Anak Harapan Bangsa, Nasibnya Teraniaya

Suara Netizen Indonesia–Masih ingat bocah mungil yang viral di media sosial karena mukanya lebam membiru? sekaligus bersamaan dengan munculnya gadis cilik itu tayangan rekaman CCTV yang memperlihatkan kekerasan yang dilakukan oleh sang baby sitternya, yah, gadis cilik itu korban.

 

Lebih viral lagi karena korban aniaya baby sitter itu anak dari seorang selebgram berdomisili di kota Malang. Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang, Komisaris Polisi (Kompol) Danang Yudanto mengungkapkan motivasi pelaku yaitu  merasa kesal terhadap korban karena menolak obat untuk menyembuhkan luka cakar.

 

Pelaku terpancing,  kemudian terjadilah penganiayaan keji. Dari hasil penganiayaan itu tergambar betapa emosinya pelaku hingga tak sadar bahwa korbannya seorang anak kecil, yang tak punya kemampuan melawan orang dewasa.  Pengasuh itu  berinisial IPS (27) menganiaya JAP, balita 3 tahun, anak dari selebgram Hifdzan Silmi Nur Emyaghnia atau biasa disapa Aghnia Punjabi.

 

Polresta Malang Kota telah menetapkan IPS (27 tahun) sebagai tersangka  dan dijerat dengan Pasal 80 (1) sub (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23/2002 sub Pasal 77 UU No. 35/2014 Perubahan atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta (liputan6.com, 30/3/2024).

 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia mencatat ada peningkatan kasus Kekerasan atau bullying selama tahun 2023 yang terjadi pada anak. Ada sebanyak 2.355 kasus pelanggaran yang masuk sebagai laporan kekerasan anak hingga Agustus 2023. Dari jumlah itu ada 723 kasus kekerasan yang berhubungan dengan satuan pendidikan (jawapos.com, 9/10/2024).  

 

Aries Adi Leksono, komisioner Komisi Perlindungan Anak (KPAI) memaparkan, bahwa data pelanggaran mengenai kesehatan, HIV dan eksploitasi, “Sisanya adalah data pelanggaran terhadap perlindungan anak misalnya menyangkut pengasuhan, terkait hak sipil, terkait kesehatan, dan perlindungan lainnya misalnya korban TPPO, anak korban HIV, eksploitasi dan sebagainya.”

 

Ada beberapa penyebab tingginya angka kekerasan pada lingkungan satuan pendidikan antaranya: Learning loss dampak pembelajaran jarak jauh (PJJ) pada masa pandemi COVID-19. Kemudian pengaruh game online dan media sosial yang menyajikan tayangan penuh kekerasan menjadikan anak lemah dalam berkarakter, berakhlak serta budi pekerti.

 

Berikutnya karena adanya penyimpangan relasi kuasa antara pendidik dengan peserta didik juga menyebabkan kebijakan atau hukuman yang diberikan mengakibatkan kekerasan. Juga adanya penyalahgunaan relasi kuasa sesama peserta didik, menimbulkan persaingan yang lebih kuat sehingga mendorong melakukan kekerasan pada yang lebih lemah.

 

Akar Persoalan Kekerasan Anak Terus Muncul

 

Kekerasan terhadap anak terus berulang bukti lemahnya jaminan perlindungan negara. Sehingga berakibat lemah pula jaminan keamanan dalam keluarga, sebab sebagai intitusi masyarakat terkecil keluarga sangat rentan menerima berbagai persoalan. Angka pasti berapa yang menjadi korban dan pelaku kekerasan sangatlah tidak terukur, bak fenomena gunung es.

 

Faktor penghambatnya jelas karena malu, takut, kurang informasi dan bahkan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia ini.

 

Lantas perlindungan anak ini semestinya tanggungjawab siapa? Apa yang menyebabkan begitu marak perilaku tak wajar menyakiti mereka yang lemah? Jawabnya adalah perlindungan anak seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak, baik keluarga, masyarakat maupun negara. 

 

Hari ini semua pihak yang disebutkan tidak bisa optimal bekerja karena sistem aturan yang diterapkan adalah kapitalisme sekuler. Agama dipisahkan dari kehidupan, menjadikan arah pandang terhadap kehidupan menjadi kacau bahkan keluar dari track. Manusia hari ini gagal dalam mendefinisikan visi dan misi hidupnya di dunia, bahkan muslim sekalipun.

 

Kehidupan dalam naungan kapitalisme sekulerisme juga membuat beban hidup makin berat, termasuk meningkatkan stress, sehingga mengakibatkan  mudahnya melakukan kekerasan. Baby sitter posisinya manusia juga yang pasti punya segudang persoalan, dalam kasus anak selebgram ini bisa jadi ada overload tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dan buntu tak ada solusi.

 

Kapitalisme sekuler juga sukses menggeser peran ibu yang hakiki. Seorang selebgram memang seorang ibu, tapi ada pada satu titik yang ia lemah dan tak mampu mengatasinya. Yaitu bagaimana menjalani peran sebagai istri sekaligus ibu dalam rumah tangga suaminya. Sementara baby sitter meski bisa menggantikan peran majikannya sebagai seorang ibu namun tak akan bisa selamanya menjadi ibu dari anak itu, semua berdasarkan  akad kerja yang rentan bisa berakhir kapan saja, juga dengan berbagai faktor pemicunya.

 

Pendidikan hari ini samasekali tak bisa mencetak perempuan yang faham akan fitrahnya. Karunia Allah ini tak mengkristal dalam benaknya, lagi-lagi karena godaan kapitalisme sekuler yang menganggap wanita harus sama dengan pria dalam segala hal. Padahal itu adalah mustahil, sebab dari sisi penciptaan masing-masing sudah berbeda. Semua itu mengandung maksud dan tujuan mulia, salah satunya agar generasi manusia lestari.

 

Kapitalisme sekuler hanya mampu memberikan solusi kosong tanpa bukti, terlebih dalam pembuatan UU terbukti mandul,  baik UU P-KDRT maupun UU Perlindungan anak yang bahkan sudah mengalami revisi. Apapun yang keluar dari pemikiran manusia sejenius apapun tak akan bisa menggali hukum yang adil sebagai lawan zalim. Maka, jelas ada kebutuhan mendesak terkait perubahan sistem agar kekerasan terhadap anak tidak semakin merajalela, dan generasi cemerlang bisa terlahir.

 

Solusi Islam Sesuai Fitrah

 

Islam mewajibkan setiap orang memahami pentingnya perlindungan anak dan berperan serta mewujudkannya dalam semua lapisan masyarakat, baik keluarga, masyarakat maupun negara. Islam adalah mekanisme terbaik dalam memberikan perlindungan anak melalui berbagai cara. Dengan pendidikan, pembiasaan dan jaminan atas seluruh kebutuhan hidupnya.

 

Negara Islam akan menerapkan sanksi yang tegas dan menjerakan bagi semua pihak yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak. Batasan usia anak yang jelas menjadikan setiap orang akan berjalan pada fitrahnya seoptimal mungkin , tanpa menyia-nyiakan usia.

 

Kebutuhan pokok yang enam, sandang, pangan, papan, pendidikan , kesehatan dan keamanan akan diampu oleh negara, dengan pembiayaan dari Baitulmal, negara adalah negara mandiri yang tidak bergantung pada negara lain. Semua urusan tidak serta merta bersandar pada apa kata barat. Termasuk kriteria generasi salih, cemerlang dan bebas kekerasan. Islam adalah agama yang sempurna, berasal dari Allah swt.

 

Asas akidah Islam menjadikan semua individu memahami kewajibannya melindungi anak, inilah yang akan dibangun Islam dalam sebuah sistem pengaturan hidup. Sejarah tentu tak akan mengingkari bahwa pemuda yang didik dengan akidah Islam dan disuasanakan dengan bisyarah Rasulullah tentang penaklukan Konstantinopel sepanjang hayatnya, menghasilkan pemuda pemberani, bertakwa dan siap meninggikan kalimat Allah, dialah Muhammad Al Fatih, penakluk Kota Konstantinopel yang masyhur dengan benteng tak terkalahkannya.

 

Sungguh, apakah hukum jahiliah lebih berguna bagi kalian orang-orang beriman? Semestinya kita punya pilihan cerdas untuk melindungi anak-anak kita, yaitu sistem Islam. Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Penganiayaan Kembali Berulang

Jika ditarik benang merah, tentunya negeri yang mayoritas muslim, dengan para orangtua dan generasi golden ages muslim, memahami benar bahwa setiap keluarga butuh mekanisme dan sistem Islam yang mengatur dan hadir dalam mengatur perlindungan bagi anak. Sehingga, ketenangan hati terwujud dan kasus kekerasan tidak terjadi lagi. Aqidah Islamlah yang menjadi ciri khas model sebuah negeri yang akan mendorong setiap individu untuk terikat dan taat terhadap hukum dengan rangkaian turunannya yang mengacu dari Al-Qur’an dan As-Sunah.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *