemenag Provinsi Aceh, 2022).
Dayah yang telah lebih dari seribu tahun berada di tengah-tengah perjalanan masyarakat Aceh, telah sangat banyak memberikan kontribusi pada bidang keilmuan masyarakat Aceh. Dalam sejarah dapat kita temukan bahwa Dayah telah menyajikan berbegai cabang ilmu, baik dalam bidang ilmu agama, kemasyarakatan, kenegaraan bahkan juga dalam bidang teknologi. Oleh karena itu alumni Dayah pada masa lalu benar-benar mendapat tempat dalam masyarakat, tidak hanya didaerah Aceh, bahkan juga ditingkat internasional.
Pada masa sekarang Dayah tetap masih terus memegang peran penting dalam pembinaan moral akhlak masyarakat Aceh dalam kehidupan sehari-hari. Dayah juga merupakan salah satu lembaga Pendidikan Islam yang ada di Aceh dengan kurikulumnya mengajarkan tentang kitab-kitab kuning, mendidik santri menjadi kader-kader ulama di masa mendatang, dan Dayah juga merupakan salah satu pendidikan tertua di Aceh
Dayah sebagai lembaga yang sangat mampu memberdayakan masyarakat untuk mengembangkan potensi fitrah manusia, sehingga mereka dapat memerankan diri secara maksimal sebagai hamba Allah yang beriman dan bertakwa, serta esksistensi Dayah juga masih semakin diakui dalam memainkan perannya di tengah-tengah masyarakat sebagai lembaga dakwah.
Sesuai yang dikutip dari KaKanwil Kemenag Aceh peningkatan jumlah Dayah di Aceh sangat pesat, tercatat ada 400 Dayah baru bertambah di Aceh hanya dalam kurun waktu 2 tahun, sehingga total jumlah saat ini ada 1.626. Dari jumlah ini terdapat 916 unit Dayah yang di dalamnya berbentuk madrasah atau sering disebut Dayah modern.
Semakin berkembang pesatnya jumlah Dayah di Aceh hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya lembaga pendidikan Islam Dayah pada zaman ini. Oleh sebab itu fungsi Dayah tidak hanya untuk mendidik generasi-generasi muda agar bisa menguasai ilmu untuk menghadapi globalisasi, namun lembaga pendidikan Dayah juga harus menjadi agen perubahan sosial dalam masyarakat, sehingga dengan gerakan sosialnya diharapkan dapat terbentuknya masyarakat yang madani. Sehinggga eksistensi Dayah secara landasan sosial historisnya telah berperan aktif dan memilki ilmu untuk melakukan perubahan social dalam masyarakat.
Agama Islam juga memiliki konsep dalam perubahan social, yakni bahwa dakwah memiliki peran untuk memulihkan keseimbangan mengarahkan pembebasan, persaingan ataupun tampak dinamika budaya yang lain, sekaligus meletakkan pola dakwah dalam berbagai perspektif termasuk perspektif kultural. Dakwah pada wilayah ini, berfungsi sebagai Agent Of Sosial Change. Dakwah dalam wilayah ini menjadi pusat atau sentral setiap perubahan sosial, ia mengarahkan dan memberikan alternatif padanya, ia memanfaatkan budaya yang ada dan memolesnya dengan warna Islami.
Terjadinya perubahan sosial, juga sangat berpengaruh dalam proses dakwah Islam yang ada dikalangan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari Cara pandang, cara berfikir dan cara bertindak masyarakat dapat berubah dengan drastis terhadap fenomena-fenomena yang ditemui dalam keberagaman masyarakat. Pada hal ini dakwah Islam harus mampu mengimbangi perubahan sosial yang terjadi di masyarakat untuk mengarahkan kepada hal-hal yang bersifat positif demi tegaknya dakwah di kalangan masyarakat serta seorang dai harus bisa memberikan solusi yang konstruktif sesuai dengan ajaran Islam yang dinamis, transformatif dan mengerakkan umat manusia untuk bangkit dari keterbelakangan menuju cahaya iman dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini bertujuan agar jalan dakwah dapat terus berlanjut dan lebih mudah diterima dalam kalangan masyarakat zaman ini.
Dayah dan masyarakat merupakan sebuah hubungan yang sudah terjalin erat sehingga keberadaan Dayah di tengah-tengah masyarakat dapat diterima dan menjadi sebuah gerakan perubahan dalam menciptakan suasana yang Islami bagi masyarakat itu sendiri kemudian masyarakat dan Dayah tidak lagi terjadi pertentangan baik dari pihak Dayah maupun dari kalangan masyarakat.
Oleh karena itu seluruh kegiatan atau aktivitas-aktivitas dakwah Dayah seperti majelis taklim di berbagai daerah di Aceh diharapkan nantinya dapat menciptakan berbagai perubahan social positif sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh orang banyak, serta dalam menjalankan aktivitas dakwahnya, sebab itu lembaga pendidikan Islam Dayah tidak hanya menajdikan hanya santri saja yang menjadi sasaran dakwahnya, akan tetapi seluruh elemen masyarakat juga yang di luar Dayah dapat mendapatkan ilmu tentang pengetahuan agama dari hasil aktivitas dakwah yang dilakukan Dayah dan perubahan social dapat dirasakan oleh masyarakat dari sebelum adanya Dayah hingga Dayah itu hadir di tengah-tengah masyarakat mampu memberikan perubahan, baik dari pengetahuan tentang agama maupun dalam proses pengamalan ibadah. (Hamdan 2017, 9: 119)

Sumber Gambar : NU Online.

Penulis Merupakan Mahasiswa Prodi Bimbingan Dan Konseling Islam, Institute Agama Islam Negeri Langsa, KKN-T(DR) Berbasis Medsos Smester Ganjil 2022-2023.

Marak Perundungan Anak, Dimana Letak Masalah Utamanya ?

Kasus perundungan tidak akan menuai penyelesaian dengan seruan revolusi mental, pendidikan berkarakter ataupun kampanye anti bullying. Sesungguhnya akar utama masalah perundungan adalah sistem kehidupan sekuler liberal yang rusak dan merusak. Sebaliknya, permasalahan generasi saat ini akan menuai penyelesaian dengan mengembalikan peradaban Islam yang komprehensif dalam lingkup keluarga, masyarakat dan negara melalui institusi Khilafah. 

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *