Cantik Glowing VS Kanker, Pilihan Sulit

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) mengungkap sepanjang 2022 ditemukan 1.541 produk kosmetik ilegal di seluruh Indonesia. Sederet produk yang ditemukan meliputi krim HN, Natural 99, hingga krim Temulawak. BPOM juga ungkap 13 kosmetik berisiko kanker kulit. 

 

Kebanyakan dari produk tersebut mengandung bahan merkuri. Bahan yang sangat dilarang dalam pemakaian kosmetik ataupun skincare, lantaran bisa memicu risiko kanker kulit (health.detik.com, 1/7/2023). 

 

Berdasarkan hasil patroli siber obat dan makanan ilegal di periode Januari 2022 hingga April 2023, kosmetik juga menjadi produk ilegal terbanyak kedua yang ditemukan, setelah obat, yakni 21,08 persen. Ada 81.456 link tautan penjualan kosmetik ilegal di 2022, dan per Januari hingga April 2023 sebanyak 40.339 link.

 

Bukan hanya kosmetik, sederet obat ditemukan BPOM RI mengandung bahan kimia obat dan diedarkan tanpa izin. Sepanjang 2022, ada 777 kasus obat tradisional ilegal di Tanah Air. Produk tersebut tidak bisa dipastikan keamanan, khasiat, dan mutunya. “Sedangkan obat tradisional mengandung bahan kimia obat berisiko terhadap kesehatan organ tubuh, seperti ginjal dan hati,” terang Kepala BPOM RI Penny K Lukito.

 

Kapitalisasi Kosmetik, Halalkan Segala cara

 

Kosmetik adalah sesuatu yang tidak pernah lepas dari perempuan. Sekadar bedak harian pun, perempuan begitu konsentrasi memilih dan menentukan kandungannya, merk-nya, publik figur yang mengendarai produk tersebut dan lain sebagainya. Harga bisa didaftar paling akhir. 

 

Namun era kapitalisme seperti saat ini, perkara kosmetik menjadi hal yang menggiurkan dan menggoda ketamakan para pemodal untuk meraup untung sebesar-besarnya, tanpa peduli apakah bahan ataupun proses pembuatannya terlarang. Dalam pembuatannya, banyak terjadi eksploitasi pekerja maupun sumber daya alamnya. Salah satunya adalah mika, mineral alami , bersifat reflektif yang menjadi alasan mengapa highlighter “menyala” di tulang alis dan eyeshadow berkilau. 

 

Menurut penyelidikan dari Thompson Reuters Foundation, 70% tambang yang beroperasi di India adalah ilegal. Ada tambang di Andhra, Pradesh, Maharashtra, Bihar, dan Jharkhand, nama dua kota terakhir ini adalah bagian dari apa yang disebut sebagai “sabuk mika”. Ini adalah wilayah yang menjadi rumah bagi tambang yang sering mempekerjakan anak-anak yang cukup kecil untuk masuk ke lubang gua. Menurut sebuah survei dari Komisi Nasional Perlindungan Hak Anak India , beberapa anak yang bekerja di tambang berusia enam tahun.

 

Meski Mika sudah bisa diproduksi di laboratorium, namun karena biaya produksinya yang belum terjangkau sebagaimana produk alaminya maka belum terlalu populer sehingga mendorong para investor tetap menggelontorkan dana terbesarnya di eksplorasi alamnya. Padahal dampaknya luar biasa, selain kerusakan lingkungan juga masa depan anak-anak yang hilang karena mereka masuk menjadi salah satu faktor produksi. 

 

Maraknya pekerja anak-anak di tambang Mika tak lepas dari abainya penguasa mengurusi urusan rakyatnya. Sebagian besar tambang berasa di hutan lindung, sehingga memicu eksplorasi ilegal besar-besaran dari mereka yang bermodal besar. Demikian pula dari pengawasan mutu. Tren meningkatnya kasus produk kosmetik ilegal bisa masuk dengan mudah di dalam negeri juga tak lepas dari lemahnya pengawasan penguasa. 

 

Beralih pada kasus temuan kosmetik yang disinyalir mengandung bahan pemicu kanker. Jumlah temuannya hingga ribuan, lantas kemana saja kerja BPOM sebagai lembaga pengawasan? Tak hanya kosmetik yang lolos ada banyak makanan, pakaian dan lain sebagainya semakin menegaskan posisi negara hanya sebagai pengesah kebijakan, tanpa peduli bagaimana dampaknya. Meskipun hanya sekadar kosmetik, namun jika menjadi salah satu pemicu kanker bukankah ini sudah sangat genting?

 

Tumpang tindih lembaga di Indonesia ini juga bisa menjadi salah satu faktor abainya penguasa yang berujung pada ancaman penyakit bagi individu, selain BPOM, MUI, dinas kesehatan, Sertifikasi produk halal di Indonesia sendiri diselenggarakan oleh BPJPH yang bekerja sama dengan lembaga terkait yakni Kementerian Agama, LPH, dan MUI. Seandainya mereka amanah tentulah tak akan simpang siur pengurusannya. Sungguh ironi, label halal masih jadi permainan beberapa pemodal kelas kakap di negeri Indonesia. Negeri dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. 

 

Islam: Pemimpin Adalah Pengurus Umat

 

Rasulullah bersabda,” Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari dan Ahmad). Maka, apapun itu jika berurusan dengan rakyat, pemimpin harus bisa memenuhinya hingga cukup dan kualitas terbaik. Sebab, kepemimpinannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. oleh karenanya seorang pemimpin haram meninggalkan syariat Islam dan beralih kepada hukum manusia. 

 

Terkait dengan obat-obatan dan kosmetik yang dibanjiri produk-produk ilegal, sejatinya karena dalam mindset kapitalisme, setiap produk memiliki hak paten, sehingga ketika salah satu produk di luar yang didaftarkan disebut ilegal. Meskipun bahan yang dikandung halal. Hal inilah yang kemudian membuka celah untuk para pedagang dengan modal sedikit, menjual barangnya tanpa sertifikasi halal maupun hak paten. Salah satu yang mendorong kecurangan dengan memasukkan bahan-bahan tertentu yang tidak ada standar kesehatannya adalah keuntungan. Kapitalisme ingin sebanyak-banyaknya meraup keuntungan, jelas cara ini dalam Islam tak ada nilainya.

 

Lantas bagaimana pemimpin bisa mengubah keadaan ini? Pertama, negara akan mendorong rakyatnya untuk mengembangkan pertanian, tanaman obat, menempuh pendidikan tinggi agar bisa berkontribusi kepada negara. Sisi publik yang lain seperti kesehatan, keamanan dan pendidikan dijamin penuh oleh negara. Semua pembiayaan ini berasal dari Baitulmal.

 

Kedua, memberikan pendidikan berbasis agama yang mampu menghasilkan manusia bertakwa dan tangguh. Negara akan menghapus izin edar beberapa produk yang tak sesuai syariat, seperti memperlihatkan aurat dan gaya hidup hedonisme. Sehingga tak menjadikan kosmetik sebagai kebutuhan pokok dan sebagai ajang perlombaan. Padahal, pemanfaatan kosmetik cukup sebagai produk perawatan, yang tidak ditujukan untuk menarik perhatian lawan jenis di ranah umum. 

 

Ketiga, pengelolaan tambang dan energi, mineral dan lainnya murni oleh negara, sebab statusnya adalah kepemilikan umum. Rakyat akan diberikan berupa BBM murah misalnya dan pembangunan berbagai fasilitas umum, semisal laboratorium yang digunakan sebagai penelitian dan pengembangan teknologi terbaru dalam semua hal. Termasuk untuk produk obat, kesehatan dan kecantikan. Asasnya adalah kemaslatan umat. 

 

Keempat, pengawasan negara terhadap jual beli dengan negara asing juga akan dilakukan berdasarkan syariat. Bahkan pengawasan akan dilakukan sejak proses produksi hingga pemasaran terkait dengan standar halal haramnya. Tak perlu sertifikat halal. Hal ini menunjukkan konsentrasi negara adalah memberikan yang terbaik, halalan thoyibah. Bukan bisnis yang fokus pada keuntungan. 

 

Kelima, dengan penerapan sanksi dan hukum yang adil dan tegas. Sehingga menimbulkan efek jera bagi setiap pelanggaran. Dengan hal ini rakyat bisa merasa aman terhadap jaminan halal dan toyyiba karena ada negara yang melakukan fungsinya berdasarkan ketakwaan. Semua ini hanya bisa diterapkan jika kapitalisme dicabut, dan kemudian digantikan oleh syariat yang mulia. Wallahu a’lam bish showab. 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *