Yakin Korupsi Bisa Diberantas?
Suara Netizen Indonesia–Sejak membaca berita penangkapan OTT 11 orang tersangka kasus korupsi hasil pemotongan insentif ASN di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo pada Januari 2024 lalu, banyak pihak sudah memprediksi orang nomor satu di Sidoarjo, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali bakal masuk jajaran tersangka.
Bahkan ada yang mengaitkan dengan kepindahan pandangan politik beliau dari PKB kepada pasangan calon presiden nomor urut 2, tentu agar mendapatkan suka politik. Meski perlu pembuktian lebih dalam namun sudah lumrah jika kepentingan politik praktis adalah untuk kepentingan pribadi atau maslahat kelompok tertentu, jangan lupa, ini di alam demokrasi.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi hasil pemotongan insentif ASN di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor menyatakan, dirinya menghormati proses hukum yang berjalan di KPK (republika.co.id, 16/4/2024).
Meski pada hari yang ditentukan, Gus Muhdlor dinyatakan sakit sehingga tidak bisa memenuhi panggilan KPK, banyak netizen yang mendoakan supaya lekas sehat dan semoga bukan alasan untuk mangkir dari panggilan. Banyak pula yang meminta putra dari K.H. Agoes Ali Masyhuri, Pengasuh Pondok Pesantren Progresif Bumi Shalawat Sidoarjo untuk tetap bersikap gentelmen.
Sebagai informasi,KPK mengaku mendapati alat bukti yang mengungkap keterlibatan Gus Muhdlor dalam kasus itu. KPK pun mensinyalir Gus Muhdlor yang menjabat Bupati di Kabupaten Sidoarjo periode 2021 sampai dengan sekarang ikut menikmati uang haram dalam perkara tersebut.
Dalam konstruksi perkaranya, di tahun 2023, BPPD Sidoarjo memperoleh pendapatan pajak daerah sebesar Rp 1,3 triliun. Atas capaian tersebut, pegawai BPPD seharusnya berhak memperoleh insentif. Akan tetapi, insentif yang seharusnya mereka terima, secara sepihak dipotong justru untuk memenuhi kebutuhan Kepala BPPD Sidoarjo, lebih dominan lagi diperuntukkan bagi kebutuhan Bupati.
Oknum yang terlibat adalah Siska Wati (Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD, Sidoarjo), dan Ari Suyono (Kepala BPPD, Sidoarjo). Dari 11 nama yang ditangkap KPK menunjukkan posisi mereka tak hanya pegawai di pemerintahan daerah saja, melainkan melebar ke suami pegawai, anak pegawai, pihak Bank, kerabat bupati, kakak ipar bupati hingga asisten pribadi bupati. Sungguh mengerikan, mereka bergelimang harta haram hasil jerih payah rakyat.
Total uang yang dipotong Siska mencapai Rp 2,7 miliar untuk periode 2023 saja. Sedangkan laporan pemotongan yang diterima KPK sudah terjadi sejak 2021. KPK menemukan uang Rp 69,9 juta dari total Rp 2,7 miliar yang dikumpulkan dalam OTT tersebut.
Dari penelusuran KPK, Ari Suryono menyuruh Siska Wati mengalkulasi nominal dana insentif yang diterima para pegawai BPPD, yang kemudian dana itu dipotong diperuntukkan bagi kebutuhan Ari dan Gus Muhdlor. Besaran potongan yaitu 10% sampai dengan 30% sesuai dengan besaran insentif yang diterima. Pemberian ini diberikan kepada orang kepercayaan Muhdlor, itulah alasannya mengapa kerabat, ipar dan keluarga bisa terlibat.
Gurita Korupsi Terus Merajalela Sepanjang Penerapan Kapitalisme Sekuler Ada
Berita kasus korupsi terus ada, dan jumlahnya bukan sedikit. Selalu diberitakan kerugian negara sekian, bagaimana dengan kerugian rakyat? Bukankah tambah menderita saja, sudahlah dibebani pajak dan biaya hidup yang tinggi, giliran uang sudah terkumpul dibuat foya-foya bahkan untuk pembiayaan proyek yang sama sekali tak berhubungan dengan kebutuhan rakyat.
Kesengsaraan rakyat berlanjut, sebab setiap kali pemilihan presiden berakhir maka sejak itulah kesejahteraan bak fatamorgana di tengah gurun pasir. Masih bagus gurun pasir beberapa Minggu lalu mendapatkan hujan badai sehingga keadaan kering menjadi basah bahkan banjir, nasib rakyat ini belum jelas kapan membaik.
Pajak memang menjadi instrumen utama dalam pemerintahan kapitalisme sekuler. Segala kekayaan alam sebuah wilayah hanya eksis dalam pasal-pasal UUD 1945, pada faktanya penggarapnya adalah mereka yang bermodal besar, yang sekaligus juga penyandang dana pesta demokrasi yang baru saja usai. Sebagai balas jasanya, dimudahkan urusan para pemodal ini dengan payung undang-undang, agar terlihat resmi padahal tetap saja mereka pencuri hak milik rakyat.
Pajak, adalah sumber keuangan yang tak pernah stabil sekalipun dikatakan setiap tahun perolehannya surplus dari yang ditargetkan. Sebab, selain kemampuan para wajib pajak ( rakyat) yang tidak sama, pajak tidak pernah cukup untuk membiayai operasional sebuah negara atau pemerintahan di bawahnya, baik setingkat provinsi ataupun kabupaten.
Terlebih watak Kapitalisme tak mengenal halal haram, segala sesuatu dikaitkan dengan perolehan manfaat meskipun itu judulnya adalah pelayanan masyarakat. Mereka tak segan memanfaatkan posisi kewenangan mereka untuk mengamankan pendapatan mereka. Terlebih makna kebahagiaan dalam sistem ini adalah memperoleh sebanyak mungkin alat pemuas kebutuhan jasadiahnya.
Siapa yang tidak tergiur melihat posisi ASN, gaji dan tunjangan pasti. Masa tua pun masih ditanggung negara. Yang bukan ASN? Hanya jika mereka konten kreator atau crazy rich maka bisa “ bahagia” ujung-ujungnya juga korupsi. Semua karena ada peluang dan sistem yang menyuburkannya. Masih yakin korupsi diberantas selama masih dalam sistem buatan manusia ini?
Bukan karena tak ada iman Islam, namun iman yang ada berada pada situasi yang tidak kondusif , tekanan kapitalisme sangatlah kuat, digabungkan dengan sistem politik demokrasi makin mendewakan kebebasan berperilaku, Menkopolhukam kita, Mahfud MD pernah berkata, malaikat saja masuk dalam sistem demokrasi bisa berubah menjadi setan.
Islam Berantas Korupsi Hingga Akar
Sebagai pengatur kehidupan manusia, Islam memiliki kesempurnaan sistem aturan, yaitu syariat. Sebab Islam berasal dari Yang Maha Mengatur. Mengapa masih saja susah-susah mempertahankan sistem bobrok buatan manusia, jika Islam telah menyediakan yang terbaik?
Allah SWT berfirman yang artinya,” Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS Al-Maidah:50). Siapapun yang menggunakan aturan selain apa yang sudah Allah tetapkan disebut Jahiliyah atau bodoh. Yah, kita dikaruniai akal yang mampu membedakan baik dan buruk, sayang akal ini tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Kaum muslim yang sebenarnya sudah dimuliakan Islam, rela merangkak mencari belas kasih kafir. Mari kita lihat bagaimana para pemimpin muslim memberantas korupsi. Yang mereka tegakkan adalah hukum Islam yang berdasarkan akidah Islam. Negara akan menerapkan cara preventif dan kuratif.
Preventif yaitu dengan cara menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok meliputi sandang, pangan ,papan, kesehatan, pendidikan dan kesehatan. Setiap individu rakyat mudah mengaksesnya, dalam kualitas yang terbaik dan bahkan gratis. Pembiayaan ini berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam yang menjadi hak milik negara dan rakyat yang disimpan di Baitulmal.
Negara mengawasi muamalah agar sesuai dengan syariat, agar terdapat keberkahan di dalamnya. Pun akan menghitung harta para pejabat negara sebelum, selama hingga saat selesai tidak menjabat lagi, sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khattab. Beliau membagi dua harta kelebihan dari pejabatnya yang melakukan tindak kecurangan atau korupsi. Hasil pembagian itu disimpan di Baitulmal.
Negara akan menyusun kurikulum pendidikan atas dasar akidah sehingga mampu membentuk manusia berkepribadian Islam yang pola sikap dan pola pikirnya selaras dengan akidah Islam. Tak sekadar pandai, cerdas dan tangguh namun juga bertakwa.
Negara juga akan mengawasi media sosial dan situs-situs yang bertentangan dengan syariat, sekaligus mendorong masyarakat tidak bersikap konsumtif dengan kajian-kajian rutin yang disiarkan secara berkala guna menjaga suasana keimanan rakyatnya.
Tindakan kuratif negara adalah dengan menetapkan sanksi hukum yang tegas dan menjerakan. Selama ini kita masih menyaksikan banyak kasus korupsi yang melibatkan pejabat yang berakhir tanpa kejelasan. Apakah di penjara atau dihukum mati samasekali tak ada pemberitaan. Bahkan kejinya mereka yang dipenjara masih bisa leluasa menikmati udara bebas dan berbagai fasilitas, samasekali tidak menunjukan mereka terpenjara, tak merdeka bahkan tak boleh menikmati apa yang orang bebas nikmati.
Inilah urgensitas kita menerapkan syariat, agar korupsi bisa diberantas hingga akar. Wallahualam bissawab. [SNI].
Komentar