Kontradiktif Kebijakan, Bisakah Hapus Narkoba dan Jeratannya?

Bandung pada Kamis (9/11/2023) terjadi kecelakaan dengan pelaku seorang remaja berusia 16 tahun dengan inisial A. Remaja ini mengendarai Mobilio bernomor polisi D 1857 AIT dan menabrak tiga sepeda motor di Jalan Rumah Sakit, Kota Bandung. Akibatnya, enam orang mengalami luka-luka ringan dan harus dilarikan ke rumah sakit Ujungberung.

 

Dari hasil tes urin pelaku, polisi mengatakan pelaku positif mengkonsumsi obat-obatan terlarang. “Positif menggunakan obat-obatan terlarang,” ucap Kanit Gakkum Satlantas Polrestabes Bandung AKP Arif Saepul Haris ketika dikonfirmasi pada Sabtu (11/11/2023).

 

Namun, Arif tidak merinci jenis obat-obatan yang dikonsumsi oleh pelaku. Status pelaku sendiri masih sebagai terlapor dan belum ditetapkan sebagai tersangka. Pelaku sempat menjadi bulan-bulanan masyarakat usai tertangkap tangan (republika.co.id, 11/11/2023).

 

Grasi Massal Napi Narkoba, Kok Bisa?

 

Ninemsn melaporkan, ada lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia yang menggunakan obat-obatan terlarang atau narkoba setiap tahun. Dan narkoba menyebabkan 250 ribu kematian per tahun, yang paling banyak terjadi di negara berkembang.

 

Efek negatif paling merugikan dari obat-obat terlarang dan alkohol adalah mempengaruhi sistem saraf pusat. Zat-zat tersebut bertindak di otak dan dapat mengubah cara seseorang berpikir, merasa atau berperilaku. Risiko mengalami kecelakaan 9 kali lebih besar ketika alkohol dan obat-obatan terlarang digunakan bersama-sama dibandingkan dengan pengemudi yang bebas narkoba (merauke.go.id, 24/1/2012).

 

Berdasarkan laporan yang dipublikasi Badan Narkotika Nasional (BNN) bertajuk Indonesia Drug Repots 2023, jumlah kasus tindak pidana narkoba di Indonesia mencapai 43.099 kasus sepanjang 2022 (katadata.co.id, 7/7/2023). Prevalensi pengguna narkoba menunjukkan peningkatan mencapai 4,8 juta orang, Kepala BNN Komisaris Jenderal Petrus Reinhard Golose menjelaskan, Indonesia masih menjadi pasar potensial peredaraan narkotika (kompas.id, 25/3/2023).

 

Kerentanan Indonesia terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dipengaruhi oleh kondisi geografis, geopolitik, sosial ekonomi , arus informasi dan globalisasi, perubahan sosial modernisasi dan perubahan gaya hidup (bnn.go.id, 27/3/2022).

 

Sejauh ini, sudah sangat jelas dampak dan angka kematian bagi pengguna termasuk orang-orang di sekitar pengguna, pemerintah tetap saja tak bergeming, kalaulah ada kebijakan selalu berseberangan dengan solusi yang seharusnya. Semisal grasi massal kepada narapidana pengguna narkoba yang diusulkan sebagai upaya mengatasi over crowded lapas.

 

Usulan ini disampaikan oleh TIM Percepatan Reformasi Hukum kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Anggota Tim Percepatan Reformasi Hukum dari Kelompok Kerja (Pokja) Reformasi Pengadilan dan Penegakan Hukum, Rifqi S. Assegaf mengatakan selama ini pengguna narkoba telah dikriminalisasi secara berlebihan. Ia menyebut nantinya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi pengguna narkoba untuk memperoleh grasi. “Kita tegaskan beberapa hal yang menjadi catatan, bukan residvis, bukan pelaku tindak pidana lain, dan sebagainya,” jelasnya (Media Indonesia.com, 16/9/2023).

 

Sungguh usulan yang aneh, lebih aneh lagi jika kemudian pemerintah meluluskan . Artinya sama-sama menganggap pemberian grasi massal sebagai solusi mengatasi penyalahgunaan narkoba berikut dampaknya. Padahal, dengan over crowdednya lapas membuktikan banyak pelaku penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Ini dampak dari berbagai hal, di antaranya tidak adanya efek jera dalam pemberian sanksi, kemiskinan, lemahnya iman dan rusaknya kepribadian dan lain. Di sisi lain, menggambarkan betapa negara menganggap sepele peredaran narkoba di tengah rakyat.

 

Kog bisa? Tentu bisa jika sistem pengaturan masyarakat oleh negara hari ini asasnya sekuler, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Setiap solusi yang dijelaskan Islam, dianggap tidak relevan dengan zaman, hingga harus ada upaya moderasi beragama ( Islam), sebab sasarannya bukan agama selain Islam. Setiap syariat yang semestinya menjadi solusi disikapi dengan nyinyir hingga sebutan teroris, ekstremis, pemecah belah bangsa dan lain sebagainya. Padahal jelas Islam mewajibkan setiap pemeluknya tunduk dengan syariat dan tidak melakukan maksiat.

 

Penerapan Syariat Islam Bukan Sekadar Solusi Tapi Tuntutan Akidah

 

Solusi tuntas penanggulangan narkoba adalah penerapan sistem Islam dan menyadarkan para pengguna akan bahaya narkoba. Penerapan sistem Islam juga akan menguatkan iman umat dan juga mengentaskan kemiskinan. Allah swt. Berfirman yang artinya,” Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung“. (TQS.Al-Maidah:90).

 

Inilah yang menjadi dalil haramnya narkoba, yang disamakan khamar sebab sama-sama berdampak melalaikan dari mengingat Allah, akal sehatnya hilang dan nafsunya mengikuti perbuatan setan. Menurut Ibnu Taimiya Rahimahullah , “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan” (majmu’ alfatawa,34:214).

 

Pernyataan Kepala BNN Komisaris Jenderal Petrus Reinhard Golose jika Indonesia masih menjadi pasar potensial peredaraan narkotika memang miris, inilah dampak ketika sistem kapitalisme yang digunakan dan bukan Islam, segala sesuatu menjadi “halal” untuk diperjualbelikan dan cara mudah menafkahi keluarga. Halal haram urusan nanti, sebab siapakah yang menanggung ketika kita miskin, keluarga sakit atau tak bisa makan? Negara? Jelas tidak, kalaulah ada bantuan sosial nominalnya sangatlah minim, tak sebanding dengan apa yang harus ditanggung rakyat.

 

Sistem ekonomi Islam, jelas menjadi solusi, bukan sekadar berinisial syariah sebagaimana hari ini, namun benar-benar ada campur tangan negara dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya, mulai dari kebutuhan sandang, pangan papan dengan cara membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin, negara akan memberikan modal bergerak atau tidak ketika ada rakyat yang ingin usaha mandiri. Dan itu bukan utang, atau pelatihan sebagai konversi uang yang tertera dalam kartu prakerja.

 

Sementara kebutuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan dijamin oleh negara berupa pelayanan, pembangunan infrastruktur, pengadaan kurikulum, SDM yang berkualitas dan lain sebagainya. Semua bisa diakses oleh rakyat dari berbagai strata. Bisa jadi berbayar dengan tarif termurah atau bahkan gratis. Semua penjaminan ini dibiayai negara melalui pendapatan Baitul Mal yang sumbernya dari harta kepemilikan umum (SDA) dan harta kepemilikan Negara ( fa’i , jizyah, kharaj, usyur, zakat dan lainnya).

 

Negara berdasarkan syariat Islam bukan nation state atau negara bangsa yang memiliki teritorial terbatas dan tunduk kepada organasisasi internasional, sehingga setiap transaksi perdagangan luar negeri akan sangat diawasi bahkan diharamkan jika komoditasnya melemahkan negara atau dalam kondisi memerangi kaum Muslim. Dengan begitu, tak bisa sembarangan berdagang, termasuk hegemoni atas negara tertentu. Hal ini hanya bisa diwujudkan jika kapitalisme dicabut. Wallahualam bissawab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *