Mengenal Mahkamah Madzalim

Pada Jumat 9 Juni 2023 Mahkamah Konstitusi (MK) menerima penyampaian amicus curiae  puluhan tokoh nasional dari berbagai kalangan. Langkah ini diambil sebagai bentuk kepedulian terhadap pelaksanaan pemilu 2024. Mengapa MK menerima opini tersebut? Hal ini karena MK adalah institusi yang menjaga konstitusi guna tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum di negera ini. Untuk itu MK berwenang melaksanakan fungsi pengujian kebijakan penguasa tersebab kini Indonesia menganut supremasi konstitusi bukan lagi supremasi parlemen. Entah pula tersebab menganut prinsip yang demikian sehingga MK dapat menerbitkan putusan yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK misalnya atau memutuskan negara ini menganut sistem pemilu terbuka atau tertutup, padahal bukankah yang demikian adalah wewenang DPR?

Entahlah, terserah MK mau bersilat peran bagaimana, negeri ini memang sudah diujung nestapa. Saya lebih tertarik membahas tentang keberadaan salah satu lembaga peradilan dalam sistem kepemimpinan Islam yang tidak banyak diketahui yaitu Mahkamah Madzalim. Sekilas lembaga ini tampak memiliki peran yang mirip MK dalam sistem demokrasi di Indonesia, namun ternyata Mahkamah Madzalim ini tegak lurus mengemban keadilan sebagaimana yang telah termaktub dalam lembar-lembar keagungan peradaban Islam.

Jika saat ini kita menyaksikan keberadaan Mahkamah Syariah yang menangani kasus-kasus dengan segmentasi terbatas, karena memang dibatasi oleh sekulerisme. Ternyata sistem pemerintahan Islam memiliki khazanah peradilan yang paripurna. Penasaran? Yuks kita kupas salah satu sisi keistimewaannya.

Islam memandang bahwa lembaga peradilan sebagai lembaga yang bertugas menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat. Lembaga ini terbagi tiga, ada menangani perselisihan diantara anggota masyarakat (Mahkamah Khusumat), mencegah hal-hal yang membahayakan hak-hak jamaah (Qadhi al-Hisbah), atau mengatasi persengketaan yang terjadi antara rakyat  dengan seseorang yang duduk dalam struktur pemerintahan; baik ia seorang penguasa atau pegawai negara, Khalifah atau selain Khalifah.

Nah bagian yang terakhir inilah yang menjadi tupoksi daripada Mahkamah Madzalim yaitu meliputi penelitian dan pemutusan perkara-perkara kedzaliman yang dilakukan oleh penguasa termasuk berupa persengketaan mengenai makna suatu nash di antara nash-nash syariah yang akan dijadikan dasar untuk memutuskan perkara dan akan diterapkan hukumnya untuk kemudian menjadi kebijakan publik.

Masalah madzalim itu telah dinyatakan di dalam hadits Rasul SAW mengenai masalah penetapan harga ketika Beliau bersabda:

“…Aku tidak berharap akan berjumpa dengan (menghadap kepada) Allah SWT, sementara ada orang yang menuntutku karena suatu kedzaliman yang telah aku perbuat kepadanya, baik dalam masalah yang berkaitan dengan darah ataupun harta.” (HR Ahmad dari Jalan Anas).

Dari Anas dinyatakan: Harga-harga melambung tinggi pada masa Rasulullah SAW, lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, seandainya Anda menetapkan patokan harga (tentu tidak melambung seperti ini).” Kemudian Nabi saw bersabda:

“Sesungguhnya Allahlah yang menciptakan, memegang, dan melapangkan; Yang Maha Pemberi rezeki; dan Yang menentukan harga. Aku tidak berharap akan berjumpa dengan Allah kelak, sementara ada seseorang yang menuntutku karena kedzaliman yang aku perbuat kepadanya dalam perkara yang berkaitan dengan darah atau harta” (HR Ahamad).

Rasulullah SAW dalam hal ini menjadikan penetapan harga sebagai suatu bentuk kedzaliman. Karena itu, seandainya Beliau melakukannya, berarti Beliau melakukan sesuatu yang bukan wewenang Beliau. Oleh sebab itu Rasulullah SAW telah menjadikan pemeriksaan atas perkara-perkara yang terjadi dalam masalah hak-hak publik, yang diatur oleh negara sebagai bagian dari kewenangan Mahkamah Madzalim.

Jika negara menetapkan peraturan administratif untuk mengatur kemashlahatan rakyat, lalu kemudian ada hak-hak warga yang terdzalimi oleh peraturan tersebut, maka perkara ini akan ditangani oleh Mahkamah Madzalim. Di masa lalu seorang Anshar mengajukan komplain kepada Rasulullah SAW sebagai Kepala Negara soal pengaturan jatah pengairan antara dirinya dengan Zubair. Rasulullah SAW kemudian menangani pekara tersebut.

Pengangkatan dan Pemberhentian Qadhi Madzalim

Qadhi (hakim) Madzalim diangkat oleh Khalifah atau oleh qadhi agung negara (Qadhi Qudhat). Mahkamah Madzalim merupakan institusi yang bersifat vertikal terdapat di pusat pemerintahan maupun di wilayah propinsi-propinsi. Selain mengangkat Khalifah juga berhak untuk memberhentikan Qadhi Madzalim, hanya saja jika Qadhi Madzalim sedang memeriksa kasus-kasus yang berkaitan dengan penguasa maka ia tidak boleh diberhentikan hingga perkara tersebut tuntas.

Wewenang Qadhi Madzalim

Qadhi Madzalim memiliki wewenang untuk memeriksa dan memutuskan perkara kedzaliman apapun, baik kedzaliman yang berkaitan dengan  pejabat negara, penyimpangan yang mungkin dilakukan Khalifah terhadap hukum-hukum syariah, kesalahpahaman dalam pemaknaan nash-nash syariah baik dalam undang-undang dasar maupun dalam peraturan derivatif dibawahnya, komplain rakyat terhadap produk hukum administratif  atau kedzaliman lainnya.

Uniknya, Mahkamah Madzalim tidak perlu menggelar perkara dengan memanggil terdakwa atau penuntut. Bahkan Qadhi Madzalim berwenang mengadili perkara kedzaliman meskipun tidak ada orang atau lembaga yang mengajukannya. Sehingga Mahkamah madzalim ini tidak mensyaratkan adanya sidang pengadilan, melainkan para Qadhi Madzalim mengarahkan seluruh pandangannya pada penguasa, produk hukum dan kebijakan negara, mengidentifikasi apakah  terdapat unsur kedzaliman disana.

Selanjutnya dimanakah para Qadhi Madzalim ini berkantor? Mahkamah Madzalim sebagai representasi institusi negara  yang memiliki wibawa dan keangungan pada masa Para Sultan di Mesir dan Syam, berkerja di Dar al-`Adl. Di dalamnya terdapat wakil Khalifah termasuk para qadhi dan fuqaha. Al-Muqrizi di dalam kitab As-Suluk ila Ma`rifah Duwal al-Muluk menyebutkan, bahwa Sultan Malik ash-Shalih Ayub mengangkat sejumlah wakil yang duduk di Dar al-`Adl untuk menghilangkan kedzaliman. Bersama mereka dihadirkan para qadhi dan fuqaha.

Demikianlah Mahkamah Madzalim telah menjadi lembaga negara terdepan dalam menghilangkan kedzaliman yang mungkin muncul dari penguasa maupun dari kebijakan yang diterapkan negara. Hal tersebut karena Khilafah Islamiyah, sistem penegak syariah Allah itu dipimpin dan dijalankan oleh manusia, dimana tidak ada manusia yang luput dari khilaf dan salah. Namun keberadaan lembaga ini mengonfirmasi terpenuhinya hak-hak rakyat dan menyegerakan perbaikan yang mungkin saja terjadi ditengah-tengah masyarakat.

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Performa Hukum di Indonesia Semakin Menurun

Performa hukum di Indonesia saat ini semakin menurun, ini adalah pendapat yang disampaikan oleh Widya Adiwena, Deputi Direktur Amnesty Internasional Indonesia yang dilansir dari situs berita Jakarta, IDN Times pada tanggal 26 April 2024. Praktik penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat terhadap masyarakat sering terjadi, terutama saat terjadi aksi demonstrasi. Berdasarkan laporan dari Amnesty Internasional, tindakan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM.

Standar Ganda HAM merupakan suatu konsep yang mengacu pada situasi di mana ada perlakuan yang tidak adil terhadap hak asasi manusia. Penerapan kekerasan dalam penegakan hukum mengindikasikan bahwa sistem hukum kita sedang mengalami masalah. Sungguh mengejutkan karena negara ini sebagai yang disebut merupakan salah satu negara yang menghargai hak asasi manusia. Tetapi, pada kenyataannya, bukti-bukti menunjukkan bahwa pelanggaran HAM sebenarnya dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Dalam agama Islam, tidak terdapat konsep yang disebut “Hak Asasi Manusia”. Semua hal dianggap melanggar hukum jika tidak sejalan dengan ajaran agama. Jika ada warga yang merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah, mereka berhak melaporkannya ke Majelis Umat. Kemudian, informasi ini akan diberikan kepada pemimpin atau penguasa daerah tersebut. Jika tidak diselesaikan, masalah ini bisa dilaporkan hingga ke pihak penguasa tertinggi, yaitu khalifah. Khalifah akan membuat keputusan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat. Dengan demikian, tidak akan ada tindakan kekerasan atau keputusan yang tidak adil.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *