Potret Buram Hidup Bertetangga dalam Masyarakat Sekuler

Oleh: Khadijah An Najm

Sebuah keluarga meninggal secara bersamaan di sebuah perumahan citra garden Kalideres, Jakarta Barat. Seluruh Anggota keluarga tewas tanpa ada yang mengetahui kecuali setelah lama dan kondisi jasad sudah bau, membusuk dan mengering.

Beberapa saudara dan keluarga korban mengonfirmasi bahwa komunikasi sudah lama terputus, ada yang sudah sudah dua tahun tidak komunikasi, ada yang sudah lima tahun bahkan ada yang sudah dua puluh tahun tidak ada komunikasi.

Tetangganya juga tidak tahu menahu kondisi yang sebenarnya dari keluarga tersebut hingga kecurigaan muncul setelah lama dan ternyata sudah membusuk.

Beginilah potret kehidupan bertetangga saat ini, tidak terkecuali di pedesaan apalagi di daerah perkotaan. Antara tetangga bisa lama tidak bertegur sapa, bukan karena bermusuhan atau tidak cocok. Akan tetapi lebih disebabkan kesibukan terhadap urusan diri sendiri dan tidak mau mengurusi orang lain. Tertutup, individualis serta sibuk dengan urusan sendiri.

Ini merupakan gambaran masyarakat yang sakit dan bermasalah. Sehingga hubungan antara tetangga begitu jauh dari tuntunan yang sebenarnya. Masyarakat jauh dari pemahaman yang benar tentang kehidupan bertetangga dan bermasyarakat. Padahal Islam sebagai aturan yang sempurna telah mengatur semua aspek kehidupan manusia termasuk adab dalam bertetangga.

Dari Aisyah r.a., dari Nabi Muhammad saw. bersada, “Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku menduga bahwa ia akan memberikan warisan kepadanya.(Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Tetangga adalah orang yang paling tahu dan yang pertama tahu keadaan real seseorang. Jika sakit, tetangga lah yang pertama datang menjenguk. Jika terlilit kemiskinan dan kelaparan, tetangga tentu yang pertama mengulurkan bantuan. Demikian juga jika ada hajatan maka tetangga yang pertama sekali membantu dan mendapat hak untuk diundang, disamping saudara dan kerabat.

Tetangga secara istilah syar’i bermakna orang yang bersebelahan baik dia seorang muslim atau kafir, baik atau jahat, teman atau musuh, berbuat baik atau jelek, bermanfaat atau merugikan dan kerabat atau bukan. Batasan tetangga yang mu’tabar adalah 40 rumah dari semua arah. Mereka adalah orang-orang yang berhak atas hukum bertetangga. Islam tidak membedakan perlakuan terhadap tetangga meskipun berbeda secara akidah.

Tetangga itu ada tiga macam, tetangga yang memiliki satu hak, tetangga yang memiliki dua hak, dan tetangga yang memiliki tiga hak. Tetangga yang memiliki tiga hak adalah tetangga yang beragama islam dan masih memiliki hubungan keluarga, maka ia memiliki hak sebagai tetangga, hak sebagai saudara sesama muslim dan hak sebagai keluarga. Tetangga yang memiliki dua hak adalah tetangga yang beragama islam, ia memiliki hak sebagai tetangga dan hak sebagai saudara sesama muslim. Sedangkan tetangga yang memiliki satu hak adalah tetangga yang non Muslim. (HR. al-Bazzar dan al-Hasan bin Sufyan).

Islam sebagai sistem sempurna akan mengokohkan kehidupan bertetangga, bermasyarakat dan bernegara. Diantara hak tetangga adalah mendapatkan perlakukan baik. Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang paling baik kepada sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah mereka yang paling baik kepada tetangganya. (HR at-Tirmidzi).

Di antaranya perbuatan baik adalah menolongnya jika ia meminta pertolongan, membantunya jika ia meminta bantuan, menjenguknya jika ia sakit, menghiburnya jika ia mendapat musibah, mengucapkan selamat jika ia bahagia, dan sebagainya.

Islam melalui sistem pendidikan akan membentuk ketakwaan individu, mengajarkan semua hukum syariat terhadap rakyatnya termasuk hak dan kewajiban bertetangga. Mendorong rakyat untuk terikat dengan syariat dan berlomba-lomba dalam kebaikan.

Ketakwaan ini akan menjaga individu supaya tidak tergelincir pada dosa dan kemaksiatan serta tidak menyia-nyiakan hak tetangga. Karena mengabaikan hak tetangga termasuk dosa. Nabi Muhammad bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka jangan menyakiti tetangganya.” (Muttafaq Alaih).

Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa seseorang bisa masuk neraka karena menyakiti tetangga. “Telah dilaporkan kepada Rasulullah, sesungguhnya si fulanah itu selalu berpuasa di siang hari, dan ia selalu beribadah di malam hari, akan tetapi ia menyakiti tetangganya. Kemudian Rasulullah SAW berkata : Ia masuk neraka” ( HR.Ahamd dan Hakim).

Hanya saja sistem sekuler telah menjauhkan umat dari syariat mulia ini. Hak tetangga terabaikan, hak umat terabaikan karena penerapan aturan yang jauh dari islam. Kebebasan yang diagungkan sistem sekuler melahirkan masyarakat yang egois dan individualis. Sudah saatnya kita kembali kepada syariat Islam kafah. Hanya dengan syariat langit hidup kita bahagia dunia dan akhirat.

Wallahu ‘alam

Artikel Lainnya

Pemerataan Pembangunan Desa, Akankah Menjadi Realita?

Realitasnya bahwa tak semua desa mampu secara finansial membiayai pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya sendiri. Meski ada program Dana Desa yang konon katanya adalah bentuk perhatian pemerintah nyatanya terselip motif lain yaitu neoliberalisme ekonomi melalui sektor pariwisata dan sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh tiap desa di negeri ini. Rupanya dibalik program-program yang dicanangkan untuk mengelola desa di dasarkan pada untung dan rugi.

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *