Danacita Kampus, Mindset Kapitalis Tak Realistis

Dimensi.id–Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan akan terus mempertahankan kerja sama kerja sama antara PT Inclusive Finance Group (Danacita) sebagai pilihan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa (republika.co.id, 1/2/2024).

 

“Tidak (akan putus kerja sama) karena memang tidak ada masalah dengan praktik yang dilakukan karena memang pasarnya,” kata Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan dan Pengembangan ITB, Muhammad Abduh, ia menambahkan pihaknya membuka peluang pada lembaga financial technology (fintech) lainnya di Indonesia untuk bekerja sama dengan ITB sebagai pilihan mahasiswa untuk membayar UKT.

 

“Kalau kami melihatnya begini, fintech ini adalah sebuah inovasi dan kita harus menguasai juga Indonesia, jangan sampai nanti malah fintech dari luar yang masuk ke Indonesia dan itu sangat mungkin sekali,” katanya.

 

Ketua Umum Forum Zakat (Foz) Bambang Suherman menyampaikan lembaga filantropi di semua level, baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga nasional memiliki program beasiswa pendidikan. Program ini termasuk program yang bersifat umum untuk membantu anak-anak muda, baik yang basisnya karena kemiskinan maupun kompetensi atau bakat yang dimiliki.

 

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan, MUI mendorong optimalisasi lembaga filantropi Islam sebagaimana Foz khususnya untuk pendidikan, yang penyalurannya bagi anak-anak yang menempuh pendidikan dan kesulitan pembiayaan.

 

Sedangkan Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftahul Huda menjelaskan pada dasarnya pinjaman berbunga adalah riba dan hukum riba adalah haram. Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 275 bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

 

“Dalam kaidah lain bahwa segala transaksi pinjaman yang terdapat unsur manfaat yang diambil oleh pemberi pinjaman dan itu dipersyaratkan dalam akad maka itu masuk kategori riba,” ujar Miftahul Huda kepada Republika.co.id, Kamis (1/2/2024).

 

Kapitalisme Pendidikan Akar Persoalannya

 

Bukan masalah tren fintech yang memang harus dikuasai Indonesia, juga bukan masalah fintech ini halal atau haram. Atau legalitasnya sudah dijamin OJK (Otoritas Jasa Keuangan) atau belum Sebab setiap pinjaman yang mengandung manfaat memang hukumnya haram, dan itu bukan perdebatan lagi. Hukum Islam sangat tegas dan tidak perlu dicari cela di antaranya.

Namun, ini membuktikan adanya kapitalisasi pendidikan, dimana pendidikan yang seharusnya mudah diakses karena hak setiap individu rakyat nyatanya tak teraih, sehingga harus ada fintech yang hadir menjadi jembatan agar peserta didik tetap bisa melanjutkan pendidikannya. Dimana peran negara? Mindset kapitalis sungguh tidak realistis. 

 

Ini juga yang menjadi PR besar negri ini terkait pendidikan, kita disibukkan dengan pergantian kurikulum namun lalai dengan urusan dana yang kian hari kian membebani rakyat. Padahal pendidikan adalah soko guru peradaban. Namun Kampus bukan lembaga keuangan, meski diklaim pemanfaatan fintech tidak berpengaruh pada pendapatan kampus, kecuali jika sudah dibayarkan sebagai UKT tetap saja jika UKT macet, kegiatan kampus pun terimbas.

 

Negara Wajib Menyelenggarakan Pendidikan Berkualitas dan Gratis

 

Kapitalisasi pendidikan mengakibatkan biaya pendidikan mahal di luar nalar, hanya mereka yang kaya saja yang akhirnya bisa menikmati pendidikan setinggi mungkin, sementara yang orangtuanya berpenghasilan menengah ke bawah menjadi sasaran empuk Pinjol atau fintech.

 

Adanya program beasiswa juga tak banyak membantu karena terlalu banyak yang disyaratkan, di antaranya harus IPK minimal 3,0 dan lainnya, alih-alih negara membantu pembiayaan justru memberi peluang mereka yang memilih bekerja daripada kuliah dengan jurusan-jurusan yang bisa langsung mempekerjakan mereka. Pupuslah harapan menjadi ilmuwan yang bisa jadi akan lebih bermanfaat bagi masyarakat dan berakhir pada karyawan atau buruh rendahan.

 

Dalam Islam, pembiayaan pendidikan menjadi kewajiban negara, dari berbagai tingkatan pendidikan hingga perguruan tinggi. Pembiayaan berasal dari Baitulmal. Sistem keuangan negara yang berdasarkan syariat setiap pos-posnya. Pendidikan di beri dana dari hasil pengelolaan kepemilikan umum yang menjadi hak setiap individu rakyat seperti barang tambang, hasil eksplorasi minyak, mineral dan lainnya yang jumlahnya melimpah ruah.

 

Demikian juga dari pengelolaan harta milik negara seperti fa’i, jizyah, kharaj dan lainnya. Baitulmal juga menampung zakat yang akan dibagikan kepada delapan asnaf sesuai yang disebut Alquran.

 

Pada masa khilafah Bani Umayyah, dibangunlah Bamaristan yaitu rumah sakit tempat untuk merawat orang yang juga difungsikan sebagai tempat studi kedokteran. Didalamnya juga disediakan asrama, laboratorium dan perpustakaan. Pembiayaan pendidikan selain dari negara juga wakaf dan shadaqah dari para aghniya (orang kaya). Dengan sistem Islam, banyak bermunculan ilmuwan yang tak sekadar fakih fiddin ( pandai ilmu agama) tapi juga menguasai ilmu dunia yang berkaitan dengan sain dan teknologi guna kemaslahatan umat.

 

Jika kita masih mempertahankan demokrasi, yang justru di didalamnya akan lestari kapitalisme, maka selamanya pendidikan tidak akan merata bahkan mencapai tujuan pendidikan. Maka, saatnya kembali kepada pengaturan Allah SWT yang jelas akan membawa berkah dunia akhirat. Wallahualam bissawab. [DMS].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *