Cabut PPKM, Kebijakan Gas Rem Ala Rezim
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) terhitung mulai hari Jumat, 30 Desember 2022 lalu. Keputusan itu disampaikan Jokowi dalam keterangan pers di Istana Kepresidenan Jakarta,“Pada hari ini pemerintah memutuskan untuk mencabut PPKM yang tertuang dalam Inmendagri Nomor 50 dan 51 Tahun 2022. Jadi tidak ada lagi pembatasan kerumunan dan pergerakan masyarakat,” ujarnya.
Alasan yang melandasi keputusan presiden adalah Indonesia termasuk negara yang berhasil mengendalikan pandemi Covid-19 dengan baik. Tidak hanya itu, Indonesia juga bisa menjaga stabilitas perekonomian. “Kebijakan gas dan rem yang menyeimbangkan penanganan kesehatan dan perekonomian menjadi kunci keberhasilan kita,” tambah Jokowi.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, keputusan itu akan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Terlebih kebijakan penanganan pandemi Covid-19 yang diterapkan presiden mendapat apresiasi internasional karena sukses menjadi negara dengan dampak Covid-19 terkecil di dunia.
Sementara Industri yang mengandalkan mobilitas masyarakat seperti pariwisata, perhotelan hingga bisnis minuman beralkohol pun kegirangan dengan rencana Jokowi tersebut. Hal ini disampaikan oleh Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono. Mereka juga yang beberapa waktu lalu menolak pengesahan undang-undang larangan pasangan bukan suami istri melakukan reservasi di hotel. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno juga menyebutkan pulihnya pasar di sektornya baru dimulai sejak pertengahan tahun ini, recovery pun masih terbilang pendek atau sekitar 6 bulan.
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) juga mengatakan “Dalam hal ini pencabutan PPKM akan memberi dampak positif karena mobilitas akan meningkat dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi untuk lebih baik khususnya dari konsumsi pemerintah ini semuanya tentu saja akan kami dukung.”
Kapitalisme, Profiet Orientasi
Tak bisa dipungkiri, dampak pandemi memang luar biasa. Perekonomian lumpuh, sehingga wajar sambutan baik dicabutnya kebijakan PPKM bermunculan dari banyak pihak, terutama pengusaha. Dalam pandangan mereka jika tidak ada lagi pembatasan, maka perekonomian akan bangkit. Padahal senyatanya, faktor ekonomi dan pendorong kebangkitannya bukan pada kebijakan itu, melainkan sumber daya manusianya.
Kebijakan “gas rem” sebagaimana yang diistilahkan presiden sudah tak asing lagi. Banyak kebijakan nyeleneh lainnya, yang jika diteliti samasekali tak berpihak pada rakyat. Semua berfokus pada profit orientasi atau perolehan keuntungan. Dampak buruk dari penanganan pandemi Covid-19 yang ala kadarnya tak lagi jadi persoalan. Semua pihak didorong untuk bangkit, bekerja dan ekonomi bangkit kembali.
Rakyat yang tak berdaya, dianggap tetap bisa bertahan dengan keadaan seadanya untuk melakukan kebangkitan. Ribuan nyawa melayang bak tumbal dari tegaknya bangunan ekonomi yang mereka banggakan. Para korporat itu berdarah dingin dan berhati mati. Apakah pencabutan ini karena tekanan dari cina yang menghendaki semua negara tidak membatasi gerak para pelancong cina?
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin memang mendesak negara-negara di dunia tak membatasi pelaku perjalanan dari wilayahnya terkait Covid-19. Wang berharap semua pihak terus mengedepankan prinsip ilmu pengetahuan dan bekerja sama untuk memastikan keamanan para pelancong dari semua negara untuk berkontribusi pada solidaritas internasional melawan pandemi dan pemulihan.
Padahal pada saat yang sama kasus Covid-19 meroket di Beijing usai negara itu mencabut kebijakan nol-Covid. Sejumlah lembaga riset memprediksi China bakal mengalami ribuan kasus kematian dalam waktu dekat, salah satunya Airfinity yang memprediksi China mengalami 9 ribu kasus kematian sehari pada 2023. Namun inilah potret negara kapitalis, semua kembali kepada perolehan profit sebagai fokus.
Kekhawatiran para ahli jika PPKM dicabut akhir tahun, hanya dianggap angin lalu. Libur Natal dan Tahun Baru yang paling dikhawatirkan ,namun semua lewat demi keuntungan materi yang akan di dapat negara dari pendapatan non pajak, semisal pariwisata. Demikian juga dengan para pengusaha yang akan mengalami panen raya.
Islam Mendahulukan Keselamatan Rakyat
Bencana alam atau wabah memang tidak bisa diprediksi datangnya. Namun bisa diantisipasi, bahkan jika menimpa pun bisa diatasi dengan berbagai ikhtiar, yang jelas melibatkan ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi. Islam sangat menghargai nyawa manusia, sebab satu nyawa bisa meninggikan kalimat Allah, terutama jika dalam keadaan sehat, maka ibadah kepada Allah akan bertambah lancar, maka untuk alasan itulah, kesehatan amat sangat penting, ia menjadi aset yang harus dijaga dan menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia.
Dalam hal ini negaralah yang harus menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan berikut pemeliharaannya. Pertama, negara akan mewajibkan adanya pemisahan antara yang sakit dan sehat, dengan demikian yang sehat tetap bisa beraktivitas sebagaimana biasa termasuk aktifitas ekonomi. Sedang yang sakit akan dijaga oleh negara dan dirawat hingga sehat kembali. Gratis, bahkan ketika sehat akan diberi sejumlah uang sebagai pengganti pemberian nafkah bagi keluarga yang ditinggalkan selama sakit.
Kedua, akan memberikan edukasi terkait penjagaan kesehatan, lingkungan yang bersih, interaksi sosial yang aman dan lain sebagainya. Demikian pula akan menciptakan suasana keimanan yang kuat, agar positif dalam menghadapi sakit dan tawakal ketika sehat. Ketiga, negara akan melakukan berbagai ikhtiar mitigasi, terkait pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Seperti rumah sakit, pusat kesehatan, perpustakaan dan lainnya. Keempat negara akan melakukan pengembangan dan penelitian agar ditemukan metode pengobatan termutakhir berikut penemuan obat dan lainnya yang bermanfaat bagi kemajuan dunia kedokteran dan kesehatan.
Darimana negara mendapatkan dana sebesar itu? Tentulah dari kas Baitul mal. Pos kharaz, Fa’i, pengelolaan kepemilikan umum, kepemilikan negara dan lainnya memberikan harta yang berlimpah kepada negara sehingga mampu secara mandiri membiayai seluruh persoalan kesehatan. Pelayanan publik ini tidak dipungut biaya, sehingga tidak ada celah bagi kaum opportunis untuk memanfaatkan demi kepentingan mereka pribadi. Apalagi menggantungkan pendapatan dari pariwisata, jelas hal itu tidak akan dilakukan oleh negara.
Sebab, dalam Islam pariwisata bukan tulang punggung perekonomian, keindahan alam alami ataupun buatan manusia hanya ditujukan untuk taddabur alam dan taqarub Illalah. Bukan dimonetisasi bahkan dikapitalisasi. Maka, sudahlah selayaknya buang sistem kapitalis yang hari ini mengatur urusan manusia, ganti dengan syariat yang terbukti sepanjang sejarah mampu memberikan kesejahteraan hingga tingkat yang tak pernah dilampaui oleh sistem manapun.
Sebagaimana perkataan Will Durant katakan, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang bagi siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa; yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.” (Will Durant – The Story of Civilization). Wallahu a’lam bish showab.
Komentar