Kajian untuk Orang yang Mempunyai Fikiran
Judul di atas terasa sangat menohok, redaksi aslinya begini: Allah swt berfirman yang artinya,”Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (TQS Shad:29).
Ada pesan menarik dari Muhammad Abduh untuk orang-orang yang bertadabur dengan Alquran, isinya adalah: istikamahlah dalam membaca Alquran, pahami perintah dan larangannya, ikuti nasehat dan ajarannya sebagaimana para mukminin pada masa diturunkannya wahyu. Ikutilah apa yang telah Alquran tunjukkan padamu dan bawalah dirimu pada apa yang ditunjukkan Alquran padanya. Tidak diragukan lagi bahwa siapapun yang mengikuti jalan ini, maka setelah beberapa waktu dirinya akan memiliki kemampuan untuk menjadikan pemahaman sebagai tabiat dan cahaya yang menerangi dunia dan akhiratnya dengan izin Allah swt.
Dan ternyata dari kisah beberapa sahabat Nabi Muhammad saw sebagaimana yang diceritakan Abu Abd al-Rahman al-Sulami, yaitu Ustman bin Affan, Abdullah bin Mas’ud dan lainnya, ketika belajar ayat-ayat Allah yang kelak terkumpul dalam satu mushab Alquran, 10 ayat langsung kepada Nabi, maka mereka tidak langsung menambah ayat lainnya, sebelum mereka mengerti isi kandungannya. Karena sesungguhnya seseorang tidak akan menjadi sosok yang Qurani kecuali dengan ilmu, amal serta perjuangan untuk mengajarkannya kembali.
Fenomena banyaknya kelompok kajian hari ini sesungguhnya sangat menggembirakan. Artinya kesadaran kaum Muslim untuk mempelajari agamanya mulai meningkat, dan ini pertanda baik. Kemunduran berfikir yang menghinggapi benak kaum Muslim hari ini sungguh memprihatinkan, sekaligus membuktikan betapa besar racun sekulerisme yang disebarkan ke tengah-tengah mereka, sehingga gambaran Islam Rahmatan lil Aalamin kabur bahkan tak bernilai. Banyak kaum Muslim ataupun kelompok yang menyerukan ide-ide di luar Islam dan memasang garis batas seolah musuh bebuyutan.
Salah mendefinisikan siapa lawan dan siapa kawan ini sangat fatal. Dan sumbernya adalah dari informasi yang masuk ke benak mereka kemudian mengendap menjadi pemahaman. Banyaknya kelompok pengajian ternyata tak mendorong kebangkitan berfikir yang bisa mengenyahkan penjajahan. Apanya yang salah? karena jawabannya ada dalam ayat 29 dalam surat Shad di atas. Mereka mengkaji Alquran tapi tak mau di atur oleh Alquran. Hati mereka sejuk karena mendengar ayat-ayat Alquran tapi tak menyebarkannya ke seluruh anggota badan mereka. Mulut tetap bergunjing, telinga tetap mendengar sesuatu yang melalaikan , mata pun demikian, tak hanya melihat huruf-huruf Hijaiyah namun juga tak menahan pandangan (Gadhul Bashor). Tubuh mereka tak tertutupi secara sempurna, bahkan beda tempat bisa beda kostum. Sudah jelas haram bagi wanita memakai pakaian yang menyerupai pria, namun di tempat-tempat tertentu mereka menyerupai pria, alasannya sesuai situasi dan kondisi. Pertanyaannya,” Apakah Allah salah dalam mewajibkan sebuah syariat?”
Dunia memang melenakan. Keindahannya menggoda setiap orang, namun bukankah orang berilmu itu derajatnya ditinggikan Allah swt bak bintang di awan yang gelap? namun itu hanya berlaku bagi mereka yang memahami Alquran dan pasrah dengan pengaturan Alquran. Maka jika diintisarikan, kaum Muslim hari ini semangat mengajinya sudah melenceng dari yang seharusnya, sebab hasil dari bergabung dengan kajian tentu adalah perubahan. Perubahan ke arah perjuangan, memperjuangkan Islam agar mentajasad (mengkristal) dalam diri pribadi dan berpengaruh kepada masyarakat sekitar. Sebagiamana perintah Allah swt yang artinya,”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (TQS An-Nahl :125).
Jika bergabung dengan kajian tapi masih erat memegang kebodohan tentulah akan sia-sia. Azam harus kuat bahwa bergabung bukan sekadar bersosialisasi, rihlah, healing, puaskan eksistensi diri dan lain sebagainya. Melainkan untuk berharap pada pahala yang lainnya, yaitu mengajak oranglain untuk berubah lebih baik. Terlebih hari ini Islam tidak sedang baik-baik saja, siapa pembela yang siap berdiri membela di garda terdepan selain kaum Muslim yang berilmu? serangan gaya hidup, pemikiran dan cara pandang tentang kehidupan yang berasas pemisahan agama dari kehidupan yang gencar dengan berbagai wasilah semisal pendidikan dan ekonimi patut kita waspadai. Dari mana kita punya kemampuan untuk menangkal itu semua jika bukan dengan berilmu dan menjadikan diri kita sendiri sebagai pelaku perubahan?
Maka, Maha Benar Allah dengan firmanNya, orang yang mendapat pelajaran dari kajian yang dia bergabung didalamnya adalah orang yang mempunyai fikiran. Yaitu orang yang dengan iklas belajar, memahami, menerapkan kemudian mendakwahkan. Ia orang pertama yang menjadi baik sebelum mengajak orang kepada kebaikan. Meski satu ayat yang baru ia ketahui namun karena ilmunya kelak akan dimintai pertanggungjwaban maka ia tak menunggu sempurna melainkan sempurna bersama-sama. Wallahu a”lam bish showab.
Komentar