Kasus Bunuh Diri Meningkat, Ada Apa dengan Masyarakat Hari Ini?

Oleh : Yuchyil Firdausi

Fenomena bunuh diri pada usia remaja atau usia dewasa dini menjadi marak. Untuk bulan Oktober saja sudah ada empat kasus mahasiswa yang diduga bunuh diri (tekno.tempo.co, 14/10/2023). Dua kasus terakhir adalah kasus bunuh diri mahasiswi di Semarang. Pertama terjadi pada mahasiswi Universitas Dian Nuswantoro yang ditemukan tewas di kamar indekosnya di daerah Tembalang, Semarang (tekno.tempo.co, 14/10/2023). Kedua, terjadi pada mahasiswi Universitas Negeri Semarang yang ditemukan tewas di area pintu keluar parkir Mall Paragon Semarang. Mahasiswi ini sempat membuat surat untuk ibunya yang berisi ucapan maaf karena tidak sekuat dan sesuai ekspektasi ibunya (ameera.republika.co.id, 15/10/2023).

Dikutip dari ameera.republika.co.id, 15/10/2023, Praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum mengatakan ada beberapa hal yang bisa memicu fenomena tersebut. Pertama, pola asuh yang membentuk anak-anak sekarang. Pola asuh yang membentuk anak anak sekarang seringkali adalah pola asuh fatherless dan motherless. Ayah dan Ibu ada tetapi tidak pernah hadir penuh, tidak ada attachment yang kuat dan kurang penanaman prinsip hidup. Anak-anak juga kehilangan figur yang dapat menjadi tauladan. Kemudian, tuntutan yang terlalu tinggi dari berbagai sisi, baik internal maupun eksternal, akan berdampak pada karakter anak (ameera.republika.co.id, 15/10/2023).

Bunuh diri biasanya diawali dari depresi akibat permasalahan yang tak kunjung selesai. Ini menunjukkan bahwa maraknya kasus bunuh diri pada pemuda hari ini adalah gambaran betapa rapuhnya mental generasi hari ini. Generasi hari ini cenderung mengambil jalan pintas dan instan dalam menyelesaikan persoalan hidup yang menimpanya, salah satunya ya dengan bunuh diri. Generasi hari ini telah menjelma menjadi generasi yang mudah menyerah dan mudah memutuskan untuk mengakhiri hidup.

Tidak bisa dipungkiri bahwa fenomena bunuh diri yang tinggi di kalangan pemuda ini adalah salah satu akibat dari serangan pemikiran barat yang telah meracuni jiwa para pemuda. Serangan pemikiran Barat inilah yang akhirnya membentuk mereka memiliki cara pandang hidup kapitalisme-liberal dimana Kapitalisme telah meletakkan standar kebahagiaan hidup hanya pada materi semata. Standar materi ini berupa harta, ketenaran, kedudukan, sex, dan sejenisnya. Alhasil generasi pun berlomba-lomba mengejar semua itu dengan berbagai cara dan saat mereka gagal mendapatkannya maka depresi akan menimpa mereka.

Kapitalisme yang muncul dari paham sekulerime yakni memisahkan kehidupan dunia dengan agama/Tuhan, telah menghasilkan generasi yang kehilangan jati dirinya sebagai hamba Allah SWT. Mereka menjalani hidup sesuka hati sesuai keinginan dan hawa nafsunya. Standar halal dan haram pun tak ada lagi dalam kamus hidup mereka. Maka tak heran jika mereka dihadapkan pada permasalahan hidup, mereka mempertimbangkannya tanpa dikaitkan dengan pemahaman hidup yang benar.

Negara sebagai penanggungjawab urusan umat telah gagal dalam mengarahkan dan membentuk jati diri yang benar pada generasi. Negara justru mengusung dan menerapkan kurikulum pendidikan kapitalisme-sekulerisme. Hal ini semakin menjauhkan generasi dari cara pandang yang benar dalam hidup. Lebih parah, masyarakat yang telah teracuni pola pikir ala kapitalisme niscaya akan semakin merusak generasi. Oleh karena itu, penerapan sistem kapitalisme hanya akan memperpanjang persoalan bunuh diri di kalangan pemuda.

Padahal solusi persoalan hidup manusia yang benar hanya ada pada aturan islam yang berasal dari Pencipta Manusia, yaitu Allah SWT. Hanya dengan menerapkan sistem islam yang shahih dan solutif maka masalah kasus bunuh diri dapat terselesaikan. Islam telah menempatkan negara sebagai penanggung jawab terbesar dalam terbentuknya generasi unggul dan berkepribadian islam. Oleh karena itu, negara wajib mengkondisikan individu dan masyarakat agar memiliki mindset yang benar tentang hidup. Setiap warga negara akan dibina untuk memahami jati dirinya sebagai hamba Allah sehingga ia akan selalu berusaha untuk taat dan menjauhi maksiat. Sejak dini masyarakat akan dipahamkan konsep ujian atau problematika kehidupan yang pasti akan terjadi pada setiap manusia. Masyarakat akan dipahamkan juga bahwa bersamaan dengan ujian, Allah akan memberikan manusia kemampuan untuk menyelesaikannya. Dari sini akan didapati generasi yang jika ditimpa masalah mereka akan berupaya untuk menyelesaikannya sesuai syariat islam.

Pada hakikatnya, masyarakat yang hidup dalam naungan sistem Islam akan senantiasa hidup dalam nuansa islami, yang mana bukan berlomba-lomba dalam mengejar materi melainkan berlomba-lomba dalam ketaatan. Kehidupan mereka akan senantiasa dihiasi dengan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar sehingga pemahaman islam dalam diri generasi semakin menancap kuat. Terbentuknya generasi yang memahami cara menyelesaikan hidupnya dengan benar juga didukung oleh diterapkannya sistem pendidikan islam. Tujuan pendidikan berasaskan islam adalah menciptakan generasi berkepribadian islam yang menguasai tsaqafah islam dan iptek. Maka wajar, dalam sistem islam terciptalah generasi-generasi yang tangguh pembangun peradaban gemilang, bukan generasi yang rapuh yang mudah menyerah.

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *