Tambah Modal, Yakin Rakyat Sejahtera?
PT Permodalan Nasional Madani (PNM) menargetkan 16 juta perolehan nasabah pada tahun 2023 ini. Hal itu dikemukakan Direktur Utama PNM Arief Mulyadi, “Tahun ini, harapan kami 16 jutaan, kalau bisa lebih syukur. Tapi paling tidak 16 juta minimal. Karena Pak Presiden di mana-mana sudah menyampaikan di 2024 itu 20 juta nasabah,” ucapnya. PNM pada tahun ini juga menargetkan penyaluran ke masyarakat sebesar Rp 75 triliun. Namun, menurut Arief, ada perkiraan bakal lebih penyalurannya (Kompas.com,27/5/2023).
Arief Mulyadi mengatakan, pihaknya optimis dapat membantu pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan ekstrem. Sebab sebesar 47 persen masyarakat miskin di Indonesia yang telah keluar dari status tersebut kebanyakan mendapatkan bantuan modal dari PNM untuk membangun usaha.
Dalam upaya menekan angka kemiskinan esktrem, PNM mengintegrasikan data dengan Kemenko PMK agar teridentifikasi masyarakat yang perlu diberikan bantuan modal usaha. Dari integrasi tersebut terdapat 12 juta masyarakat miskin dan beberapa merupakan nasabah PNM. Arief optimis akan mendorong nasabah tersebut untuk lebih sejahtera dan keluar dari status kemiskinan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan kemiskinan ekstrem di Indonesia terhapus tuntas pada 2024. Dalam Rapat Pleno Perkembangan Penanganan Kemiskinan Ekstrem, Muhadjir mengatakan, bapak Wakil Presiden Ma’ruf Amin telah memberikan arahan dan persetujuan agar masyarakat dengan miskin ekstrem dapat memperoleh bantuan multi-program. Yaitu, nantinya masyarakat akan dapat memperoleh bantuan dari Kemensos berupa program keluarga harapan (PKH) atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), bantuan dari dana desa, bansos dari pemerintah daerah, atau bahkan dari CSR sekaligus.
Harapannya, beragam bantuan yang diterima dapat meningkatkan daya beli atau purchasing power parities hingga melampaui garis kemiskinan sebesar 1,9 dollar Amerika Serikat. “Sampai nilai nominalnya sesuai batas kemiskinan ekstrem yaitu 1,9 dollar AS per hari itu bisa terpenuhi,” kata Muhadjir.
Muhadjir menambahkan, perbaikan data diperlukan agar dapat ditindaklanjuti dengan intervensi yang tepat sasaran. Saat ini, pemerintah akan terus berupaya melakukan berbagai inovasi program dalam rangka mempercepat penanganan kemiskinan ekstrem. “Salah satunya dengan memotong tahapan untuk mempercepat proses penanganan kemiskinan ekstrem,” paparnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan ekstrem pada September 2022 sebesar 1,74 persen. Angka ini turun 0,3 persen dari Maret 2022 yang sebesar 2,04 persen. Meskipun terhitung turun, nyatanya hingga kini pemerintah belum bisa menghapusnya secara total, lantas alasannya proses memang harus bertahap. Namun, jika aturan yang digunakan tepat, tentulah proses itu akan sampai pada tujuan, bukan malah menambah persoalan baru.
Kebijakan Tambal Sulam, Adakah Harapan Perubahan?
Bantuan modal untuk UMKM diklaim membantu mengentaskan kemiskinan. Padahal faktanya, UMKM pun menghadapi banyak persoalan untuk dapat bertahan dalam situasi seperti ini. Terlebih UMKM hanya bergerak di bidang remah-remah dari sebuah produksi. Dengan permodalan yang disediakan pemerintah, belum tentu juga akan mengangkat nasib pelakunya menjadi lebih baik.
PT. Permodalan Nasional Madani tidak lagi berstatus sebagai BUMN dengan kepemilikan oleh negara langsung, melainkan menjadi anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Sekretaris Perusahaan PT Permodalan Nasional Madani, L. Dodot Patria Ary menjelaskan, melalui keterbukaan informasi dengan terbitnya peraturan baru, maka saat ini telah terjadi perubahan kepemilikan saham. Sebelumnya saham PT Permodalan Nasional Madani dimiliki 100% oleh negara, kini saham seri A sebanyak 1 (satu) lembar dimiliki oleh negara, sedangkan saham seri B sebanyak 3.799.999 lembar dimiliki oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Artinya, ini hanyalah kamuflase kapitalisme sebagai aturan pengurusan rakyat, padahal, sejatinya ini adalah jalan pengumpulan modal bagi pengusaha besar yang kelak akan menguasai pengusaha kecil. Dengan menggelontorkan dana, untuk meraup keuntungan riba di dalamnya, meski tanpa agunan. Namun tetap menjerat UMKM dalam kesulitan beruntun. Mulai dari kewajiban membayar cicilan plus bunga, pemasaran yang kian sempit karena perusahaan besar lebih luas akses pasarnya. Sementara akar persoalan penyebab kemiskinan tidak tersentuh samasekali.
Solusi ini tidak menyelesaikan akar masalah kemiskinan di Indonesia, karena faktanya kemiskinan yang terjadi bersifat sistemik. Solusi tambal sulam seperti ini tak akan mampu mengentaskan kemiskinan dengan tuntas. Yang ada hanyalah memperlebar jurang antara di kaya dan si miskin. Ini sekaligus membuktikan abainya pemerintah hari ini dalam mengurusi rakyat, sebab, perkara pemenuhan kebutuhan pokok rakyat malah diserahkan kepada swasta, dalam bentuk pinjaman.
Ada subsidi, namun lagi-lagi tak mampu mengentaskan kemiskinan. Sebab selain nominalnya kecil, untuk kebutuhan pokok lainnya belum tentu bisa terbeli, seperti listrik, air, fasilitas umum yang berbayar dan lain sebagainya.
Islam Solusi Paripurna Hilangkan Kemiskinan
Islam memiliki mekanisme yang jelas untuk mengentaskan kemiskinan dan menjadikan Negara sebagai pihak yang memiliki peran sentral untuk menyelesaikannya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw,” Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus”. (HR al-Bukhari dan Ahmad). Maka, menjadi kewajiban pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan. Tidak hanya bagi pelaku pengusaha, namun juga rakyat biasa yang mungkin tidak pandai menjadi pengusaha.
Pertama negara akan mewajibkan bagi setiap laki-laki yang sudah baligh untuk bisa bekerja menafkahi keluarganya. Negara akan membuka banyak lowongan pekerjaan, baik dari sisi negara ataupun dari pengelolaan SDA. Kedua, akan memenuhi kebutuhan komunal masyarakat dari pendidikan , kesehatan dan keamanan. Semua dibiayai dari kas negara atau yang disebut Baitul Mal. Baitul Mal sendiri pendapatannya bukan berasal dari pajak, hutang atau penghasilan bukan pajak. Tapi dari pemasukan yang sesuai syariat seperti pengelolaan kepemilikan umum, negara, dan lain-lain.
Penerapan Islam kafah adalah satu keniscayaan, sebab sudah terbukti kebusukan kapitalisme yang justru memberikan dampak yang tak manusiawi. Maka, masihkah berharap hidup sejahtera dalam naungan kapitalisme jika sebenar-benarnya mengaku Mukmin? Wallahu bish ashowab.
Komentar