Ilusi Zero Stunting

 

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga melaunching gerakan zero stunting Indonesia 2030 didampingi Ketua Umum Pemberdayaan Perempuan UMKM Indonesia (PP UMI), Munifah Syanwani dan Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Launching tersebut menjadi bagian acara pembukaan Rakernas II PP UMI yang keseluruhan berlangsung selama 3 hari di Kota Bogor, tepatnya di IPB International Convention Centre (IICC) sebagai lokasi rakernas mulai 2 hingga 3 November 2023.

 

Bicara stunting sambung Bintang Puspayoga tidak hanya terkait gizi, tetapi juga pola asuh dan sanitasi menjadi bagian yang sangat penting dan harus diperhatikan. Sementara bicara UMKM, dari 65,5 juta UMKM di Indonesia 64 persen dikelola dan dimiliki oleh perempuan. Artinya perempuan merupakan kekuatan bangsa dalam menopang ekonomi bangsa. (Rri.co.id, 3-11-2023)

 

Zero stunting adalah sebuah program yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan angka stunting pada anak di Indonesia. Sedangkan stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan yang disebabkan oleh kurangnya gizi atau nutrisi pada masa awal kehidupannya, terutama pada periode 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu mulai dari masa kehamilan hingga usia 2 tahun.

 

Maka ketika solusi yang diambil adalah melibatkan para ibu pada program UMKM, sungguh jauh panggang dari api. Sebab menjauhkan perempuan dari tugas utamanya sebagai pencetak generasi peradaban, dengan menjadikannya  penopang perekonomian, membuat kasus stunting belum tersentuh hingga ke akar permasalahannya.

 

Sekularisme adalah Sumber Stunting

Beragam cara telah dilakukan pemerintah untuk menuntaskan stunting, salah satu yang digadang-gadang pemerintah adalah melalui keterlibatan perempuan pada UMKM. Memang benar bahwasanya stunting erat kaitannya dengan kemiskinan. Namun memberi kesempatan bagi para ibu untuk mencari nafkah, justru menjadikan para ibu tidak memiliki perhatian yang utuh serta energi yang cukup, terhadap generasi.

 

Stunting bukanlah hal yang sederhana, tapi perlu mendapatkan perhatian serius, bahwasanya ada yang luput dari perhatian negara. Meski telah dilakukan banyak upaya mengatasi stunting, tetapi di beberapa wilayah di tanah air, masih dijumpai adanya korupsi. Sehingga dana yang sudah dialokasikan kepada anak-anak yang mengalami gizi buruk, menjadi tidak tersalurkan.

 

Stunting adalah persoalan yang kompleks, yang tidak akan usai hanya dengan memberi satu piring nasi dan lauk pauk untuk sarapan. Pun tidak ada tuntas hanya dengan memberi kesempatan pada para ibu, bergerak di ranah ekonomi. Selama negara masih menerapkan sistem kapitalisme, maka perkara untung rugi akan senantiasa dikedepankan.

 

Sementara Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu menyelesaikan stunting dan mewujudkan kesejahteraan hidup individu per individu. Melalui pengaturan mekanisme kepemilikan harta (milkiyah) negara bertanggung jawab mengelola perekonomian dan memastikan setiap warga terjamin hak-haknya.

 

Ketidakmampuan keluarga memenuhi kebutuhan gizi disebabkan karena kemiskinan, akan diatasi oleh negara, dengan mencukupinya seluruh kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Seluruh pembiayaannya diambil dari Baitulmal, yang memperoleh pendapatan tetap dari sumber-sumber: jizyah, fai, kharaj, ganimah, hingga pengelolaan sumber daya alam (SDA). Sedangkan untuk rakyat miskin, maka negara akan memberikan mereka, dari pos zakat.

 

Sementara itu, para laki-laki akan diberdayakan dengan mendorong mereka agar mampu mencari nafkah bagi orang-orang yang menjadi tanggungannya. Pemberdayaan laki-laki, menjadi program utama, bukan pemberdayaan perempuan, agar kewajiban bekerja yang dituntut Asy-Syari’ dapat terealisasi. Maka negara wajib membuka banyak lapangan pekerjaan, memberikan modal usaha, pelatihan, dan sebagainya untuk memberi kesempatan pada para kepala keluarga, mengembangkan diri dan hartanya.

 

Apabila kepala keluarga lemah dan tidak memiliki kemampuan mencari nafkah, maka tanggung jawab dialihkan kepada wali yang lain dari sanak keluarganya. Jika wali tersebut dalam kondisi lemah, maka negara yang akan bertanggung jawab atas penafkahan tersebut.

 

Begitu pula dalam pengelolaan sumber daya alam, negara akan mengambil tenaga dari negeri sendiri ketimbang tenaga asing. Dengan begitu, rakyat akan terserap pada pengelolaan tersebut dan secara langsung bisa mengurangi pengangguran. Inilah tatanan perekonomian yang sahih yang datangnya dari Islam, yang akan menyelamatkan warga dari kemiskinan, termasuk anak-anak dari kemungkinan terkena stunting. Allahumma ahyanaa bil Islam.

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *