Mungkinkah Perdagangan Orang Terjadi Di Dunia Pendidikan ?

Magang merupakan salah satu program pembelajaran yang langsung dilakukan di tempat kerja dengan memberi kesempatan kepada seorang pelajar atau mahasiswa untuk mengembangkan kompetensi dalam kurun waktu tertentu.

 

Magang biasa diberlakukan kepada murid SMK atau mahasiswa. Aktifitas magang dilakukan pelajar atau mahasiswa dengan melakukan pekerjaan layaknya pegawai sambil didampingi dan dibimbing oleh seorang yang mahir pada pekerjaan yang sedang dipelajari.

 

Selain memiliki tujuan mengembangkan kompetensinya didunia kerja secara langsung, magang juga bermanfaat bagi masa depan pelajar atau mahasiswa pada saat menghadapi dunia kerja. Kegiatan magang yang dilakukan pelajar atau mahasiswa merupakan kesempatan untuk mengaplikasikan semua ilmu yang telah dipelajari, serta mempelajari secara detail tentang seluk beluk standar kerja secara profesional saat melakukan magang.

 

Dalam pelaksanaan magang, pelajar ataupun mahasiswa dianggap sebagai pegawai, yang harus melakukan tugas sesuai pekerjaan yang diberikan, tempat dimana mereka magang. Mengenai penghonoran atau gaji, diserahkan kepada kebijakan perusahaan atau instansi tempat mereka magang, tidak ada tuntutan dari pihak sekolah kampus terkait honorarium bagi peserta magang.

 

Perusahaan atau instansi tempat magang bukan hanya dilakukan didalam negeri, saat ini kerjasama magang dilakukan dengan perusahaan yang berada diluar negri, seperti negara Jepang. Bagi peserta magang yang ditempatkan diluar negeri biasanya melalui beberapa test, untuk mencari peserta yang terbaik. Namun program magang atau PKL ini kadang disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab untuk mencari manfaat dan keuntungan.

 

Dilansir dari Liputan6.com, bahwa Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) telah mengungkap kasus perdagangan orang dengan modus program magang ke luar negeri Jepang, dengan korban adalah mahasiswa. Dua orang diduga tersangka diamankan polisi, dalam kasus ini.

 

Terungkapnya kasus ini diawali laporan dari korban berinisial ZA dan FY kepada pihak KBRI Tokyo, Jepang. Dalam laporanya dinyatakan bahwa korban bersama sembilan orang mahasiswa dikirimkan oleh Politeknik untuk melaksanakan magang di perusahaan Jepang. Akan tetapi, ternyata para mahasiswa yang menjadi korban tersebut dipekerjakan sebagai buruh.

 

Tidak hanya dipekerjakan sebagai buruh para mahasiswa juga diancam DO Jika Pulang ke Indonesia. Para korban diberangkatkan dengan menggunakan visa pelajar yang berlaku selama satu tahun. Namun oleh pihak perusahaan setelah visa habis masa berlaku diperpanjang menjadi Visa kerja selama enam bulan.

 

Sebagai bukti kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang ( TPPO ) terkait dengan pengungkapan kasus ini, barang bukti berupa satu bundel fotocopy surat dari Politeknik disita petugas, yakni mengenai perihal permohonan rekomendasi pengurusan paspor. Satu lembar surat Kepala Dinas Perindustrian Tenaga Kerja (Liputan6.com, 28/6/2023 ).

 

Program magang membuka celah bagi manusia rakus untuk mengambil manfaat dan keuntungan. Pada dasarnya magang berbeda dengan bekerja yang mendapat honor penuh atas beban kerjanya. Yang seharusnya para pelajar mahasiswa belajar langsung pada faktanya banyak yang dipekerjakan tanpa digaji, karena dianggap sedang magang bisa diperlakukan sesuai kehendaknya. Hingga nampak adanya eksploitasi terhadap pelajar mahasiswa yang sedang melakukan magang yang dilakukan oleh orang yang rakus yang hanya memikirkan keuntungan materi semata.

 

Dalam sistem aturan hidup kapitalis sekuler saat ini, setiap celah apapun dijadikan sumber untuk mendapat keuntungan dan manfaat, tanpa memikirkan pihak lain yang dirugikan. Dunia pendidikan sebagai tempat orang – orang yang memiliki pemikiran tinggi pun menjadi lahan penjualan orang, atas nama program magang. Pemikiran orang – orang kapitalis, segala sesuatu diukur dengan materi tanpa menjadikan agama sebagai landasan dalam melakukan segala aktifitasnya.

 

Perhatian Islam Terhadap Output Pendidikan

 

Output pendidikan Islam adalah lahirnya individu terbaik yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam yang memiliki kepribadian islam, serta jiwa kepemimpinan baik pada skala individu, komunitas bahkan skala bangsa/negara. Berdasarkan output pendidikan ini, disusun arah pendidikan, dan diturunkan di dalam kurikulum pembelajaran serta metode pembelajaran.

 

Negara menyiapkan standar kurikulum, yaitu kurikulum yang terintegrasi dengan akidah Islam yang disesuaikan dengan level berfikir. Negara juga menetapkan metode pembelajaran yang baku dalam proses pembelajaran, sehingga mampu mencetak generasi terbaik yang diinginkan, generasi yang memiliki:  kepribadian Islam, Faqih fii ad-Din,  berjiwa pemimpin dan terdepan dalam sains dan teknologi . Generasi terdepan dan mampu memimpin bangsa-bangsa lainnya, yang akan menjadi pengendali eksistensi negara menjadi negara mandiri, kuat.

 

Islam juga menekankan arti penting amal dan kerja, mengajarkan bahwa kerja harus dilaksanakan berdasarkan prinsip berorientasi kepada mutu dan hasil yang baik. Dalam Islam, amal dan kerja harus dilakukan dalam bentuk yang shalih bukan hanya mengejar keuntungan sepihak dan merugikan pihak lain.

 

Islam mengatur cara memberikan upah agar diberikan tepat dan cepat. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang mengatakan berikan upah kadarnya, akan mendorong sesorang pekerja agar dapat memenuhi segala kebutuhan diri dan keluarganya secara tepat pula. Seandainya apabila upah ditunda, seorang pekerja akan malas karena dia harus memikirkan beban kebutuhan diri dan keluarganya dan merasa karya-karyanya tidak dihargai secara memadai.

Artikel Lainnya

Terjerat Kredit, Kehidupan Rakyat Makin Terhimpit

Dalam negara bersistem Islam menjadikan tanggung jawab negara untuk memberi gaji yang layak kepada para pegawainya sehingga mereka bisa merasakan kesejahteraan. Prinsip upah dalam Islam didasarkan pada jasa yang diberikan pegawai sesuai dengan jenis pekerjaan, waktu bekerja dan juga tempat bekerja. Selain gaji, negara juga akan memberi tunjangan kepada para pegawainya. Konsep upah seperti ini sangat mampu diwujudkan oleh negara Islam sebab sistem keuangan negara Islam berbasis Baitul mal, bukan pajak dan utang seperti negara kapitalisme. alokasi gaji untuk para pegawai negara diambil dari pos kepemilikan negara yang bersumber dari harta kharaj, fa’i, usyur, ghonimah, rikaz dan sejenisnya.

PERAN DAYAH DALAM MEMBANGUN PENDIDIKAN DI ACEH

Istilah Dayah sudah sangat populer dalam masyarakat Aceh. Hubugan Dayah dan masyarakat Aceh sudah terjalin sangat erat, sehingga keeradaan Dayah di tengah-tengah masyarakat sudah dapat diterima dan menjadi sebuah gebrakan perubahan untuk menciptakan suasana social kemasyarakatan yang aman, damai dan berpayungkan hukum-hukum Islam.
Keberadaan Dayah telah ada sejak masuknya agama Islam di Aceh yakni pada tahun 800 M. Pada masa itu para pedagang dan mubaligh yang datang dari Arab berlabuh di pesisir Sumatera. Selain melakukan perdagangan, para pedagang dan mubaligh ini juga sangat aktif dalam menyebarkan agama Islam. Untuk mempercepat proses penyebarannya maka didirikanlah tempat pendidikan Islam yang pada waktu berfungsi sebagai media transformasi pendidikan Islam kepada masyarakat. Sejarah mencatat bahwa Dayah tertua di Aceh adalah Dayah Cot Kala yang sudah berdiri sejak abad ketiga hijriah. Dayah ini menjadi pusat pendidikan Islam pertama di Asia Tenggara dengan tenaga-tenaga pengajar yang berasal dari Arab, Persia, dan India. Fungsi Dayah pada waktu itu masih terbatas untuk tujuan mengIslamisasikan masyrakat yang berada di sekitar Dayah dan untuk menjaga pengamalan-pengamalan masyarakat muslim di sekitar Dayah.
Pada masa itu Dayah lebih terfokus kepada materi-materi praktis, terutama dalam bidang tauhid, tasawuf dan fikih. Namun ketika peran Dayah Cot Kala sudah mulai terlibat dalam pemenuhan kepentingan keraajaan peureulak fungsinya berubah menjadi lebih besar dan mencakup ilmu-ilmu umum dan agama serta keahlian praktis. Dayah berasal dari kata Zawiyah, kata ini dalam bahasa Arab mengandung makna sudut, atau pojok Mesjid. Kata Zawiyah mula-mula dikenal di Afrika Utara pada masa awal perkembangan Islam, Zawiyah yang dimaksud pada masa itu adalah satu pojok Mesjid yang menjadi halaqah para Sufi, mereka biasanya berkumpul bertukar pengalaman, diskusi, berzikir dan bermalam di Mesjid. Dalam khazanah pendidikan Aceh, istilah Zawiyah kemudian berubah menjadi Dayah, seperti halnya perubahan istilah Madrasah menjadi Meunasah (Kanwil Kemenag Provinsi Aceh, 2022).
Dayah yang telah lebih dari seribu tahun berada di tengah-tengah perjalanan masyarakat Aceh, telah sangat banyak memberikan kontribusi pada bidang keilmuan masyarakat Aceh. Dalam sejarah dapat kita temukan bahwa Dayah telah menyajikan berbegai cabang ilmu, baik dalam bidang ilmu agama, kemasyarakatan, kenegaraan bahkan juga dalam bidang teknologi. Oleh karena itu alumni Dayah pada masa lalu benar-benar mendapat tempat dalam masyarakat, tidak hanya didaerah Aceh, bahkan juga ditingkat internasional.
Pada masa sekarang Dayah tetap masih terus memegang peran penting dalam pembinaan moral akhlak masyarakat Aceh dalam kehidupan sehari-hari. Dayah juga merupakan salah satu lembaga Pendidikan Islam yang ada di Aceh dengan kurikulumnya mengajarkan tentang kitab-kitab kuning, mendidik santri menjadi kader-kader ulama di masa mendatang, dan Dayah juga merupakan salah satu pendidikan tertua di Aceh
Dayah sebagai lembaga yang sangat mampu memberdayakan masyarakat untuk mengembangkan potensi fitrah manusia, sehingga mereka dapat memerankan diri secara maksimal sebagai hamba Allah yang beriman dan bertakwa, serta esksistensi Dayah juga masih semakin diakui dalam memainkan perannya di tengah-tengah masyarakat sebagai lembaga dakwah.
Sesuai yang dikutip dari KaKanwil Kemenag Aceh peningkatan jumlah Dayah di Aceh sangat pesat, tercatat ada 400 Dayah baru bertambah di Aceh hanya dalam kurun waktu 2 tahun, sehingga total jumlah saat ini ada 1.626. Dari jumlah ini terdapat 916 unit Dayah yang di dalamnya berbentuk madrasah atau sering disebut Dayah modern.
Semakin berkembang pesatnya jumlah Dayah di Aceh hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya lembaga pendidikan Islam Dayah pada zaman ini. Oleh sebab itu fungsi Dayah tidak hanya untuk mendidik generasi-generasi muda agar bisa menguasai ilmu untuk menghadapi globalisasi, namun lembaga pendidikan Dayah juga harus menjadi agen perubahan sosial dalam masyarakat, sehingga dengan gerakan sosialnya diharapkan dapat terbentuknya masyarakat yang madani. Sehinggga eksistensi Dayah secara landasan sosial historisnya telah berperan aktif dan memilki ilmu untuk melakukan perubahan social dalam masyarakat.
Agama Islam juga memiliki konsep dalam perubahan social, yakni bahwa dakwah memiliki peran untuk memulihkan keseimbangan mengarahkan pembebasan, persaingan ataupun tampak dinamika budaya yang lain, sekaligus meletakkan pola dakwah dalam berbagai perspektif termasuk perspektif kultural. Dakwah pada wilayah ini, berfungsi sebagai Agent Of Sosial Change. Dakwah dalam wilayah ini menjadi pusat atau sentral setiap perubahan sosial, ia mengarahkan dan memberikan alternatif padanya, ia memanfaatkan budaya yang ada dan memolesnya dengan warna Islami.
Terjadinya perubahan sosial, juga sangat berpengaruh dalam proses dakwah Islam yang ada dikalangan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari Cara pandang, cara berfikir dan cara bertindak masyarakat dapat berubah dengan drastis terhadap fenomena-fenomena yang ditemui dalam keberagaman masyarakat. Pada hal ini dakwah Islam harus mampu mengimbangi perubahan sosial yang terjadi di masyarakat untuk mengarahkan kepada hal-hal yang bersifat positif demi tegaknya dakwah di kalangan masyarakat serta seorang dai harus bisa memberikan solusi yang konstruktif sesuai dengan ajaran Islam yang dinamis, transformatif dan mengerakkan umat manusia untuk bangkit dari keterbelakangan menuju cahaya iman dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini bertujuan agar jalan dakwah dapat terus berlanjut dan lebih mudah diterima dalam kalangan masyarakat zaman ini.
Dayah dan masyarakat merupakan sebuah hubungan yang sudah terjalin erat sehingga keberadaan Dayah di tengah-tengah masyarakat dapat diterima dan menjadi sebuah gerakan perubahan dalam menciptakan suasana yang Islami bagi masyarakat itu sendiri kemudian masyarakat dan Dayah tidak lagi terjadi pertentangan baik dari pihak Dayah maupun dari kalangan masyarakat.
Oleh karena itu seluruh kegiatan atau aktivitas-aktivitas dakwah Dayah seperti majelis taklim di berbagai daerah di Aceh diharapkan nantinya dapat menciptakan berbagai perubahan social positif sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh orang banyak, serta dalam menjalankan aktivitas dakwahnya, sebab itu lembaga pendidikan Islam Dayah tidak hanya menajdikan hanya santri saja yang menjadi sasaran dakwahnya, akan tetapi seluruh elemen masyarakat juga yang di luar Dayah dapat mendapatkan ilmu tentang pengetahuan agama dari hasil aktivitas dakwah yang dilakukan Dayah dan perubahan social dapat dirasakan oleh masyarakat dari sebelum adanya Dayah hingga Dayah itu hadir di tengah-tengah masyarakat mampu memberikan perubahan, baik dari pengetahuan tentang agama maupun dalam proses pengamalan ibadah. (Hamdan 2017, 9: 119)

Sumber Gambar : NU Online.

Penulis Merupakan Mahasiswa Prodi Bimbingan Dan Konseling Islam, Institute Agama Islam Negeri Langsa, KKN-T(DR) Berbasis Medsos Smester Ganjil 2022-2023.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *