Masifnya Tradisi Buruk Kenaikan Harga Menjelang Ramadhan
Kenaikan harga pada bahan pokok kerap kali menjadi isu yang perlu diantisipasi menjelang hari besar keagamaan, salah satunya yaitu Bulan Suci Ramadan tahun 2023 ini. “Biasanya menjelang Ramadan itu suka ada [harga bahan pokok] yang naik, tetapi jangan sampai naiknya itu melampaui kewajaran,” imbuh Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin dalam keterangan persnya di Alila Hotel Solo, Jl. Slamet Riyadi No. 562, Jajar, Kec. Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (01/03/2023).
Berdasarkan data Pusat Informasi Pangan Strategis Nasional, rata-rata harga cabai merah besar secara nasional mencapai Rp 42.200 per kg, pada Jumat (3/2). Angka tersebut naik dibandingkan pada bulan sebelumnya yang mencapai Rp 36.250 per kg.
Sementara rata-rata harga cabai rawit hijau juga ikut naik, yang mencapai Rp 48.700 per kg. Angka tersebut naik dibandingkan posisi pada awal Februari yang hanya mencapai Rp 42.600 per kg.
Seolah sudah tradisi, harga menjelang Ramadhan masif mengalami kenaikan. Akibatnya rakyat kesusahan dalam mendapatkan bahan kebutuhan pokok. Negara yang seharusnya melakukan upaya antisipasif agar tdk ada gejolak harga dan rakyat mudah mendapatkan kebutuhannya. Di sisi lain, ada pihak yang bermain curang dengan menimbun atau memonopoli perdagangan barang tertentu. Pemerintah seharusnya menekan serta menstabilisasikan harga pangan guna menjaga inflasi agar tetap kendali.
Fenomena yang terus terjadi ini sejatinya menunjukkan kegagalan negara dalam menjaga stabilitas harga dan menyediakan pasokan yg cukup sesuai kebutuhan rakyat.
Berbeda dengan Islam yang memiliki mekanisme yang ampuh sehingga mampu menjaga gejolak harga sehingga harga tetap stabil dan rakyat mampu mendapatkannya. Islam dengan serangkaian hukumnya mampu merealisasikan swasembada pangan dengan menjaga kestabilan harga pangan.
Cara Islam menjaga kestabilan harga yaitu dengan menghilangkan mekanisme pasar yang tidak sesuai dengan syariat Islam . Seperti penimbunan, memonopoli komoditas sehigga mendapatka keuntungan yang besar, praktek curang, intervensi harga, dsb.
Islam tidak membenarkan penimbunan dengan menahan stok agar harganya naik. Sebagaimana Abu Umamah al-Bahili berkata: “Rasulullah SAW melarang penimbunan makanan” (HR al-Hakim dan al-Baihaqi). Jika pedagang, importir atau siapapun menimbun, ia dipaksa untuk mengeluarkan barang dan memasukkannya ke pasar. Jika efeknya besar, maka pelakunya juga bisa dijatuhi sanksi tambahan sesuai dengan kebijakan pemerintah dengan mempertimbangkan dampak dari kejahatan yang dilakukannya.
Di samping itu Islam juga tidak membenarkan adanya intervensi terhadap harga. Rasul bersabda: “Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum Muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak (HR Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi).
Jika terjadi ketidakseimbangan (harga naik/turun drastis), negara melalui lembaga pengendali seperti Bulog, segera menyeimbangkannya dengan mendatangkan barang dari daerah lain. Sebagaimana yang dilakukan oleh Khalifah Umar Ibnu al-Khatab ketika di Madinah terjadi musim paceklik. Ia mengirim surat kepada Abu Musa Radhiyallahu anhu di Bashrah yang isinya: “Bantulah umat Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, karena Mereka hampir binasa.”
Setelah itu ia juga mengirim surat yang sama kepada Amru bin Al-Ash Radhiyallahu anhu di Mesir. Kedua gubernur ini mengirimkan bantuan ke Madinah dalam jumlah besar, terdiri dari makanan dan bahan pokok berupa gandum. Bantuan Amru Radhiyallahu anhu dibawa melalui laut hingga sampai ke Jeddah, kemudian dari sana baru dibawa ke Mekah (Lihat: At-Thabaqâtul-Kubra karya Ibnu Sa’ad, juz 3 hal. 310-317).
Apabila pasokan dari daerah lain juga tidak mencukupi maka bisa diselesaikan dengan kebijakan impor. Impor ini hukumnya mubah. Ia masuk dalam keumuman boleh melakukan aktivitas jual beli. Allah SWT berfirman: “Allah membolehkan jual beli dan mengharamkan riba (TQS Al-Baqarah: 275). Ayat ini umum, baik menyangkut perdagangan dalam negeri maupun luar negeri. Karenanya, impor bisa cepat dilakukan tanpa harus dikungkung dengan persoalan kuota. Di samping itu, semua warga negara diperbolehkan melakukan impor dan ekspor (kecuali komoditas yang dilarang karena kemaslahatan umat dan negara).
Maka tampak sangat lah rinci hukum islam dalam mengatur bagaimana urusan manusia ini dapat tersolusikan dan dapat membawa kemaslahatan ummat, ini hanya baru dalam satu aspek saja, ketika di terapkan hukum Islam maka bisa membawa kemaslahatan. Apalagi jika hukum-hukum yang lainnya juga diterapkan, maka akan membawa keberkahan di langit dan bumi. Tanggung jawab negara dalam Sistem Islam sebagai pengatur urusan rakyat akan membuat rakyat hidup sejahtera dan tenang serta nyaman.
Komentar