Eksploitasi Anak Demi Konten

Selamat datang di zaman semua dijadikan konten. Hal yang umum sampai pribadi diumbar di media sosial. Aktivitas normal hingga abnormal dilakukan demi konten dan viral. Mirisnya, anak yang tak tahu apa-apa ikut jadi objek konten.

Influencer

Title influencer, selebgram, YouTuber semakin banyak karena semakin banyak pula yang membuat konten di media sosial. Termasuk konten dengan keluarga. Baru-baru ini seorang influencer terkenal di tanah air memposting kegiatannya bersama suami dan anaknya yang masih bayi.

Postingan ini ramai dikritik masyarakat pasalnya mereka mengajak bayinya menaiki jetski dan ATV. Saat menaiki jetski, kedua orangtuanya memaki jas pelampung, sementara bayi yang belum genap satu tahun itu hanya digendong oleh sang ayah yang sedang mengendarai jetski.

Saat menaiki ATV sang bayi digendong dengan gendongan oleh ibunya. “Mau dilatih berani,” begitu sang ibu bilang saat berbicara dengan bayinya. Mayoritas netizen percaya yang dilakukan kedua orangtua ini pada anaknya akan membahayakan sang bayi.

Tak semua wahana aman dinaiki oleh setiap orang. Ada batasan berat badan, tinggi badan dan usia minimal yang harus diperhatikan. Karena fisik, mental, dan kemampuan dibutuhkan dalam menjalankan wahana baik sebagai pengendara atau penumpangnya.

Bahaya Mengintai jika masih ngeyel mengajak anak menaiki wahana yang bukan untuknya. Kemungkinan cedera ringan hingga kehilangan nyawa jadi taruhannya.

Demi Konten

Inilah potret semua dijadikan konten, apapun dilakukan demi konten dan mendapat view yang banyak. Walau berbahaya tetap dilakukannya, bahkan saat membahayakan anaknya sendiri. Bukan hanya kali ini, ada banyak Challenge berbahaya dilakukan demi konten.

Inilah potret hidup dalam kapitalisme. Semua dilakukan jika ada manfaatnya. Termasuk manfaat mendapatkan popularitas dan uang dari View di kanal Youtube. Apalagi saat ini paham kebebasan dijadikan dalil dalam bertindak. Bebas berperilaku, bebas berpendapat, semua dipayungi hukum atas nama Hak Asasi Manusia.

Inilah kenyataan yang ada dalam sistem kehidupan saat ini. Manusia dibuat fokus pada pemuasan dan mencari kenikmatan dalam pemenuhan kebutuhan jasmani dan nalurinya. Tak lagi melihat aspek keselamatan, bahkan tak jarang tak melihat standar halal haram. Mengerikan.

Sehingga kerusakan moral marak terjadi kini. Karena semua orang fokus pada pemuasan dan mencari kenikmatan semata.

Islam Menjaga

Islam sebagai agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia punya aturan yang sempurna. Islam tak hanya mengatur tata cara sholat, zakat, puasa, juga haji. Tapi, ia mengatur hubungan kita dengan diri kita sendiri, seperti makan dan berpakaian. Juga mengatur hubungan kta dengan manusia lainnya, termasuk hubungan ibu pada anaknya.

Ibu adalah pendidik pertama dan utama bagi anaknya. Bukan hanya mendidik pelajaran di bangku sekolah, tapi mendidik sejak dalam kandungan. Mengenalkan anak pada Rabb-nya, Rasul, menanamkan akidah, dan membuat pola taat pada perintah Allah juga Rasul. Tentu ini tugas yang tidak main-main. Karena masa depan generasi terletak pada keseriusan ibu mendidik anaknya.

Agar ibu bisa fokus mencukupi gizi anaknya dan menstimulasi anak sehingga bisa tumbuh dan berkembang secara optimal, ada peran negara yang menjamin terpenuhi kebutuhan keluarga. Sehingga ibu tak pusing dengan masalah finansial keluarga. Tak payah mengonten demi mendulang uang.

Dalam Islam, negara diberikan kewajiban oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap rakyatnya per kepala. Baik itu sandang, pangan, papan hingga pendidikan, kesehatan, juga keamanan. Kalaupun ingin menjadi content creator Maka diperbolehkan untuk membuat konten yang mengedukasi, menginspirasi pada kebaikan. Sebagaimana ada kewajiban dakwah dalam islam.

Landasan melakukan konten pun bukan untuk mendapatkan popularitas atau uang, tapi lillahi ta’ala. Demi menjalankan perintah Allah swt semata. Dengan landasan seperti ini, ia akan istikomah membuat konten kebaikan walau sepi peminat. Karena ia hanya mengharap balas Allah. Ia berjual beli dengan Allah. Masyaallah.

Sungguh dua potret yang berbeda karena lain landasannya. Mau jadi yang manakah kita? Tentu kita ingin jadi yang berharap pada Allah semata. Jika demikian, untuk menguatkan tiap langkah kita, sudah seharusnya kita terus mengkaji Islam. Mengenal Islam secara keseluruhan dan berupaya menerapkannya dalam setiap sendi kehidupan.

Wallahua’lam bish shawab.

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *