Ironi Demokrasi, Adanya Caleg Depresi
Ada hal yang unik dari perhelatan akbar 5 tahunan, selain kemeriahan persiapan pemilihan, ada pula persiapan sejumlah Rumah Sakit Jiwa (RSJ) untuk menampung dan menangani caleg depresi akibat tak terpilih. Hal ini merupakan antisipasi berdasarkan pengalaman dari pemilu-pemilu sebelumnya, ada beberapa caleg yang membutuhkan perawatan. Fenomena ini membuktikan bahwa pemilu dalam sistem hari ini rawan mengakibatkan gangguan mental.
Pemilu yang berbiaya tinggi, pastinya membutuhkan banyak upaya untuk meraih kemenangan. Hal ini sejalan dengan jabatan sebagai anggota legislatif yang dipandang bergengsi, dan besaran materi yang akan didapat di sana. Maka setelah habis-habisan para caleg mengerahkan upayanya, tak heran caleg gagal akan berakhir di RSJ.
Modal besar yang dikeluarkannya, bisa jadi didapat dari pinjaman atau penjualan aset yang jumlahnya sangat besar. Bisa jadi angkanya mencapai lebih dari setengah milyar rupiah, yang dikucurkan untuk membiayai pemilu. Tidak hanya caleg yang stres, tetapi keluarga hingga tim sukses mereka pun tak jarang mengalami hal yang sama akibat kekalahan tersebut.
Sekularisme dengan asas pemisahan agama dari kehidupan, menjadikan kekuasaan sebagai lahan menumpuk materi. Maka individu yang berlaga, akan mengerahkan segala cara demi meraih jabatan tersebut. Alhasil ketika gagal menjadi anggota legislatif, musnah seluruh harapan dan daya upaya yang telah diperjuangkannya.
Hal ini juga erat kaitannya dengan sistem pendidikan hari ini. Output pendidikan yang berasaskan sekularisme, adalah melahirkan pekerja yang dapat menghasilkan uang. Tujuannya untuk mengembalikan biaya pendidikan yang telah dikeluarkan selama proses belajar. Maka pelajar hari ini pun, tidak lagi memiliki visi dan misi kebangkitan, sebab tujuan aktivitasnya adalah materi.
Biaya Besar Pemilu
Dana sumbangan kampanye untuk Pemilu 2024 dapat diperoleh dari perseorangan maupun kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah, dengan nominal yang dibatasi. Sumbangan dana kampanye untuk calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang berasal dari perorangan, maksimal sebesar Rp2,5 miliar. Sementara, dari perusahaan paling besar senilai Rp25 miliar. Untuk calon anggota DPR dan DPRD, sumbangan dana kampanye juga dibatasi paling besar Rp2,5 miliar dari perorangan.
Kemudian, dana kampanye caleg DPR dari perusahaan, maksimal mencapai Rp25 miliar. Sumbangan dana kampanye untuk caleg DPD maksimal sebesar Rp750 juta dari perorangan, sedangkan dari perusahaan paling besar senilai RP1,5 miliar. (Indonesiabaik.id)
Sumbangan ini kelak akan mengikat para penguasa. Hingga selama berkuasa, mereka akan berusaha mengembalikan modal melalui loby politik atau kebijakan yang pro kapital. Dan kondisi ini sangat berbahaya bagi kehidupan rakyat.
Pemilu dalam Islam
Pengelolaan urusan rakyat, bukanlah hal sepele yang dapat dikerjakan sambil lalu. Islam memandang kekuasaan dan jabatan adalah amanah. Tidak sembarang orang boleh mengemban amanah tersebut. Sebab amanah tersebut harus dijalankan sesuai ketentuan Allah dan Rasul-Nya, dan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah SWT.
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا تَسْتَعْمِلُنِي قَالَ فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مَنْكِبِي ثُمَّ قَالَ يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ ضَعِيفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةُ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا
Artinya: “Dari Abu Dzar dia berkata, ‘Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidakkah Anda menjadikanku sebagai pejabat?’ Abu Dzar berkata, ‘Kemudian beliau menepuk bahuku dengan tangan beliau seraya bersabda, ‘Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar’.” (HR Muslim)
Islam menghantarkan pemahaman bahwasanya kekuasaan adalah amanah yang telah ditetapkan Allah. Akibatnya para pengemban amanah tidak akan berlomba mengejar kedudukan, sebab tidak mudah mengelola urusan umat. Belum lagi amanah tersebut menuntut pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.
Dalam Islam, hak syura atau menyampaikan pendapat, merupakan hak seluruh kaum muslim terhadap khalifah. Maka dibentuklah majelis umat untuk mewakili masyarakat dalam melakukan aktivitas muhasabah (koreksi dan kontrol) serta syura (musyawarah).
Pemilu yang dilakukan untuk memilih anggota majelis umat, tidak menghabiskan biaya besar. Bahkan praktik yang mudah, meniscayakan masyarakat tidak disibukkan dengan perkara pemilu yang panjang. Di awal, masyarakat akan memilih anggota majelis wilayah. Baru kemudian setelahnya, majelis wilayah yang akan memilih di antara mereka, untuk menjadi anggota majelis umat.
Pun tidak ada iming-iming materi atau fasilitas mewah bagi anggota majelis umat. Sebab keberadaan mereka di sana semata-mata untuk menegakkan hukum Allah, dan memastikan bahwa penguasa melaksanakan syariat.
Tujuan keberadaan majelis umat adalah sebagai Ahlus Syura adalah mewakili masyarakat secara representatif. Karenanya asas pemilihan majekis umat adalah wakil dari masyarakat (tamtsil li an-nas) yang akan mewakili individu, masyarakat dan kelompok. Sebagaimana dahulu Rasulullah memilih wakil bagi Muhajirin dan Anshar.
Maka tidak akan ada caleg stres akibat gagal terpilih. Pun tak perlu RSJ untuk menyelesaikan masalah mental mereka, sebab dalam penerapan Islam kaffah, terbentuk suasana keimanan (jawul iimani) yang akan melahirkan masyarakat Islam, yang tunduk kepada hukum Allah. Allahumanshurnaa bil Islam.
Komentar