Selamat Jalan, Ibu

Assalamu’alaikum,” ucap Aira sepulang sekolah.

 

Gadis berusia 10 tahun itu segera salim dan masuk kamar melepaskan semua seragam sekolahnya.

 

“Aira, cepat makan siang. Abis itu siap-siap ke madrasah,” ucap seorang ibu.

 

“Baik, Bibi,” jawab Aira.

 

Aira adalah anak piatu karena ibunya telah meninggal dua tahun lalu. Saat pandemi Covid-19 menimpa. Meski masih memiliki seorang ayah, Aira lebih memilih tinggal bersama bibinya.

 

“Aira berangkat dulu ya, Bibi. Nanti pulang ngaji, Aira pulang ke rumah ayah dulu. Malamnya baru ke sini lagi,” ucap Aira.

 

Bibinya mengangguk. Ia tak keberatan. Apalagi jarak rumahnya dengan rumah ayah Aira hanya beda gang saja.

 

Saat Bibi Aira ingin mencuci seragam Aira, ia mendapati sebuah kertas yang nampak seperti surat. Rupanya itu tugas sekolah Aira beberapa hari lalu. Tugas membuat surat ibu.

 

“Selamat Jalan, ibu”. Itulah judul surat itu. Surat yang ditujukan untuk ibunya yang telah tiada, adik kandung dari Bibi Aira.

 

Bibi Aira menangis membaca surat itu. Ia teringat kenangan bersama adik perempuannya. Ia lalu berdoa semoga Allah melapangkan kuburnya dan mengampuni dosanya.

…..

Malam itu Aira belum juga pulang. Bibi Kinan, begitu sebutannya merasa khawatir. Ia lalu menelepon ayah Aira.

 

Rupanya Aira sore setelah pulang madrasah dijemput nenek atau ibu sang ayah dan diajak menginap di rumahnya yang beda kecamatan.

 

Bibi Kinan mengiyakan. Hanya saja dia ingin menyampaikan bahwa Aira membuat surat untuk ibunya beberapa waktu lalu.

 

Bibi Kinan segera memfoto surat itu. Lalu mengirimnya kepada ayah Aira. Tak disangka, ayah Aira juga mengirimkan foto-foto coretan Aira di dinding kamarnya. Semua penuh akan gambar ilustrasi Aira bersama bundanya.

 

Bibi Kinan kembali menangis melihat semua gambar Aira. Ia berharap Aira bisa mendapatkan sosok ibu kembali meski berarti ayah Aira harus menikah lagi.
……

Aira kembali pulang, setelah selesai belajar di sekolah. Ia beraktivitas seperti biasa. Hanya saja, sore itu ia tak pulang ke rumah ayahnya. Ia memilih langsung ke rumah Bibi Kinan.

 

“Bibi, Aira senang sekali bisa tinggal di rumah Bibi. Bibi tahu tidak kenapa Aira senang?” tanya Aira.

 

Bibi Kinan menggeleng lalu Aira menjawab.
“Wajah Bibi, mirip dengan wajah ibu Aira. Setiap Aira lihat Bibi, Aira ingat dengan ibu Aira. Aira senang sekali. Aira jadi tidak sedih, terima kasih, Bibi,” ucap Aira.

 

Bibi Kinan menangis mendengar ucapan Aira. Dipeluknya gadis itu. Ia juga merasakan hal yang sama dengan Aira. Saat ia melihat wajah Aira, ia seketika teringat dengan adik perempuannya, Raida, yang tak lain adalah ibu Aira.

 

“Bibi, maukah Bibi antar Aira ke makam ibu? Aira ingin menceritakan isi surat Aira yang Aira tulis beberapa hari yang lalu,” pinta Aira.

 

Bibi Kinan segera mengabulkan permintaan Aira. Ia berusaha tegar di hadapan Aira. Dengan menggunakan sepeda motor keduanya menuju maka yang tak terlalu jauh dari rumah.

 

Di makam itu, Aira menceritakan isi surat yang ia tulis berjudul selamat jalan ibu. Isinya ungkapan rasa terima kasih karena telah menemani Aira 8 tahun lamanya. Aira berjanji akan menjadi anak salihah agar bisa bersama ibunya kembali di surga nanti.

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *