Childfree Anti Aging Alami, Narasi Sesat Salahi Fitrah

Viral di media sosial pernyataan seorang youTuber sekaligus influencer, Gitasav atau Gita Savitri soal tidak memiliki anak merupakan anti aging alami. Seketika pernyataannya menuai kontroversi dari para netizen Indonesia, hingga ada yang mengatakan Sopia Lajtuba dan Wulan Guritno pasti senyum-senyum melihat ini, sebab mereka berdua dikenal awet muda bak anak ABG meski sudah memiliki anak.

Entah mendapatkan teori dari mana, namun balasan Gita pada penanya di akun Twitternya cukup menggelitik, awalnya si penanya merasa kalah muda dengan Gita yang sudah berusia 30 tahun sementara ia masih 24 tahun. Balasan Gita dalam bahasa Inggris, kurang lebih artinya begini, “Tidak punya anak memang anti penuaan alami. Anda bisa tidur selama 8 jam setiap hari, tidak stres mendengar teriakan anak-anak. Dan saat Anda akhirnya keriput, Anda punya uang untuk membayar botoks,”

Dikutip dari NY Post, sebuah riset pernah dilakukan oleh para peneliti di Universitas George Mason, Virginia, Amerika Serikat dan membuktikan punya anak membuat DNA wanita menua. Dalam riset itu para ilmuwan meneliti telomere, bagian penting dari sel manusia yang mempengaruhi bagaimana sel menua. Riset terhadap telemore ini melibatkan 2.000 responden wanita berusia 20 – 44 tahun.

Telomere bagaikan topi pelindung yang berada di ujung untai DNA. Telemore berfungsi melindung kromosom. Seiring pertambahan usia manusia, telemorenya semakin pendek. Oleh karena itulah para pakar meyakini semakin panjang telemore manusia, kesehatannya lebih baik dan panjang umur. Dan ditemukan wanita yang memiliki anak memiliki telemore yang lebih pendek. Semakin banyak anak yang dimiliki, telemore wanita akan semakin pendek.

Anna Pollack, salah satu peneliti mengatakan“Kami menemukan bahwa wanita yang memiliki lima anak atau lebih memiliki telemores yang lebih pendek dibandingkan yang tidak punya anak dan relatif lebih pendek dibandingkan yang punya anak satu, dua, tiga atau empat.” Namun studi lain menunjukkan hal yang berbeda. Bahwa tidak selalu punya anak membuat wanita tidak panjang umur atau awet muda.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal menopause melaporkan bahwa wanita yang melahirkan di usia di atas 30an tahun punya kemungkinan tiga kali lebih besar untuk memiliki tanda ‘umur panjang’ pada DNA-nya. Riset yang dilakukan di Amerika itu melibatkan 400 wanita berusia 70an tahun yang saat usia 33 tahun baru memiliki anak pertama (wolipop.detik.com, 6/2/2023).

Kapitalisme Menjadikan Narasi Childfree Adalah Ide Brilian

Dilansir dari Insider, 5 Juni 2021 terdapat 8 juta rumah kosong terbengkalai di daerah-daerah pedesaan yang ditinggalkan penghuninya. Rumah kosong atau disebut akiya itu terdapat di daerah-daerah pedesaan seperti di Wakayama, Tokushima, Kagoshima, dan Kochi. Untuk menarik banyak penduduk, Pemerintah Jepang menawarkan 8 juta dengan harga murah yaitu hanya 500 dolar AS atau sekitar Rp 7,2 juta per unit.

Menurut Japan’s Housing and Land Survey, banyaknya rumah kosong di Jepang disebabkan penghuninya sudah meninggal, atau pindah ke daerah atau negara lain. Akibatnya, rumah ini dibiarkan kosong begitu saja dan tidak ditinggali oleh kerabat, saudara atau keluarga lainnya. Survei yang dilakukan setiap lima tahun sekali itu juga mencatat bahwa tren akiya di Jepang terus meningkat setiap tahunnya.

Jepang juga menghadapi masalah lain, yaitu krisis seks. Generasi muda Jepang kian antipati dengan pernikahan, bagi mereka pernikahan bukan sebuah solusi bagi masa depannya, keadaannya semakin parah. Pemerintah pun akhirnya memutuskan untuk membentuk badan khusus untuk menanganinya. Hal ini ditegaskan oleh Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida. Sebab angka kelahiran di negaranya yang rendah dan populasi menua harus segera diatasi. Itulah mengapa tren rumah Akiya terus meningkat, karena populasi manusianya juga semakin berkurang.

Menurut Kishida, banyak negara maju juga mengalami persoalan yang sama. Namun, persoalan yang dihadapi Jepang terbilang akut, mengingat Bank Dunia mencatat proporsi penduduk berusia 65 tahun ke atas tertinggi kedua di dunia, setelah Monaco (detik.com, 1/2/2023).

Negara dengan ekonomi ketiga terbesar di dunia ini menghadapi persoalan serius, dan fakta di beberapa negara maju kelahiran melambat dikarenakan beberapa faktor, di antaranya kenaikan biaya hidup, lebih banyak wanita memasuki dunia kerja dan sebagian masyarakat yang memilih menunda untuk memiliki anak. Kapitalisme yang diterapkan hari ini tak bisa dipungkiri telah membawa sejumlah persoalan laten, terus berulang. Yaitu kemiskinan akut, jarangnya kelahiran, manusia yang gila kerja, kebebasan berperilaku bahkan seks, individual, hedonis sekaligus pragmatis.

Sebab landasan kapitalisme adalah sekuler, pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga untuk menyelesaikan persoalan mereka manusia membuat aturan main sendiri, yang sesuai dengan nafsunya. Padahal, sebagai makluk manusia memiliki kelemahan, dimana setiap orang pasti memiliki keinginan dan pemikiran yang berbeda terhadap satu hal. Kapitalisme juga mengajarkan bahwa kebahagiaan adalah dengan sebanyak mungkin mendapatkan manfaat materi, uang, kedudukan, popularitas, sehingga mendorong seseorang untuk terus bekerja mengumpulkan materi agar bahagia.

Sedangkan agama yang semestinya bisa mengerem nafsu dianggap terlalu mengekang, sehingga hanya dipeluk secara individual saja, atau pilihan. Namun faktanya, kapitalisme malah menimbulkan persaingan tidak sehat, siapa saja yang memiliki modal besar secara otomatis mampu menguasai aset-aset perekonomian pun yang menguasai hidup orang banyak seperti kepemilikan umum yang seharusnya milik rakyat dan tidak boleh diprivatisasi.

Karena persaingan tidak sehat inilah, akhirnya menciptakan kondisi bak di hutan rimba, siapa kuat dia berkuasa. Artian berkuasa itu hingga bisa menjajah bangsa lain. Mereka yang lemah akhirnya tersingkir, depresi dan mati. Jika pun hidup mereka terbebani dengan biaya hidup yang mahal, potret keluarga yang tidak harmonis sebab semua sibuk mencari harta agar bisa terus hidup. Ayah dan ibu tak bisa lagi bercengkrama dengan anak-anaknya sehingga tidak terbangun komunikasi yang baik, wajar jika kemudian sang anak berfikir berkeluarga, menikah dan punya anak adalah derita dunia akhirat.

Pendidikan pun turut menyumbang pemikiran nyeleneh, terutama kebijakan penguasanya yang jelas mengabaikan kepentingan rakyat, keberlangsungan peradaban mulia. Kurikulum didasarkan pada apa mau kafir, terlebih ekonomi , yang sebetulnya menjadi kebutuhan dasar setiap orang.

Islam, Benahi Sistem, Keluarga Sejahtera

Memiliki anak adalah anjuran agama. Memiliki keturunan dan beranak adalah sebuah prinsip yang ditetapkan syariat Islam. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya,”Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu sendiri anak-anak dan cucu-cucu.” ( QS an-Nahl 16:72). Syariat Islam telah menetapkan berbanyak anak sebagai hal yang disunnahkan ( mandzub), di dorong, dan dipuji pelakunya. Anas Ra menuturkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Nikahilah oleh kalian wanita penyayang lagi subur, karena sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya kalian di hadapan para Nabi pada hari kiamat.”( HR. Ahmad).

Artinya, setiap muslim memang didorong untuk menikah dan memiliki anak, jelas childfree adalah narasi sesat yang lahir bukan dari syariat Islam yang mulia, ia lahir dari ideologi sekulerisme, yang kemudian melahirkan sistem kapitalisme. Bak peribahasa buruk muka cermin di belah, kesulitan pasca menikah bahkan ketika sudah dikaruniai anak yang akhirnya membuat hidupnya lebih repot sehingga menua sebelum waktunya sebagai akar persoalan. Islam datang untuk Rahmatan Lil Aalamin, Rahmat bagi sekalian alam, sangat mustahil bertentangan dengan hadits riwayat Ahmad dimana Rasulullah memerintahkan untuk menikah dan memiliki banyak anak.

Akar persoalan yang berdampak seseorang enggan menikah dan memiliki anak jelas kapitalisme itu sendiri. Setiap perbuatan standarnya bukan halal haram, bahkan kesulitan hidup dianggap beban individu, padahal semestinya ada pada negara. Sebab, secara fitrah manusia tak sama dalam hal kemampuan, dan pasti ada yang lemah, lantas siapa yang menanggung?

Rasulullah Saw bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggungjawab atas rakyat yang dia urus”. (HR al-Bukhari). Maka, dalam pandangan syariat, imam atau Khalifah lah penjamin kesejahteraan rakyat,sehingga pemenuhan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan ada di tangan negara atau pemimpin. Semua aspek didasarkan kepada syariat pengaturannya, bukan yang lain. Sehingga kesejahteraan bisa terwujud, seorang individu rakyat tidak akan kesulitan menafkahi keluarganya karena sudah dijamin kemudahannya oleh negara.

Hal ini terekam sejarah dala masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, beliau memerintah memang hanya 2 tahun, namun kemakmuran rakyatnya sangat luar biasa. Sang Khalifah berhasil membangun perekonomian yang kuat, sehingga Baitul mal atau kas negara dalam keadaan surplus. Pada masa itu hingga tidak ditemukan orang yang pantas menerima zakat, beberapa wali diperintahkan untuk berkeliling di seluruh wilayah Daulah, hingga ke Afrika untuk mencari penerima zakat, penanggung utang hingga pemuda yang ingin menikah namun tak punya biaya.

Semua nol, karena rakyat dalam keadaan sejahtera sempurna. Will Durant jelas mengatakan, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang bagi siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa; yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.” (Will Durant – The Story of Civilization).

Bisa dijawab bukan bahwa teori Gita gagal total, semua kesulitan hidup hari ini hanya karena bukan Islam yang dijadikan pedoman dan aturan. Maka, sebagai orang beriman, tidaklah pantas membuat aturan dan teori sendiri sementara Penciptanya telah menetapkan qada dan qadarnya. Sebagaimana firman Allah SWT,” Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka.” ( QS al-Ahzab :36). Wallahu a’lam bish showab.

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *