Mempertanyakan Keseriusan Negara Dalam Menjaga Akidah Umat

Ponpes Al-Zaytun tengah menjadi sorotan atas kontroversi yang viral di media sosial. Mengutip Republika.co.id, 17-6-2023, Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) K.H. Athian Ali menyatakan hasil investigasi MUI menunjukkan dengan jelas ada hubungan antara Al-Zaytun dan N11 KW 9. Dengan kata lain, pemimpin Al-Zaytun merupakan Presiden N11 KW 9.

 

K.H. Athian Ali juga menyatakan selama 22 tahun terakhir, Al-Zaytun bahkan dengan leluasa menyesatkan umat. FUUI mencatat ada sebanyak 151 ribu masyarakat dari berbagai daerah yang pernah bergabung dengan N11 KW 9 yang berbasis di Al-Zaytun. Kebanyakan adalah buruh, karyawan, serta mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi.

 

Bahkan, banyak mahasiswa yang pernah masuk menjadi anggota NII KW 9 tak bisa melanjutkan studinya lantaran biaya kuliah justru disetorkan sebagai iuran wajib kepada Al Zaytun. 

 

Hasil investigasi MUI dan FUUI pada 2001 juga menemukan adanya penyetoran dana setiap bulan dari anggota yang mengalir ke struktural N11 KW 9, mulai dari Rp800 ribu—Rp2 juta. Untuk memenuhi tuntutan itu, anggota N11 KW 9 dihalalkan mencuri, menipu, dan merampok, tidak terkecuali harta milik keluarga atau orang tuanya sendiri.

 

KH Athian Ali mempertanyakan sikap pemerintah yang lamban dalam menyelesaikan berbagai persoalan terkait Ma’had Al Zaytun , juga tentang adanya pembiaran munculnya “negara dalam negara” di Al-Zaytun, bahkan mereka secara nyata memiliki struktur pemerintahannya sendiri. Maka beliau, membandingkan Al-Zaytun dengan HT1 yang punya pemikiran tentang Khilafah. BHP-nya telah dicabut, FPI juga sudah dibubarkan, padahal jelas bahwa Khilafah yang didakwahkan tersebut masih sebatas pemikiran.

 

Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) juga sudah menyerahkan berbagai dokumen yang berisi temuan dan bukti-bukti penyimpangan ajaran Al Zaytun serta hubungan kuat dengan NII KW 9. Dokumen itu telah diserahkan sejak 2001 kepada Polri, TNI, hingga BIN. Namun, hingga saat ini tak ada tindakan apapun terhadap Al Zaytun. 

 

Perbedaan sikap negara atas kelompok Islam nampak nyata. Apalagi dengan fatwa MUI yang menyatakan kesesatan Al Zaytun, namun pemerintah tidak juga bertindak tegas, bahkan terkesan membela dan melindungi ponpes ini. Maka semakin membuat umat dan publik yakin bahwa sikap negara yang terkesan membela pondok pesantren Al Zaytun dan para pemimpinnya ini, jelas-jelas mengukuhkan peran negara dalam memusuhi umat Islam. Negara tidak bertindak sebagai pelindung dan penjaga  aqidah umat Islam. Bahkan negara seakan membiarkan adanya rongrongan dari pihak-pihak lain yang ingin menghancurkan aqidah umat dan menyesatkannya.

 

Sangat berbeda dengan sistem Islam yang menjadikan negara bertindak sebagai junnah (perisai) bagi umat dari rongrongan pihak-pihak yang ingin merusak akidah umat. Islam dengan sistem pemerintahannya yang berasal dari Allah, akan bertindak tegas untuk mengatasi masalah ini dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam negara. Sebagaimana firman Allah dalam QS 2: 208 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah) dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”

 

Negara Dalam Islam, Sebagai Penjaga Akidah

 

Islam, sebagai din yang sempurna, tidak akan membiarkan tersebarnya pemikiran ataupun perilaku yang bertentangan dengan akidah dan hukum-hukum Islam. Islam memandang bahwa akidah dan hukum-hukum Islam adalah perkara penting yang harus ada dan tetap eksis di tengah-tengah masyarakat. Negara adalah institusi yang bertugas mewujudkan pandangan ini.

 

Atas dasar itu, negara tidak akan menoleransi pemikiran, pendapat, paham, aliran, ataupun sistem hukum yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam. Negara juga tidak akan menoleransi perbuatan atau perilaku yang menyalahi akidah dan syariah Islam. Lalu, praktiknya seperti apa?

 

Untuk menjaga agar akidah dan hukum Islam tetap eksis dan terhindar dari penyimpangan akidah, ada beberapa langkah yang sistem Islam tempuh ketika diterapkan, yaitu Pertama, menyelenggarakan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi sehingga lahir sosok generasi yang berkepribadian Islam, lurus akidahnya.

 

Kedua, melarang segala bentuk propaganda yang menghina simbol dan ajaran Islam, termasuk penyebaran pemikiran sesat. Organisasi maupun individu dilarang menyebarkan ide-ide atau pemikiran kufur dan sesat.

 

Ketiga, seluruh media massa, baik cetak maupun elektronik dilarang menyiarkan berita dan program apa pun yang bertentangan dengan akidah Islam.

 

Keempat, tidak memperbolehkan warga negara nonmuslim (kafir zimi) untuk menampakkan syiar agamanya.

 

Kelima, mewajibkan akidah Islam menjadi asas pendirian organisasi ataupun partai.

 

Keenam, memberlakukan sanksi orang yang menampakkan riddah (kemurtadan) dengan mendakwahinya terlebih dahulu, mendatangkan ulama andal dari negara untuk memberikan penjelasan sejelas-jelasnya. Jika tetap tidak mau kembali pada Islam, ia akan terkena sanksi sebagaimana orang murtad. Demikian indahnya ketika negara Islam tegak. Seluruh aturan Islam tegak, serta akidah umat Islam terjaga dan terpelihara. Wallahu a’lam bish showab.

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *