Sports Tourism, Wajarkah Menjadi Penyangga Ekonomi Berkelanjutan?
Dikutip dari Tirto.id – Jumat (11/8/23) sport tourism di Indonesia dipandang menjadi awal yang baik bagi kebangkitan pariwisata di Indonesia. Plt VP Corsec Jakpro Melisa Sjach dalam keterangannya, “Tentu angin segar ini menjadi langkah awal dalam membangkitkan pariwisata dan ekonomi di Indonesia, sekaligus membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat”.
Nilai sport tourism ini diperkirakan bisa mencapai 18.790 triliun pada 2024 mendatang, sehingga menganggap sport tourism ini bisa menjadi penyangga ekonomi bangsa dan ini menunjukkan negara abai mencari solusi strategis dan justru menuai berbagai persoalan. sebab Sport Tourism menyangkut banyak hal termasuk aspek ekonomi dan sosial. Persoalan-persoalan yang terjadi dalam berbagai aspek tersebut karena lemahnya sistem aturan yang diterapkan saat ini, sistem buatan manusia yang memiliki sifat terbatas. Sistem tersebut yaitu sistem kapitalisme sekulerisme. Sistem Kapitalisme yaitu sebuah sistem yang memberikan kebebasan penuh pada semua orang untuk melakukan kegiatan ekonomi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Dalam sistem ekonomi ini, setiap individu memiliki hak penuh untuk mengambil manfaat atas harta atau kekayaannya sebagai alat produksi dan berusaha walaupun ada pihak yang dirugikan.
Dalam hal ini yaitu sport tourism, ekonomi negara yang menggunakan sistem ekonomi kapitalisme berarti telah mengabaikan sumber pendapatan negara yang jauh lebih strategis, lebih menjanjikan dan berkelanjutan apalagi adanya investor swasta yang dilibatkan. Padahal dalam sistem Islam yaitu Khilafah, kekayaan alam adalah kepemilikan umum. Dimana kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Kemudian hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Maka dari itu, tidak boleh menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi kepada tangan asing.
Pendapatan ekonomi yang dihasilkan dari sport tourism ini seolah-olah terlihat baik dan dianggap bisa menjadi penyangga ekonomi berkelanjutan. Padahal presentasinya sedikit dibandingkan dengan pendapatan negara dalam sistem Khilafah. Ditambah kegiatan tersebut insidental, maka pendapatanpun jarang didapatkan. Dalam Sistem Islam yaitu Khilafah, pengaturan kepemilikan umum dikelola oleh negara, yang tidak dikelola oleh asing. Islam mengatur sumber pendapatan negara, salah satunya dari pengelolaan SDA.
Diantaranya yang pertama adalah ghanimah, yaitu harta rampasan perang yang didapatkan oleh umat Islam saat memenangkan sebuah pertempuran. Dalam Surat Al Anfal pembagian Ghanimah yakni seperlima untuk Allah dan RasulNya. Empat perlima untuk tentara yang ikut berperang. Yang dimaksud untuk Allah SWT dan Rasulnya adalah untuk kesejahteraan umum yaitu rakyat.
Kedua jizyah, yaitu pajak yang dikenakan kepada Ahlul Kitab atau non muslim yang hidup di negara Muslim. Jizyah dikenakan sebagai pengganti layanan sosial ekonomi dan jaminan perlindungan keamanan dari negara juga sebagai kontribusi ahlul kitab terhadap fiskal negara. Karena mengingat mereka tidak dikenai kewajiban zakat dan wajib militer. Besarnya Jizyah adalah 1 dinar per tahun bagi laki-laki dewasa. Adapun bagi para perempuan, pendeta, pengemis tidak dikenai Jizyah.
Ketiga Kharaj, yaitu pajak tanah yang dikenakan kepada non muslim yang wilayahnya berhasil ditaklukan. Non Muslim juga tetap dipersilahkan untuk mengelola tanah tersebut dengan memberi kontribusi kepada negara. Penentuannya berdasarkan tingkat produktivitas tanah atau berdasar pada tiga hal yaitu karakteristik atau tingkat kesuburan tanah, jenis tanaman dan jenis irigasi.
Keempat ‘usyur, yaitu tarif bea cukai yang dikenakan kepada barang impor dari luar negara Islam. Karena pada zaman Rasulullah SAW telah terjadi ekspor impor barang perdagangan. Kelima Amwal Fadhilah, yaitu harta orang muslim yang tidak mempunyai ahli waris atau orang murtad yang meninggalkan hartanya begitu saja, maka berhak menjadi milik negara.
Keenam Wakaf, yaitu pemberian dari seorang muslim kepada negara untuk dimanfaatkan hasilnya dengan pokoknya yang tidak berkurang. Ketujuh Khums, yaitu pajak proporsional yang diambil dari barang temuan dan barang tambang, persentase besarannya sebanyak 20%.
Kemudian semua hasil penghimpunan kekayaan negara dikumpulkan terlebih dahulu, lalu dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Pengumpulan dana tersebut berpusat di Baitul Mal yang pada masa Rasulullah ﷺ terletak di Masjid Nabawi. Peran dan fungsi baitul mal itu bukan hanya sekedar mengumpulkan uang dan membagikannya kepada masyarakat yang membutuhkan, namun lebih kepada pengolahan tatanan yang menopang perekonomian sehingga tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.
Pengabaian negara terhadap nasib rakyat makin nyata sebagaimana yang terjadi di stadion Mandalika juga bila dibandingkan dengan pengelolaan negara atas sumber daya alam yang ada.
Belum lagi dari aspek sosialnya, dampak buruk yang akan didapatkan dari sekulerisme akan semakin banyak. Karena sekulerisme adalah pemisahan agama dari kehidupan, maka kehidupan yang terjadi akan bebas tanpa aturan agama. Seperti pengaruh kebudayaan serba bebas (liberalisme) yang di bawa oleh asing yang akan sangat merusak. Contohnya dalam hal berpakaian, bergaul atau berinteraksi yang tidak sesuai dengan syari’at Islam. Kemudian suka menumpuk kekayaan pribadi (materialituk) serta gemar memburu kesenangan sesaat (hedonistik).
Lain halnya ketika dalam Khilafah, seorang Khalifah Umar yang saat itu khawatir ketika kedatangan kebudayaan asing yang cenderung negatif dan dapat menggerus nilai-nilai bersahaja agama Islam yang telah ditanamkan oleh Rasulullah SAW.
Saat itu Khalifah Umar merasa perlu untuk mengirimkan sepucuk surat kepada wali kota Azerbaijan, Uthbah bin Farqad. Surat tersebut berisi peringatan Khalifah Umar yang kurang lebih berbunyi “Wahai Utbah bin Farqad! Jabatan itu bukan hasil jerih payahmu dan bukan pula jerih payah ayah dan ibumu. Karena itu kenyangkanlah kaum muslimin di negeri mereka dengan apa yang mengenyangkan di rumahmu. Hindari bermewah-mewah, hindari memakai pakaian ahli syirik dan hindarilah memakai sutera,”.
Oleh karena itu, agar kita dapat mewujudkan tatanan kehidupan sosial yang terfilter dari kebudayaan asing juga mewujudkan perekonomian yang berkelanjutan sesungguhnya, itu hanya bisa kita wujudkan jika menerapkan sistem Islam yaitu Khilafah. Karena hanya dengan sistem buatan sang Kholiq lah yaitu Allah SWT yang bisa memberikan kesejahteraan dan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Wallahu’alam
Komentar