WWF Awalnya, Patungan Dana Internasional Diujungnya
Suara Netizen Indonesia–World Water Forum ke-10 dengan tuan rumah Indonesia berlangsung dari tanggal 18-25 Mei 2024, artinya ketika tulisan ini dibuat acara sudah usai digelar dan berlanjut dengan follow up hasil pertemuan tingkat internasional itu.
Hasil yang paling utama dan menjadi fokus adalah mekanisme pendanaan campuran (blended finance) untuk proyek skala besar guna mewujudkan ketersediaan akses air minum kepada masyarakat, dengan kata lain harus ada menggabungkan pembiayaan dari berbagai pemangku kepentingan, khususnya sektor swasta.
Hal ini sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Nani Hendiarti dalam salah satu sesi World Water Forum di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali (republika.co.id, 22/5/2024).
Menurut Nani, pendanaan semacam ini sangat penting bagi negara-negara berkembang yang saat ini tengah menghadapi krisis air akibat meningkatnya populasi dunia, perubahan iklim, serta infrastruktur air yang tidak layak. Ditambah adanya perubahan iklim dan bencana yang memperburuk tingkat krisis air, sehingga berdampak pada ketahanan pangan dan keamanan masyarakat.
Secara keseluruhan, menurut Nani, dunia membutuhkan investasi senilai 114 miliar dolar AS untuk mewujudkan akses yang merata dan terjangkau terhadap air bersih. Angka itu pun hanya cukup untuk menyediakan layanan dasar. Demikian pula dari dana iklim ( climate funds) hanya tiga persen yang dialokasikan untuk proyek-proyek yang terkait krisis air.
Maka, masih menurut Nani, keberadaan Aliansi Pendanaan Campuran Global atau Global Blended Finance Alliance (GBFA) yang markasnya baru saja diresmikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan di Sanur, Denpasar, Bali, pada Senin (20/5/2024) lalu adalah sebuah langkah strategis untuk mengatasi kesenjangan finansial terkait (proyek) iklim dan pencapaian SDGs.
Aliansi Pendanaan Campuran Global atau Global Blended Finance Alliance (GBFA) yang diadopsi oleh para pemimpin KTT G20 Bali sekaligus dianggap oleh dunia global mampu mempercepat investasi iklim di negara-negara berkembang, Least Developed Countries (LDC), dan negara kepulauan
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati yang sekaligus menjadi pembicara pada sesi panel di World Water Forum ke-10 mengatakan, agenda global ini dapat menjadi momentum untuk merancang mekanisme pendanaan bersama atau blended finance guna pembangunan infrastruktur air dan sanitasi (republika.co.id, 21/5/2024).
Mengingat adanya kebutuhan jumlah investasi yang besar menjadi tantangan tersendiri dari pembenahan infrastruktur air dan sanitasi yang memadai. Dana yang berasal dari pemerintah saja tidak akan memadai. Jadi banyak ikhtiar dilakukan ya, pada level local government, bahkan sampai desa, nasional dan pada level dunia
Sri Mulyani mengatakan inilah yang tengah diupayakan pemerintah Indonesia, yaitu membahas bersama pemangku kepentingan (stakeholder) dari berbagai negara dan organisasi. Karena pasti di level global akan ada banyak lembaga-lembaga internasional yang fokus dalam hal pendanaan air seperti World Bank, ADB, African Development Bank, AIIB, European Investment Bank, dan lain-lain. Karena kalau kita bicara tentang trillion of money dollar, itu private sektor yang memiliki. Dan mereka biasanya membutuhkan insentif dan regulasi atau policy yang lepat untuk kemudian bersama-sama dengan multilateral institution dan nasional maupun lokal untuk bisa mewujudkannya
Patungan Dana, Solusi Level PKK RT
Soal perubahan iklim ekstrem yang digembar-gemborkan dunia global ternyata belum berakhir, setelah menyentuh ekonomi, kini kondisi air dunia. Jika benar dunia dalam kondisi darurat, mengapa justru patungan dana yang mengemuka, mirip solusi tingkat PKK desa. Sedangkan akar persoalannya samasekali tidak tersentuh.
Sekularisme akut sudah meracuni akal sehat para penguasa kita. Hingga tak bisa lagi bisa berpikir jernih dampak bersandarnya negeri muslim terbesar di dunia ini kepada dunia global yang notabene kafir. Benarkah dunia global tulus iklas memikirkan solusi dunia agar lebih baik?
Samasekali tidak! Berbagai investasi legal maupun ilegal yang marak di negeri Zamrud Katulistiwa ini salah satu faktor terus berjalannya bencana bak efek domino. Kekayaan alam di jarah, alih fungsi lahan dan hutan semakin masif, pertanian kian ditinggalkan karena biaya produksi tinggi, sebagai gantinya pemerintah justru impor, kesejahteraan rakyat kian jauh. Di saat pemerintah gencar menawarkan negara kepada dunia, di saat yang sama tenaga kerja kita dilecehkan tenaga kerja asing padahal sama-sama level buruh.
Justru payung hukum yang disahkan negara, semakin membuat rakyat sendiri terimpit penderitaan tiada henti, harga kebutuhan pokok terus merangkat naik, hunianmahal, tanah, ladang dan sawah kian menghilang berganti industri atau perumahan elit yang tak terjangkau rakyat biasa. Inilah harga mahal yang harus dibayar penguasa ketika hanya mengutamakan kehendak pengusaha.
Kali ini pun sama, kerjasama global ini hanya menyisakan duka lebih mendalam sebab posisi penguasa jelas bukan untuk rakyatnya. Mereka sibuk menggalang dana patungan untuk mendanai solusi air sesuai apa kata barat.
Kembali Kepada Islam Solusi Hakiki
Rasulullah Saw. Bersabda,”Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Artinya, setiap orang yang dipundaknya ada kepemimpinan maka ia wajib memaknainya sebagai amanah yang tidak boleh dijalankan sekadarnya, melainkan dengan aturan yang solid.
Kapitalisme, yang asasnya sekular samasekali tidak bisa menjamin kepemimpinan seseorang berjalan lancar, akan ada banyak kepentingan yang melingkarinya, tak ada rasa takut diawasi Allah apalagi keyakinan bahwa segala amalnya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Bahkan bisa jadi akhirat itu ilusi sedangkan yang nyata adalah manfaat materi.
Air adalah salah satu kebutuhan pokok manusia atau hajat asasi. Tidak terpenuhinya hajat asasi akan membawa mudarat atau kerugian besar bagi keberlangsungan hidup manusia, seperti terjadinya kelaparan, penyakit menular, hingga kematian.
Dalam pandangan Islam tidak boleh diserahkan pengurusannya kepada segelintir orang, apalagi pengusaha yang hanya fokus pada profit perusahaan. Melainkan harus negara sebagaimana hadis Rasulullah saw. Berikut ini, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : dalam air, padang rumput [gembalaan], dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1140).
Maka pengelolaan sumber daya air, distribusi, teknologi, pelayanan yang berkelanjutan, SDM yang kompeten, serta produk hukum terkait pengelolaan air. Dan seluruh pembiayaannya berasal dari pengelolaan harta kepemilikan umum ( dari SDA, barang tambang, energi dan lain-lain), harta kepemilikan negara ( fa’i, jizyah, kharaj dan lainnya) dan zakat. Hasil pengelolaan tersebut disimpan di Baitulmal.
Dibelanjakan sesuai kebutuhan negara, dan sepanjang sejarah peradaban Islam memimpin dunia dengan gemilang. Rakyat hidup dalam keadaan sejahtera hakiki. Semuanya hanya bisa jika syariat Islam diterapkan. Wallahualam bissawab. [SNI].
Komentar