Game Online, Mindset Komoditas Susah Diberantas

Suara Netizen Indonesia–Miris melihat sebuah video yang memperlihatkan seorang anak sedang membanting handphone, mengetuk-ngetukkan di tembok bergantian dengan kepalanya. Wajahnya terlihat kesal, ternyata ia sedang main game online dan sedikit menemui kendala, atau mungkin kekalahan.

 

Begitu ngeri dampaknya, demikian juga berita di media sosial banyak yang memberitakan seorang gamer yang meninggal di tempat ia main game, terkena serangan otak hingga tak mampu mengontrol gerakan badannya sendiri, bahkan ada yang hingga koma.

 

Sejauh ini upaya pemerintah ternyata masih pada tahapan ‘tengah menyusun rancangan Peraturan Presiden tentang peta jalan perlindungan anak di ranah daring”. Padahal jika melihat dampak yang sudah merata ke setiap lini kehidupan masyarakat, bukankah hal demikian bisa dikatakan abai? Meski diakui upaya ini adalah untuk melindungi anak dari konten maupun game online yang dapat berpengaruh pada tumbuh kembang anak.

 

Deputi Perlindungan Khusus Anak KPPPA Nahar, menjelaskan Perpres teesebut nantinya akan memetakan tiga strategi jangka pendek dan menengah untuk memperkuat kebijakan partisipasi multipihak, termasuk anak dan penanganan kasus eksploitasi dan kekerasan terhadap anak di ranah daring (mediaindonesia.com,14/4/2024).

 

Menurut Nahar kemajuan teknologi tanpa keimanan yang kuat membawa kepada aktivitas yang tidak bermanfaat termasuk game online yang bisa berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Sebab game online seringkali mengandung konten kekerasan yang dapat memberikan dampak berbeda-beda bagi anak. Namun, secara umum dapat memengaruhi perilaku, karakter dan kesehatan mental mereka.

 

Kekerasan yang dipertontonkan dalam game online di antaranya adu senjata, kekerasan fisik, bahasa kasar, atau tindakan brutal lainnya. Beberapa game menampilkan kekerasan secara eksplisit dan realistis, seperti darah, patah tulang, atau kekerasan seksual, sedangkan di game lain, kekerasan secara implisit dan kurang terlihat.

 

Nahar menambahkan, berbagai literatur menyebutkan dampak negatif dari game online kekerasan meliputi peningkatan agresi, berkurangnya empati, penurunan kesehatan mental, gangguan, dan perilaku yang memburuk.

 

Saat Ini bukan Lagi Melindungi, Namun Membuang Akar Persoalan

 

Patut dipertanyakan seberapa serius negara mengurusi urusan rakyatnya ini. Sebab, anak adalah generasi penerus, mana mungkin kita meninggalkannya dalam keadaan lemah pikir dan lemah badan?

 

Maraknya game online menunjukkan adanya kesalahan dalam memanfaatkan digitalisasi. Sejatinya kemajuan teknologi adalah sebuah keniscayaan, sebab sain dan teknologi adalah produk akal. Namun menjadi persoalan jika manusia justru diperbudak oleh sains dan teknologi itu sendiri dan bukan menjadikannya mudah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

 

Di sisi lain nampak adanya ketidakmampuan negara membuat aturan seiring dengan perkembangan internet dan sosial media termasuk game online yang berbasis internet. Dan inilah risiko ketika aturan batil digunakan, kapitalisme demokrasi yang asasnya sekuler, memisahkan agama dari kehidupan jelas tak mungkin ada wacana penjagaan akal manusia.

 

Terlebih ketika yang utama adalah prinsip penawaran dan permintaan, selama masih ada permintaan maka penawaran tak pernah berhenti. Ya, game online adalah salah satu komoditas yang menggiurkan di luar APBN yang berbasis pajak dan utang luarnegeri. Disinilah celah itu bermula, produsen game mendapatkan cela dari kelemahan sistem digitalisasi negara dan para penguasanya yang tamak terhadap kekayaan pribadi.

 

Kekuasaan yang ada di tangan, bukannya digunakan untuk kebaikan rakyat, melainkan kebaikan perutnya dan kroni-kroninya. Sehingga meski upaya pemblokiran dan perubahan undang-undang yang berulang kali tetap akan menemui keadaan yang sama. Gagal!

 

Islam Solusi Hakiki

 

Islam menetapkan pemanfaatan teknologi untuk kebaikan umat dan mendekatkan umat pada kemudahan menjalankan hukum syariat. Hal itu tercatat dengan jelas dengan tinta emas dalam perjalanan peradaban manusia, dimana Islam memimpin dan mampu memberikan dunia yang berbeda.

 

Will Durant sejarawan barat dalam bukunya yang berjudul Story of Civilization yang ia tulis bersama Ariel Durant istrinya, mengatakan, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka”.

 

Sejahtera yang dimaksud tentulah terhindar dari bahaya, baik bahaya pisik maupun phsikis. Di antaranya dari hal yang menghilangkan akal, sebab mereka yang kecanduan game online tak jarang juga mampu melakukan pembunuhan. Dan itu bukan satu dua kasus, namun banyak. Artinya seseorang tak bisa berpikir sehat lagi ketika game online menguasainya.

 

Khilafah mendukung penuh pembentukan kepribadian Islam generasi. Mulai dari penyediaan tenaga pendidikan, penyusunan kurikulum, pembangunan sekolah, perpustakaan, laboratorium dan sarana prasaran lain yang berkaitan dengan suksesnya pendidikan dan yang terutama bisa diakses dengan mudah oleh siapapun baik kaya maupun miskin. Anak penguasa ataupun tukang sapu.

 

Output sistem pendidikan Islam membentuk pelajar bersyaksiyah (berkepribadian ) Islam yang mampu memanfaatkan teknologi dengan bijak sesuai hukum syara. Para ilmuwan terdahulu, berawal dari mentadaburi alam dan ayat-ayat Alqur’an memberikan inspirasi teknologi atau pengetahuan yang membawa maslahat bagi umat.

 

Apapun penemuannya bukan untuk dikomersilkan namun sepenuhnya untuk kebaikan umat manusia. Hal ini tidak akan mungkin terwujud dalam sistem kapitalisme ini, terlebih dengan sistem politik demokrasi yang hanya melahirkan pemimpin pragmatis. Saatnya kembali kepada aturan Islam untuk perubahan yang lebih baik. Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *